MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan peralatan sekolah di SMK Negeri Binaan Provinsi Sumut 2014 denan anggaran senilai Rp11,57 miliar, masih berlanjut. Kepala Pendidikan (Kasidik) Sumut, M Masri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tak kunjung ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan.
Menanggapi kasus tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata, berpendapat bahwa M Masri sudah sepatutnya ditahan oleh Kejari Medan. Dikarenakan, tim penyidik telah menetapkan orang nomor satu di Disdik Sumut itu, sebagai tersangka dan tidak kooperatif dalam proses penyidikan.
“Dalam kasus ini, penyidik Kejari Medan harus tegas, artinya ada upaya hukum yang dilakukan terhadap Masri, seperti penjemputan paksa dan penahanan agar penyidikan tetap berjalan maksimal. Karena, Masri sudah tidak kooperatif dalam penyidikan kasus ini,” jelas Surya Adinata kepada Sumut Pos, Jumat (29/1).
Surya Adinata menilai, tidak kooperatifnya Masri, penyidik berwewenang untuk melakukan penahanan bila Masri selalu mencari alasan untuk tidak dilakukan pemeriksaan diri. Hal itu, sudah memperlambat proses penyidikan dalam kasus tersebut.
“Sudah cukup dua alat bukti, kemudian sudah ditetapkan tersangka. Sudah wewenang penyidik untuk melakukan penahanan terhadap Masri,” jelas pria berkacamata itu.
Untuk diketahui, pasca penetapan tersangka Masri pada bulan Desember 2015, lalu. Pihak penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejari Medan, gagal melakukan pemeriksaan sampai tiga kali dengan berbagai alasan yang diajukan oleh Masri sendiri.
“Hal itu, seharusnya penyidik mengejar penyidikan itu secara maksimal. Artinya dalam penyidikan suatu perkara harus dilakukan profesional. Kalau menghambat penyidikan tahan saja lah,” sebutnya.
Begitu juga, Surya meminta Kejari Medan untuk serius dan tidak bermain-main dalam kasus ini.”Penyidikan harus dioptimalkan, siapa yg terlibat harus diminta pertanggungjawabannya dihadapkan hukum. Jangan dikalangan bawahan saja yang dihukum atasannya juga lah,” tandasnya.
Sebelumnya, penasehat hukum Masri memberikan surat sakit untuk kedua kalinya, kepada Kejari Medan pada Kamis (28/1) Pukul 14.30 WIB. Namun, dalam isi surat tersebut, tidak tercantum sakit apa yang diderita Masri. “Pengacara Masri datang memberikan surat sakit. Kita tidak tau sakit apa dia (Masri),” kata Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Medan, Haris Hasbullah.
Selain surat sakit, penasehat hukum Masri yang diketahui bernama M Sapri Nur dari Jakarta juga memberikan surat jaminan kepada penyidik. “Surat jaminan itu berisi kalau pengacara memastikan pekan depan Masri menghadiri panggilan,” lanjut Haris seraya menambahkan kalau penyidik hanya bisa menunggu.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Belawan itu mengaku, tidak bisa menjemput paksa Masri karena ada surat sakit tersebut. “Kalau dia (Masri) gak datang lagi pekan depan, kita upayakan jemput paksa,” tegas Haris mengakhiri. (gus/smg/han)