JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para keluarga jamaah haji di tanah air disarankan untuk selalu mengingatkan sanak saudaranya di Tanah Suci untuk fokus mempersiapkan fisik dan mental menghadapi puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) yang tinggal beberapa hari lagi.
Pengamat masalah haji, M.Subarkah mengatakan, hal itu penting karena serangkaian ibadah di Armina itu cukup menguras energi dan perlu kesiapan mental, terlebih pascatragedi jatuhnya crane di Masjidil Haram.
“Pada hari puncaknya itu, ada sekitar lima juta jamaah ada di situ, berjalan kaki semua. Ini perlu fisik yang kuat, terlebih di tengah cuaca yang tidak menentu. Para keluarga di tanah air harus selalu mengingatkan agar fokus ke hari puncak itu, tak perlu memikirkan apa penyebab tragedi crane, itu sudah ada yang menangani,” ujar Barkah kepada JPNN kemarin (14/9).
Keluarga di tanah air juga harus mengingatkan pentingnya menjaga kondisi kesehatan. “Jangan makan yang dibeli di pinggir jalan, banyak debu, bisa sakit perut dan mengganggu ibadah,” saran Barkah.
Bukan untuk menakut-nakuti, Barkah mengatakan, Tim PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) dari Indonesia juga harus mewaspadai segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. “Di tengah cuaca yang tidak menentu, bisa saja tiba-tiba terjadi hujan lebat, badai. Padahal saat puncak ibadah haji itu, semua jamaah berada di tenda-tenda. Bagaimana jika badai disertai hujan es, ini yang harus diwaspadai,” ujar Barkah mengingatkan.
Barkah juga mengingatkan, bahwa jumlah jamaah yang tewas sebelum puncak haji di Armina, termasuk akibat tragedi crane, biasanya jauh lebh sedikit dibanding pada saat dan setelah puncak haji.
“Setelah puncak haji di Armina, jumlah jamaah asal Indonesia yang meninggal pada tahun-tahun sebelumnya rata-rata 10 hingga 20 orang per hari. Pokoknya bisa naik drastis hingga 90 persen dibanding sebelumnya puncak haji. Apalagi ini sekarang cuaca tidak menentu. Sekali lagi, ini perlu diwaspadai, khususnya kesiapan tenda-tendanya,” ulasnya lagi.
Dia menggambarkan suasana di hari-hari puncak ibadah haji di tahun-tahun sebelumnya. “Selama 24 jam, selalu terdengar suara sirine ambulance. Waktu di Armina itu sungguh berat, terutama bagi yang sudah tua. Sekali lagi, harus dipersiapkan dengan baik,” imbuhnya.