26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Poldasu Didesak Usut Tuntas Pembuangan Bangkai Ikan ke Danau Toba, Komisi X : Tak Ada Deking-dekingan

BANGKAI IKAN:
Holmes Hutapea mengangkat karung berisi bangkai ikan yang diduga kuat ditenggelamkan PT AN ke dasar Danau Toba, beberapa hari lalu.

TOBASA, SUMUTPOS.CO – Pembuangan limbah ikan yang diduga dilakukan PT Aquafarm Nusantara dikhawatirkan dapat merusak destinasi wisata Danau Toba. Karenanya, Kepolisian Daerah (Polda) Sumut didesak untuk mengusut tuntas pembuang bangkai ikan tersebut dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.

KETUA Komisi X DPR RI, Joko Udjianto mengaku prihatin atas pencemaran yang terjadi di Danau Toba. Karenanya, dia mendesak Polda Sumut untuk melakukan penyelidikan secara serius dan menindak para pelakunya. “Tentunya kita meminta aparat kepolisian memproses secara hukum. Apakah ia membuang limbah ikan sehingga pencemaran itu terjadi. Tentunya kita serahkan kepada ranah hukum. Itu harus dilakukan (penyeledikan),” kata Joko saat melakukan kunjungan kerja di Universitas Negeri Medan (Unimed), Selasa (29/1) pagi.

Politisi Partai Demokrat itu mengaku, pernah berbincang dengan Menteri Pariwisata, Arief Yahya terkait destinasi wisata Danau Toba. Ketika itu, Joko berpesan kepada Arief, jangan sampai destinasi wisata Danau Toban

dan tempat lainnya tercemar dan dirusak dengan limbah dari perusahaan yang tidak bertanggungjawab. “Jangan sampai ada tangan-tangan kotor yang merusak destinasi pariwisata ini,” sebut Joko.

Ketua Komisi yang membidangi Pariwisata ini mengaku akan memantau kinerja Polda Sumut dalam menangani kasus pencemaran air danau terbesar di Asia itu. Menurutnya, Kepolisian harus bisa memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan contoh agar alam wisata yang dimiliki dapat terjaga dan dirawat bersama. “Tidak ada deking-dekingan di sini, penyelidikan harus secara terbukaan. Siapa yang mendekingi?” tegas Joko.

Ia menilai, Danau Toba merupakan destinasi prioritas di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dengan begitu, apa yang terjadi di Danau Toba termasuk pencemaran airnya harus menjadi perhatian pemerintah dan segera dilakukan penanganan hukum secara prioritas. “Danau Toba merupakan destinasi yang sudah lama. Saya yakin sudah terbiasa menerima turis. Tidak ada alasan orang datang ke Danau Toba tidak senang. Pasti senang komentarnya. Danau Toba indah dan indah sekali serta menjadi pariwisata prioritas,” tandasnya.

Hal senada disampaikan anggota DPRD Sumut Nezar Djoeli. Dia juga mendesak Polda Sumut menindaklanjuti hasil investigasi DLH Sumut atas pencemaran lingkungan di perairan Danau Toba yang diduga dilakukan PT Aquafarm Nusantara. “Jika memang terbukti dan jelas melanggar sesuai UU 32/2014, laporkan ke pemerintah pusat dan cabut seluruh izin-izin operasionalnya,” kata Nezar Djoeli kepada Sumut Pos, Selasa (29/1).

Berdasarkan UU 32/2014, kata Nezar, oknum-oknum yang terlibat nantinya selain mendapat sanksi pidana, juga dikenakan denda mulai dari Rp500 juta sampai Rp2 miliar atau dua tahun kurungan penjara. “Investigasi DLH Sumut harus disampaikan ke publik, sehingga insiden ini menjadi terang. Dan terpenting jika terbukti bersalah, maka harus dilakukan penindakan tegas,” katanya.

Politisi Partai NasDem ini menambahkan, peristiwa ini tentu sangat mengecewakan, sebab Danau Toba merupakan salah satu destinasi wisata internasional. Namun sayangnya masih ada saja oknum-oknum tak bertanggungjawab malah membuang limbah ke dasar danau. “Polisi menurut kami juga harus segera menginvestigasi hasil temuan dari DLH Sumut itu,” katanya.

Di samping itu, ia berpesan kepada para investor di Sumut terutama yang beroperasi di kawasan Danau Toba, kiranya jangan lagi coba-coba membuang limbah apapun ke danau tersebut, terlebih sampai membuat pencemaran lingkungan dan air Danau Toba. “Kalau terbukti PT Aquafarm Nusantara yang melakukan pembuangan ikan-ikan mati tersebut, maka ini menjadi peristiwa memalukan selaku investor atau perusahaan yang telah berinvestasi di Sumut,” katanya.

Kesadaran lain mesti timbul dari pegiat-pegiat pariwisata di Sumut terutama Danau Toba, untuk mencari tahu penyebab peristiwa ini terjadi ke perusahaan yang diduga telah mencemari danau terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo mengaku sangat terganggu dengan bangkai ikan yang dibenamkan di dasar Danau Toba yang ditemukan baru-baru ini. Arie mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Bupati Toba Samosir. Ia bersama tim dari Kemenko Maritim juga turun ke lokasi tempat bangkai ikan ditemukan.

“Aquafarm di Sirungkungan memang perlu perhatian bersama untuk menjaga kualitas air Danau Toba,” ujar Arie usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Sumut, di gedung dewan, Senin (28/1).

Selanjutnya, ungkapnya, perlu dikaji lagi apakah lokasi Aquafarm melakukan usaha budi daya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) sudah tepat di tempat tersebut (Sirungkungan). Juga apakah cara operasionalnya sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Dampak pencemarannya harus lebih terkontrol. “Kita menunggu petunjuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tindakan selanjutnya, kami nanti akan koordinasi dengan mereka,” tegas Arie.

Dia juga mengungkapkan, pada April mendatang, pihaknya akan memulai penertiban keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba. Selama ini, KJA dipakai sebagai alat usaha budi daya ikan oleh sejumlah perusahaan, seperti PT Aquafarm Nusantara, PT Suri Tani Pemuka dan warga setempat.

Kata Arie, penertiban KJA dilakukan bersama dengan Kemenko Maritim dan pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Oleh Kemenko, beberapa waktu lalu sebagai lembaga independen LIPI diminta melakukan penelitian tentang usaha KJA yang saat ini memenuhi perairan Danau Toba.

“Penelitian dari LIPI itu kami kira bagus, data-data dari mereka jadi dasar action plan kita nanti,” ujar Arie.

Ungkapnya, hasil penelitian LIPI tidak berbicara soal zero KJA atau pemberlakuan zonasi. Tetapi ada strategi spesifik sebagai usaha mengurangi dampaknya. Di antara lokasi-lokasi di perairan Danau Toba yang dijadikan tempat berusaha KJA, sudah teridentifikasi beberapa titik yang over capacity (berlebih), ditinjau dari kemampuan lingkungan. “Untuk meng-handle yang sudah over capacity perlu segera dilakukan pengurangan,” tegasnya.

Dari beberapa daerah di perairan Danau Toba yang jumlah KJA-nya sudah melebihi kapasitas lingkungan, sesuai dengan penelitian LIPI, Arie menyatakan, di antaranya adalah Haranggaol. Agar dampak buruknya tidak melebar, maka harus dilakukan pengurangan.

Dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dilaksanakan World Bank, dia menyebutkan LIPI lebih spesifik. LIPI menegaskan daerah mana saja yang KJA-nya harus dikurangi dan berapa banyak.

“Nanti arahnya akan k esana, Danau Toba menjadi zero KJA,” tandas Arie.

Sebelumnya, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) telah membuat pengaduan ke Polda Sumut tentang dugaan pencemaran lingkungan di Danau Toba yang diduga dilakoni PT Aquafarm Nusantara pada 2017 lalu. “Sudah dua tahun berlalu, tapi tak ada hasil. Kini kejadian lagi, tanggal 24 Januari kemarin,” ungkap Ketua Tim Litigasi YPDT, Robert Paruhum Siahaan di halaman Ditreskrimsus Polda Sumut, Senin (28/1).

Robert mengaku sudah melakukan laporan ke Polda Sumut pada 23 Januari 2017 ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) di Jakarta pada Rabu 19 Juli 2017 dengan Laporan Polisi Nomor 706/VII/2017/Bareskrim. Kepolisian melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus. “Itulah kenapa sekarang kami datang ke sini untuk mempertanyakan kenapa laporan kami tidak diindahkan,” ujarnya.

Saat itu, katanya, Polda Sumut cuma melakukan pemanggilan sekali kepada pelapor untuk meminta keterangan terkait dugaan pencemaran air Danau Toba oleh PT Aquafarm Nusantara (anak perusahaan Regal Springs dari Swiss) dan PT Suri Tani Pemuka (anak perusahan Japfa Comfeed) pada Senin (21/8/2017) dan selanjutnya belum ada perkembangan lebih lanjut terkait laporan tersebut.

Selain itu juga, akunya, pada pertengahan 2018 silam masyarakat Sirungkungon yang dimotori Arimo Manurung dan kawan-kawan telah melaporkan kasus PT AN ke Polres Tobasa. “Namun tidak ada progres dan perusahaan tetap saja beroperasi dan melanjutkan kejahatan di bidang ingkungan hidup,” katanya.

Sekali lagi dikatakan Robert, apa yang diduga dilakukan PT AN itu merupakan dugaan pidana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dan/atau Pasal 99 UU No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 15 ayat (l) huruf C UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan yang dilakukan oleh PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka.

Sementara itu, humas PT Aquafarm Nusantaran yang berada di Danau Toba Jonson Hutajulu saat dihubungi melalui selularnya, Senin (28/1) sekitar pukul 14.14 WIB menyatakan kalau dirinya tidak ada kapasitas untuk menjawab hal tersebut. “Langsung saja Abang hubungi Pak Afrizal humasnya. Karena satu pintu. Saya hanya humas di sekitar Danau Toba,” katanya.

Kemudian wartawan mencoba menghubungi Afrizal, namun yang bersangkutan tidak mengangkat dan membalas telepon. Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan ulang terkait laporan tersebut. “Inikan laporan lama, kalau tidak salah tahun 2017 silam. Nanti akan saya telusuri dulu sudah sampai mana dan sejauh mana penelusuran terkait laporan ini,” katanya.

Yang pasti, sambung orang nomor satu di DitKrimsus Polda Sumut ini, kalau ada delik, pasti akan diproses sesuai hukum yang berlaku. (gus/prn/dvs)

BANGKAI IKAN:
Holmes Hutapea mengangkat karung berisi bangkai ikan yang diduga kuat ditenggelamkan PT AN ke dasar Danau Toba, beberapa hari lalu.

TOBASA, SUMUTPOS.CO – Pembuangan limbah ikan yang diduga dilakukan PT Aquafarm Nusantara dikhawatirkan dapat merusak destinasi wisata Danau Toba. Karenanya, Kepolisian Daerah (Polda) Sumut didesak untuk mengusut tuntas pembuang bangkai ikan tersebut dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.

KETUA Komisi X DPR RI, Joko Udjianto mengaku prihatin atas pencemaran yang terjadi di Danau Toba. Karenanya, dia mendesak Polda Sumut untuk melakukan penyelidikan secara serius dan menindak para pelakunya. “Tentunya kita meminta aparat kepolisian memproses secara hukum. Apakah ia membuang limbah ikan sehingga pencemaran itu terjadi. Tentunya kita serahkan kepada ranah hukum. Itu harus dilakukan (penyeledikan),” kata Joko saat melakukan kunjungan kerja di Universitas Negeri Medan (Unimed), Selasa (29/1) pagi.

Politisi Partai Demokrat itu mengaku, pernah berbincang dengan Menteri Pariwisata, Arief Yahya terkait destinasi wisata Danau Toba. Ketika itu, Joko berpesan kepada Arief, jangan sampai destinasi wisata Danau Toban

dan tempat lainnya tercemar dan dirusak dengan limbah dari perusahaan yang tidak bertanggungjawab. “Jangan sampai ada tangan-tangan kotor yang merusak destinasi pariwisata ini,” sebut Joko.

Ketua Komisi yang membidangi Pariwisata ini mengaku akan memantau kinerja Polda Sumut dalam menangani kasus pencemaran air danau terbesar di Asia itu. Menurutnya, Kepolisian harus bisa memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan contoh agar alam wisata yang dimiliki dapat terjaga dan dirawat bersama. “Tidak ada deking-dekingan di sini, penyelidikan harus secara terbukaan. Siapa yang mendekingi?” tegas Joko.

Ia menilai, Danau Toba merupakan destinasi prioritas di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dengan begitu, apa yang terjadi di Danau Toba termasuk pencemaran airnya harus menjadi perhatian pemerintah dan segera dilakukan penanganan hukum secara prioritas. “Danau Toba merupakan destinasi yang sudah lama. Saya yakin sudah terbiasa menerima turis. Tidak ada alasan orang datang ke Danau Toba tidak senang. Pasti senang komentarnya. Danau Toba indah dan indah sekali serta menjadi pariwisata prioritas,” tandasnya.

Hal senada disampaikan anggota DPRD Sumut Nezar Djoeli. Dia juga mendesak Polda Sumut menindaklanjuti hasil investigasi DLH Sumut atas pencemaran lingkungan di perairan Danau Toba yang diduga dilakukan PT Aquafarm Nusantara. “Jika memang terbukti dan jelas melanggar sesuai UU 32/2014, laporkan ke pemerintah pusat dan cabut seluruh izin-izin operasionalnya,” kata Nezar Djoeli kepada Sumut Pos, Selasa (29/1).

Berdasarkan UU 32/2014, kata Nezar, oknum-oknum yang terlibat nantinya selain mendapat sanksi pidana, juga dikenakan denda mulai dari Rp500 juta sampai Rp2 miliar atau dua tahun kurungan penjara. “Investigasi DLH Sumut harus disampaikan ke publik, sehingga insiden ini menjadi terang. Dan terpenting jika terbukti bersalah, maka harus dilakukan penindakan tegas,” katanya.

Politisi Partai NasDem ini menambahkan, peristiwa ini tentu sangat mengecewakan, sebab Danau Toba merupakan salah satu destinasi wisata internasional. Namun sayangnya masih ada saja oknum-oknum tak bertanggungjawab malah membuang limbah ke dasar danau. “Polisi menurut kami juga harus segera menginvestigasi hasil temuan dari DLH Sumut itu,” katanya.

Di samping itu, ia berpesan kepada para investor di Sumut terutama yang beroperasi di kawasan Danau Toba, kiranya jangan lagi coba-coba membuang limbah apapun ke danau tersebut, terlebih sampai membuat pencemaran lingkungan dan air Danau Toba. “Kalau terbukti PT Aquafarm Nusantara yang melakukan pembuangan ikan-ikan mati tersebut, maka ini menjadi peristiwa memalukan selaku investor atau perusahaan yang telah berinvestasi di Sumut,” katanya.

Kesadaran lain mesti timbul dari pegiat-pegiat pariwisata di Sumut terutama Danau Toba, untuk mencari tahu penyebab peristiwa ini terjadi ke perusahaan yang diduga telah mencemari danau terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo mengaku sangat terganggu dengan bangkai ikan yang dibenamkan di dasar Danau Toba yang ditemukan baru-baru ini. Arie mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Bupati Toba Samosir. Ia bersama tim dari Kemenko Maritim juga turun ke lokasi tempat bangkai ikan ditemukan.

“Aquafarm di Sirungkungan memang perlu perhatian bersama untuk menjaga kualitas air Danau Toba,” ujar Arie usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Sumut, di gedung dewan, Senin (28/1).

Selanjutnya, ungkapnya, perlu dikaji lagi apakah lokasi Aquafarm melakukan usaha budi daya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) sudah tepat di tempat tersebut (Sirungkungan). Juga apakah cara operasionalnya sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Dampak pencemarannya harus lebih terkontrol. “Kita menunggu petunjuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tindakan selanjutnya, kami nanti akan koordinasi dengan mereka,” tegas Arie.

Dia juga mengungkapkan, pada April mendatang, pihaknya akan memulai penertiban keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba. Selama ini, KJA dipakai sebagai alat usaha budi daya ikan oleh sejumlah perusahaan, seperti PT Aquafarm Nusantara, PT Suri Tani Pemuka dan warga setempat.

Kata Arie, penertiban KJA dilakukan bersama dengan Kemenko Maritim dan pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Oleh Kemenko, beberapa waktu lalu sebagai lembaga independen LIPI diminta melakukan penelitian tentang usaha KJA yang saat ini memenuhi perairan Danau Toba.

“Penelitian dari LIPI itu kami kira bagus, data-data dari mereka jadi dasar action plan kita nanti,” ujar Arie.

Ungkapnya, hasil penelitian LIPI tidak berbicara soal zero KJA atau pemberlakuan zonasi. Tetapi ada strategi spesifik sebagai usaha mengurangi dampaknya. Di antara lokasi-lokasi di perairan Danau Toba yang dijadikan tempat berusaha KJA, sudah teridentifikasi beberapa titik yang over capacity (berlebih), ditinjau dari kemampuan lingkungan. “Untuk meng-handle yang sudah over capacity perlu segera dilakukan pengurangan,” tegasnya.

Dari beberapa daerah di perairan Danau Toba yang jumlah KJA-nya sudah melebihi kapasitas lingkungan, sesuai dengan penelitian LIPI, Arie menyatakan, di antaranya adalah Haranggaol. Agar dampak buruknya tidak melebar, maka harus dilakukan pengurangan.

Dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dilaksanakan World Bank, dia menyebutkan LIPI lebih spesifik. LIPI menegaskan daerah mana saja yang KJA-nya harus dikurangi dan berapa banyak.

“Nanti arahnya akan k esana, Danau Toba menjadi zero KJA,” tandas Arie.

Sebelumnya, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) telah membuat pengaduan ke Polda Sumut tentang dugaan pencemaran lingkungan di Danau Toba yang diduga dilakoni PT Aquafarm Nusantara pada 2017 lalu. “Sudah dua tahun berlalu, tapi tak ada hasil. Kini kejadian lagi, tanggal 24 Januari kemarin,” ungkap Ketua Tim Litigasi YPDT, Robert Paruhum Siahaan di halaman Ditreskrimsus Polda Sumut, Senin (28/1).

Robert mengaku sudah melakukan laporan ke Polda Sumut pada 23 Januari 2017 ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) di Jakarta pada Rabu 19 Juli 2017 dengan Laporan Polisi Nomor 706/VII/2017/Bareskrim. Kepolisian melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus. “Itulah kenapa sekarang kami datang ke sini untuk mempertanyakan kenapa laporan kami tidak diindahkan,” ujarnya.

Saat itu, katanya, Polda Sumut cuma melakukan pemanggilan sekali kepada pelapor untuk meminta keterangan terkait dugaan pencemaran air Danau Toba oleh PT Aquafarm Nusantara (anak perusahaan Regal Springs dari Swiss) dan PT Suri Tani Pemuka (anak perusahan Japfa Comfeed) pada Senin (21/8/2017) dan selanjutnya belum ada perkembangan lebih lanjut terkait laporan tersebut.

Selain itu juga, akunya, pada pertengahan 2018 silam masyarakat Sirungkungon yang dimotori Arimo Manurung dan kawan-kawan telah melaporkan kasus PT AN ke Polres Tobasa. “Namun tidak ada progres dan perusahaan tetap saja beroperasi dan melanjutkan kejahatan di bidang ingkungan hidup,” katanya.

Sekali lagi dikatakan Robert, apa yang diduga dilakukan PT AN itu merupakan dugaan pidana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dan/atau Pasal 99 UU No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 15 ayat (l) huruf C UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan yang dilakukan oleh PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka.

Sementara itu, humas PT Aquafarm Nusantaran yang berada di Danau Toba Jonson Hutajulu saat dihubungi melalui selularnya, Senin (28/1) sekitar pukul 14.14 WIB menyatakan kalau dirinya tidak ada kapasitas untuk menjawab hal tersebut. “Langsung saja Abang hubungi Pak Afrizal humasnya. Karena satu pintu. Saya hanya humas di sekitar Danau Toba,” katanya.

Kemudian wartawan mencoba menghubungi Afrizal, namun yang bersangkutan tidak mengangkat dan membalas telepon. Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan ulang terkait laporan tersebut. “Inikan laporan lama, kalau tidak salah tahun 2017 silam. Nanti akan saya telusuri dulu sudah sampai mana dan sejauh mana penelusuran terkait laporan ini,” katanya.

Yang pasti, sambung orang nomor satu di DitKrimsus Polda Sumut ini, kalau ada delik, pasti akan diproses sesuai hukum yang berlaku. (gus/prn/dvs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/