32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Buat Apa Pekan Olahraga?

Azrul AnandaMungkin ada beberapa yang belum tahu bahwa sebentar lagi Pekan Olahraga Nasional (PON) kesekian diselenggarakan di Jawa Barat. Menurut saya seperti ini…

***
Tahun ini benar-benar tahun overload olahraga. Bahkan mungkin overexposed. Ada Piala Eropa, ada Olimpiade. Berbagai liga dalam berbagai cabang olahraga di berbagai penjuru dunia terus berlangsung seperti biasa. Beberapa berlangsung lebih mendebarkan, lebih melelahkan, dari tahun-tahun sebelumnya (misalnya, Final NBA).

Lalu, ada Pekan Olahraga Nasional alias PON. Seperti beberapa kali saya lakukan dalam menulis kolom Happy Wednesday ini, saya meminta pembaca untuk membuka mata lebih lebar, membuka mata hati selebar-lebarnya, mencoba mengaplikasikan common sense alias akal sehat seoptimal mungkin.

Tulisan ini tidak bertujuan untuk mengkritik pihak-pihak tertentu. Tidak untuk menyindir pihak-pihak tertentu.

Tulisan ini justru bertujuan untuk mengkritik kita semua, menyindir kita semua, mengajak kita semua untuk merenung. Termasuk menyindir dan mengkritik saya sendiri.

Terus terang, saya tidak pernah memahami PON. Saya berusaha semaksimal mungkin. Saya tidak ingin dianggap tidak nasionalis, tidak ingin dianggap tidak mencintai kegiatan negara sendiri.

Silakan tanya orang-orang yang dekat dan kenal cara saya bekerja, saya justru sangat ingin negara kita berbuat lebih, berkegiatan lebih. Saya rasa Pak Menteri Pemuda dan Olahraga pun tahu betapa besarnya keinginan saya, dan seberapa besar upaya saya, dalam mencoba membuat dunia olahraga di Indonesia lebih hidup.

Kalau Anda masih tidak percaya, silakan google saja nama saya. Foto-foto yang keluar hampir semua berkaitan dengan dunia olahraga.

Media-media di bawah grup Jawa Pos pun selama ini mungkin termasuk yang paling getol mempromosikan, memberitakan dunia olahraga. Bahkan ikut getol menyelenggarakan berbagai kegiatan olahraga.

Saking banyaknya media di bawah grup ini (jumlah lebih dari 200 penerbitan dan stasiun televisi), Jawa Pos sampai harus merancang dan menyiapkan media center sendiri di Jawa Barat untuk peliputan lengkap PON 2016 ini.

Padahal, secara pribadi (pribadi lho ya, bukan institusi), saya termasuk yang berkecamuk menyikapi PON. Saya tinggal di Jawa Timur, dan di atas kertas seharusnya mendukung Jawa Timur. Saya lahir di Kalimantan Timur, jadi seharusnya ada kecondongan juga untuk Kaltim.

Tapi, apakah itu berarti saat PON saya harus mati-matian mendukung dua daerah itu, lalu tidak mendukung –apalagi tidak menyukai– daerah lain?
Karena saya berkiprah di tingkat nasional, tentu tidak mungkin demikian. Apalagi, saya punya begitu banyak teman, baik di tingkat pengurus olahraga maupun atlet, yang di PON tahun ini akan berkiprah membela berbagai cabang olahraga untuk berbagai provinsi.

Lebih ironisnya lagi, saya punya banyak teman dari yang di PON nanti justru membela provinsi yang seharusnya bukan tempat mereka berasal, juga bukan tempat mereka menetap.

Jadi, terlalu banyak kebingungan dalam diri saya. Di cabang tertentu, sepertinya mendukung provinsi tertentu. Tapi, di cabang lain mendukung atlet/individu dari berbagai provinsi lain.

Saya menyadari betul, betapa pentingnya PON ini bagi para atlet. Saya kenal begitu banyak atlet yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk olahraga sehingga sampai tidak bersekolah, rela pindah-pindah provinsi. Karena hidup mereka bergantung pada PON ini.

Karena PON hanya empat tahun sekali, untuk atlet cabang-cabang tertentu, hanya empat tahun sekali mereka benar-benar bisa panen.

Saya sangat kasihan kepada teman-teman itu. Tapi, situasinya memang harus seperti itu. Mau bekerja di bidang lain, atau mau mencari karir, bagi mereka sangat sulit karena banyak yang tidak bersekolah.

Azrul AnandaMungkin ada beberapa yang belum tahu bahwa sebentar lagi Pekan Olahraga Nasional (PON) kesekian diselenggarakan di Jawa Barat. Menurut saya seperti ini…

***
Tahun ini benar-benar tahun overload olahraga. Bahkan mungkin overexposed. Ada Piala Eropa, ada Olimpiade. Berbagai liga dalam berbagai cabang olahraga di berbagai penjuru dunia terus berlangsung seperti biasa. Beberapa berlangsung lebih mendebarkan, lebih melelahkan, dari tahun-tahun sebelumnya (misalnya, Final NBA).

Lalu, ada Pekan Olahraga Nasional alias PON. Seperti beberapa kali saya lakukan dalam menulis kolom Happy Wednesday ini, saya meminta pembaca untuk membuka mata lebih lebar, membuka mata hati selebar-lebarnya, mencoba mengaplikasikan common sense alias akal sehat seoptimal mungkin.

Tulisan ini tidak bertujuan untuk mengkritik pihak-pihak tertentu. Tidak untuk menyindir pihak-pihak tertentu.

Tulisan ini justru bertujuan untuk mengkritik kita semua, menyindir kita semua, mengajak kita semua untuk merenung. Termasuk menyindir dan mengkritik saya sendiri.

Terus terang, saya tidak pernah memahami PON. Saya berusaha semaksimal mungkin. Saya tidak ingin dianggap tidak nasionalis, tidak ingin dianggap tidak mencintai kegiatan negara sendiri.

Silakan tanya orang-orang yang dekat dan kenal cara saya bekerja, saya justru sangat ingin negara kita berbuat lebih, berkegiatan lebih. Saya rasa Pak Menteri Pemuda dan Olahraga pun tahu betapa besarnya keinginan saya, dan seberapa besar upaya saya, dalam mencoba membuat dunia olahraga di Indonesia lebih hidup.

Kalau Anda masih tidak percaya, silakan google saja nama saya. Foto-foto yang keluar hampir semua berkaitan dengan dunia olahraga.

Media-media di bawah grup Jawa Pos pun selama ini mungkin termasuk yang paling getol mempromosikan, memberitakan dunia olahraga. Bahkan ikut getol menyelenggarakan berbagai kegiatan olahraga.

Saking banyaknya media di bawah grup ini (jumlah lebih dari 200 penerbitan dan stasiun televisi), Jawa Pos sampai harus merancang dan menyiapkan media center sendiri di Jawa Barat untuk peliputan lengkap PON 2016 ini.

Padahal, secara pribadi (pribadi lho ya, bukan institusi), saya termasuk yang berkecamuk menyikapi PON. Saya tinggal di Jawa Timur, dan di atas kertas seharusnya mendukung Jawa Timur. Saya lahir di Kalimantan Timur, jadi seharusnya ada kecondongan juga untuk Kaltim.

Tapi, apakah itu berarti saat PON saya harus mati-matian mendukung dua daerah itu, lalu tidak mendukung –apalagi tidak menyukai– daerah lain?
Karena saya berkiprah di tingkat nasional, tentu tidak mungkin demikian. Apalagi, saya punya begitu banyak teman, baik di tingkat pengurus olahraga maupun atlet, yang di PON tahun ini akan berkiprah membela berbagai cabang olahraga untuk berbagai provinsi.

Lebih ironisnya lagi, saya punya banyak teman dari yang di PON nanti justru membela provinsi yang seharusnya bukan tempat mereka berasal, juga bukan tempat mereka menetap.

Jadi, terlalu banyak kebingungan dalam diri saya. Di cabang tertentu, sepertinya mendukung provinsi tertentu. Tapi, di cabang lain mendukung atlet/individu dari berbagai provinsi lain.

Saya menyadari betul, betapa pentingnya PON ini bagi para atlet. Saya kenal begitu banyak atlet yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk olahraga sehingga sampai tidak bersekolah, rela pindah-pindah provinsi. Karena hidup mereka bergantung pada PON ini.

Karena PON hanya empat tahun sekali, untuk atlet cabang-cabang tertentu, hanya empat tahun sekali mereka benar-benar bisa panen.

Saya sangat kasihan kepada teman-teman itu. Tapi, situasinya memang harus seperti itu. Mau bekerja di bidang lain, atau mau mencari karir, bagi mereka sangat sulit karena banyak yang tidak bersekolah.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/