JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelesaikan penyelidikan dan pemantauan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Komnas HAM juga telah menyerahkan rekomendasi hasil investigasi kepada tim khusus (Timsus) Polri.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyebut, pembunuhan terhadap Brigadir J dilatarbelakangi dari peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Peristiwa kekerasan seksual itu diduga dilakukan Brigadir J kepada istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. “Ada dugaan kekerasan seksual di Magelang menjadi latar belakang, terkait dengan perencanaan pembunuhan,” kata Beka Ulung di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9).
Beka Ulung menjelaskan, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi terjadi di Magelang pada 7 Juli 2022 lalu. Peristiwa ini yang diduga menjadi pemicu dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Selain itu, Komnas HAM meminta Inspektorat Khusus Polri untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap polisi yang terlibat dalam upaya obstruction of justice dan menjatuhkan sanksi terkait kematian Brigadir J. “Hal itu sesuai dengan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Beka Ulung.
Ia menyebutkan, berdasarkan informasi yang dikantongi Komnas HAM terdapat sekitar 95 hingga 97 polisi yang sedang dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. “Saya kira ini sejalan dengan apa yang direkomendasikan oleh Komnas HAM,” kata Beka.
Terkait sanksi tersebut, Komnas HAM memandang ada tiga klaster. Pertama sanksi pidana dan pemecatan semua anggota polisi yang terbukti bertanggung jawab memerintahkan atas kewenangan-nya membuat skenario, mengkonsolidasikan personel kepolisian serta merusak dan menghilangkan barang bukti.
Kedua, sanksi etik berat. Kepada semua anggota polisi yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait kematian Brigadir J. Terakhir ialah sanksi ringan atau kepribadian kepada semua anggota polisi yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui substansi peristiwa obstruction of justice.
Beka berpandangan, mungkin ada anggota polisi yang hanya disuruh, namun tidak tahu skenario atau kejadian yang sebenarnya. Namun, personel itu juga harus diperiksa. “Tujuannya untuk melihat dan membuktikan derajat kesalahannya,” ujarnya.
Sementara itu, Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Pol Agung Budi Maryoto menyatakan, rekomendasi dari Komnas HAM akan ditindaklanjuti oleh tim khusus (Timsus) Polri. “Rekomendasi kepada kami, Polri terutama Bareskrim dan tentu Polri akan menindaklanjuti apa-apa yang direkomendasikan Komnas HAM untuk kita lakukan penyidikan sampai dengan persidangan,” ujar Agung.
Dia pun memastikan, proses pengusutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J dilakukan secara transparan. Terlebih, Polri telah menetapkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka. “Pak Kapolri pada saat pembentukan timsus ini menekankan untuk ungkap kasus ini harus transparansi, buka apa adanya, pendekatan scientific crime investigation,” jelas Agung.
Dia juga menyebutkan, enam personel polisi yang diduga terlibat dalam obstruction of justice atau upaya penghalangan proses hukum perkara Brigadir J mulai menjalani sidang kode etik. “Terhadap keenam tersangka obstruction of justice ini Divisi Propam segera melaksanakan sidang kode etik. Bahkan, hari ini sudah mulai pada Kompol CP,” kata Agung.
Adapun keenam personel Polisi yang menjadi tersangka itu yakni FS atau Irjen Ferdy Sambo selaku mantan Kadiv Propam Polri, HK atau Brigjen Hendra Kurniawan selaku Karopaminal Divisi Propam Polri, ANP atau Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, AR atau AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, BW atau Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan terakhir CP atau Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.
Agung menjelaskan penyidik saat ini tengah menyiapkan berkas perkara kasus obstruction of justice dalam kasus ini. Divpropam Polri juga segera menggelar sidang etik untuk enam perwira yang jadi tersangka. “Terhadap keenam tersangka obstruction of justice ini, Divpropam juga akan segera menyidangkan kode etik terhadap keenam orang tersebut, bahkan kalau bisa hari ini mulai hari ini,” ujarnya.
Agung menambahkan, sidang kode etik terhadap para tersangka lain akan dilakukan hingga tiga hari ke depan. Saat ini, pihaknya sedang melakukan pemberkasan. “Kemudian besok, kemudian itu sampai tiga hari ke depan. Jadi semuanya akan dilakukan sidang kode etik, sedang dilakukan pemberkasannya termasuk yang lain yang sedang dilakukan kelengkapan pemberkasan terhadap sidang kode etik terhadap dari masing-masing terduga pelanggar kode etik,” papar dia.
Lebih lanjut, Agung juga mengungkap alasan Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice. Apa alasannya? “FS kan juga bagian dari obstruction of justice yaitu menyuruh, memerintah,” kata Agung.
Komnas HAM Serahkan Rekomendasi ke Timsus Polri
Sebelumnya, Komnas HAM telah mengakhiri penyelidikan dan pemantauan kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atau Yosua. Hasil dari penyelidikan dan pemantauan itu berupa rekomendasi dan telah diserahkan ke Tim Khusus (Timsus) Polri. “Saya Ketua Komnas HAM dan Pak Irwasum sebagai Ketua Timsus ingin menyampaikan kepada publik bahwa semua kami akhiri,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9).
Taufan memastikan pihaknya tetap melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kasus pembunuhan Brigadir J alias Yosua yang melibatkan mantan Kadivpropam Polri Irjen Ferdy Sambo. Pengawasan itu sangat penting, agar proses persidangan nantinya berjalan optimal. “Tentu saja masih ada tugas lain dari Komnas HAM yaitu melakukan pengawasan proses selanjutnya sampai nanti di persidangan. Teman-teman media juga sangat diharapkan kontribusinya untuk melakukam pengawasan. Ini penting sekali buat keadilan ditegakkan di negeri yang kita cintai ini,” tegasnya.
Taufan tak memungkiri awal pengusutan kasus itu menimbulkan disinformasi di publik. Namun, kini kasus pengusutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua berjalan optimal. “Sehingga di awal-awal kita tahu bagaimana kasus ini membuat kebingungan di masyarakat karena adanya disinformasi. Adanya alat-alat bukti dan lain-lain yang dihilangkan yang kemudian kami sebut itu sebagai obstruction of justice,” ucap Taufan.
Ponsel Hilang, Motif Sulit Diketahui
Sementara kemarin (31/8), Putri Candrawathi kembali diperiksa Timsus Polri di Bareskrim. Namun, hingga pukul 21.25 tadi malam, pemeriksaan belum selesai. Pemeriksaan istri mantan Kadivpropam Polri Irjen Ferdy Sambo itu diharapkan bisa mengungkap motif pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Pemeriksaan Putri dimulai sekitar pukul 10.00. Tak ada awak media yang mengetahui kedatangan Putri. Bahkan, kuasa hukumnya, Arman Hanis, mengaku tidak tahu kapan Putri tiba di Bareskrim. “Yang jelas, Ibu Putri sudah masuk di Bareskrim,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, pemeriksaan terhadap Putri kali ini dilakukan untuk mengonfrontasi dengan empat tersangka lain. Yakni Irjen Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Bharada E, dan Bripka Ricky Rizal. “Masih konfrontasi,” ucapnya.
Sumber Jawa Pos menyebutkan, pengakuan dari tersangka Kuat, Ricky, Bharada E, dan Susi (asisten rumah tangga Sambo) hampir sama. Terutama terkait dugaan pelecehan seksual di Magelang. Disebutkan, Yosua mengendap-endap masuk ke kamar Putri. Lalu terdengar teriakan Putri.
Meski demikian, pemeriksaan terhadap Putri dinilai tidak akan membantu mengungkap motif pembunuhan Yosua. Sebab, motif pelecehan seksual hanya berdasar pengakuan Putri dan empat tersangka lain. Bukti secara scientific crime investigation untuk mengungkap motif tak ditemukan.
Sejatinya motif tersebut bisa terungkap dari jejak digital dan percakapan para tersangka yang tersimpan dalam handphone. Namun, bukti percakapan di handphone itu telah hilang karena obstruction of justice yang diotaki Sambo. Karena itu, penyidik hanya bisa bersandar pada keterangan para tersangka dan saksi atas peristiwa di Magelang.
Hingga kemarin Sambo juga masih bertahan bahwa motif pembunuhannya bersifat sangat personal. Alasan personal ini yang kemudian diistilahkan Sambo harus menjaga harkat dan martabat keluarganya.
Sumber tersebut menambahkan, kalau alasannya bukan personal, Sambo tinggal menyusun rencana eksekusi dengan meminjam tangan orang lain. “Karena masalah personal ini, Sambo dengan segala pangkat dan kedudukannya merasa harus mengeksekusi Yosua dengan tangannya sendiri,” ujarnya.
Pada bagian lain, Polri merilis kronologi pembunuhan Brigadir Yosua. Kronologi tersebut dirangkum dalam sebuah animasi berdurasi 2 menit 4 detik. Dalam animasi itu, digambarkan, Jumat (8/7) rombongan Putri, Kuat, Ricky, dan Yosua tiba di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga pukul 17.06. Putri dan hampir semua ajudan masuk ke rumah, kecuali Yosua. Saat itu Yosua menuju ke taman dan menelepon seseorang.
Pukul 17.09 Sambo dan rombongannya tiba di rumah dinasnya. Sambo yang turun sudah membawa senjata api. Senjata tersebut sempat terjatuh. Selanjutnya, Sambo memanggil semua ajudannya ke dalam rumah pada pukul 17.12. Mereka berkumpul di ruang makan yang terdapat tangga.
Sambo dan Yosua diperlihatkan berbicara beberapa saat. Dalam animasi itu diberikan caption bahwa Sambo mengucapkan beberapa kalimat kepada Yosua, “Kamu tega sekali ke saya. Kamu kurang ajar sekali sama saya.” Selanjutnya, Sambo memerintah Bharada E menembak Yosua dengan berteriak, “Woi tembak, cepat tembak. Cepat tembak.”
Akhirnya, dalam caption Bharada E menembak sebanyak tiga atau empat kali. Namun, dalam animasi itu hanya terlihat Bharada E menembak dua kali, ke arah dada kanan dan rahang yang pelurunya menyerempet tangan Yosua.
Yosua lantas jatuh dengan posisi tertelungkup di samping tangga, di depan pintu gudang. Sambo lantas menembak Yosua ke kepala bagian belakang. Dilanjutkan dengan menembak ke arah dinding tangga dan dinding. Tujuannya untuk mengelabui seakan-akan terjadi tembak-menembak. Lantas, Sambo menjemput Putri yang berada di dalam kamar.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan, bila sebelumnya ada keterangan Bharada E melihat Sambo memegang senjata dan Yosua telah terkapar, yang benar seperti dalam animasi. “Bharada E dua kali memberikan kesaksian, kesaksian kedua yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan,” ucapnya.
Agus juga berkomentar soal dua pisau yang dibawa Kuat. Menurut dia, Kuat merupakan squad lama yang mengancam Yosua di Magelang. Saat mengancam itu juga membawa pisau. “Mengancam kalau Brigadir Yosua naik ke atas,” ujarnya.
Pada bagian lain, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menegaskan, penanganan kasus pembunuhan Yosua akan menjadi pertaruhan kredibilitas Polri. Hal itu telah tergambar dari hasil survei LSI dan beberapa lembaga survei lain. Demikian juga hasil survei internal Polri. Untuk itu, Polri terus didorong menuntaskan kasus tersebut secara terang-benderang. Dia menilai, rekonstruksi yang dilaksanakan Polri dua hari lalu berjalan baik meski tidak tampak adegan pelecehan seksual. “Soal motif, apakah itu pelecehan atau perselingkuhan atau apa, itu tidak penting,” tegas dia.
Meski tidak sedikit yang lantas bertanya-tanya, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu tetap menyatakan bahwa detail motif tidak penting dalam konteks rekonstruksi tersebut. Yang penting, lanjut Mahfud, rekonstruksi itu bisa menunjang proses pembuktian terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana. “Karena hukum mengatakan kamu membunuh dan kamu merencanakan. Ini buktinya, rekonstruksinya,” beber dia.
Karena itu, Mahfud menambahkan, masyarakat tidak perlu pesimistis terhadap penanganan kasus tersebut setelah melihat rekonstruksi dua hari lalu. Namun, masyarakat juga harus terus mengawal dan mengikuti proses hukum terhadap para tersangka. Termasuk Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. “Kita kawal agar (proses hukum kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua) ini berjalan dengan baik,” jelasnya. (jpc/adz)