JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Awal puasa Ramadan 1443 H diperkirakan tidak serentak. Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April, sedangkan pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) sangat mungkin mengawali puasa pada 3 April. Potensi perbedaan seperti itu diprediksi juga terjadi pada penetapan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Potensi perbedaan awal Ramadan, 1 Syawal, dan Idul Adha tersebut disampaikan Guru Besar Astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin dalam webinar yang diadakan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) dan LPBKI MUI di Jakarta. ’’Dengan wujudul hilal 1 April itu sudah wujud,’’ katanya. Dengan demikian, ormas keagamaan yang menggunakan acuan wujudul hilal bakal mulai berpuasa 2 April.
Sementara itu, bagi ormas keagamaan yang menggunakan rukyat, pada 1 April hilal belum bisa dirukyat atau diamati. Karena itu, 1 Ramadan 1443 H jatuh pada 3 April. ’’Secara rukyat, tidak mungkin terjadi rukyat (pada 1 April) sehingga awal Ramadan ini akan terjadi perbedaan,’’ jelas mantan kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu.
Begitu pula 1 Syawal, Thomas mengatakan, dengan kriteria wujudul hilal, Lebaran jatuh pada 2 Mei. Namun, dia menjelaskan bahwa ada potensi hilal tidak bisa dirukyat pada 30 April. Dengan demikian, 1 Syawal 1443 H bagi yang berpatokan terhadap rukyat bisa jatuh pada 3 Mei. ’’Kecuali nanti di wilayah Sumatera ada yang bisa rukyat (hilal), Lebaran 2 Mei,’’ katanya.
Demikian pula penetapan awal Zulhijah sebagai patokan Idul Adha (10 Zulhijah). ’’Perlu disampaikan, dengan perbedaan kriteria tersebut, keputusan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah ada potensi perbedaan,’’ ujar Thomas.
Wakil Ketua Umum MUI Marsudi Syuhud menuturkan, perbedaan adalah hal biasa. Sehingga, tak perlu dijadikan sebuah polemik. Sebab masing-masing metode yang digunakan memiliki landasan masing-masing. “Ilmu penentuan kalender ini sangat penting, karena sangat berpengaruh untuk menentukan kapan dimulainya ibadah Ramadan,” katanya.
Bahkan, kata dia, Kemenag sampai hari ini selalu menyatukan perbedaan-perbedaan dalam penentuan Ramadan dengan diadakannya sidang isbat. Dalam kesempatan yang sama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan menyampaikan perbedaan dalam pendekatan hisab dan rukyat itu sebuah keniscayaan. “Di satu sisi untuk memahami dan sebagai bentuk toleransi,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Bina Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengimbau umat Islam saling menghargai bila awal Ramadan 1443 Hijriah tahun ini tak serentak antara pemerintah dan Muhammadiyah. Hal itu ia sampaikan merespons prediksi dari Badan Riset Nasional (BRIN) yang mengatakan 1 Ramadan 1443 H dari pemerintah akan berbeda dengan Muhammadiyah.”Kalaupun terjadi perbedaan, kita berharap kita tetap bisa saling memahami dan menghargai,” kata Kamaruddin, Jumat (25/3).
Kamaruddin tak menampik perbedaan awal Ramadan bisa terjadi. Namun, Ia tak mau berspekulasi lebih lanjut terkait hal tersebut. Sebab, Kemenag harus menunggu sidang isbat penentuan awal Ramadan 1443 yang digelar pada 1 April 2022. “Sidang itu nanti akan dipimpin langsung oleh Menteri Agama dan akan dihadiri oleh MUI dan ormas-ormas Islam yang lain,” kata Kamaruddin.
Sidang Isbat Awal Ramadan Digelar 1 April
Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat, penetapan 1 Ramadan 1443 Hijriah pada Jumat, 1 April 2022 petang. Isbat akan didahului dengan Seminar Pemaparan Posisi Hilal oleh Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib mengatakan, sidang Isbat akan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal. Secara hisab, semua sistem sepakat bahwa ijtimak menjelang Ramadan jatuh pada 1 April 2022 atau bertepatan dengan 29 Syakban 1443 Hijriah sekitar pukul 13.24 WIB.
“Pada hari rukyat, 29 Syakban 1443 H, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, berkisar antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit,” kata Adib di Jakarta, Jumat (25/3). Untuk menentukan awal Ramadan 1443 Hijriah masih menunggu hasil rukyatul (pemantauan) hilal. Total ada 101 lokasi yang dijadikan titik rukyatul hilal di seluruh Indonesia.
“Rukyatul hilal tersebut akan dilaksanakan oleh Kanwil Kementerian Agama dan Kemenag Kabupaten/Kota, bekerjasama dengan Peradilan Agama dan Ormas Islam serta instansi lain, di daerah setempat. Hasil rukyatul hilal yang dilakukan ini selanjutnya akan dilaporkan sebagai bahan pertimbangan Sidang Isbat Awal Ramadan 1443 H,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Subdit Hisab Rukyat dan Syariah Ismail Fahmi menambahkan, sidang isbat akan dihadiri sejumlah Duta Besar Negara Sahabat, Komisi VIII DPR RI, Mahkamah Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Planetarium, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Lembaga dan instansi terkait, Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.
“Sidang akan digelar secara hybrid, yakni daring dan luring. Sebagian peserta hadir di lokasi acara, sebagian mengikuti secara online melalui zoom,” ujarnya.
Kesiapan Jalur Mudik di Jalan Tol dan Jalan Nasional
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan kesiapan jalan tol dan jalan nasional di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan jelang masa mudik lebaran tahun 2022. Persiapan kemantapan jalan tersebut dilakukan guna mengantisipasi kemungkinan tidak kembali diberlakukannya pembatasan perjalanan selama pandemi Covid-19.
Direktur Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah II Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Thomas Setiabudi Aden mengatakan, kesiapan Jalan Nasional selalu dijaga kondisinya untuk melayani masyarakat.”Khususnya pada hari-hari istimewa yang menimbulkan pergerakan barang dan jasa lebih besar dari biasanya seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru,” ujar dia dalam keterangannya, Jumat (25/3).
Adapun, kesiapan ruas jalan nasional, antara lain: Pulau Jawa (5.026 km). Yakni, Lintas Utara Jawa sepanjang 1.341,04 km (93,49 persen); Lintas Tengah Jawa sepanjang 1.197,33 km (mantap 95,7 persen); Lintas Selatan Jawa sepanjang 888,47 km (94,95 persen) dan Pantai Selatan dan sepanjang Jawa 1.599,28 km (92,8 persen).
Untuk Pulau Bali (363,3 km) yakni, Jalan Lintas Utara 200,8 km (99,64 persen)b) Jalan Lintas Selatan 162,5 km (98,84 persen). Sedangkan untuk Pulau Sumatera (7.918 km), yakni, Jalan Lintas Barat sepanjang 2.562 km (95,6 persen); Jalan Lintas Timur sepanjang 3.019 km (96,82 persen) serta Jalan Lintas Tengah sepanjang 2.338 km (96,3 persen).
Kemudian, Pulau Sumatera. Jalan Tol Trans Sumatera yang operasional sepanjang 673 km, yakni; Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140 km; Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung sepanjang 189 km; Kayu Agung-Palembang-Betung (Kayu Agung-SS Kramasan) sepanjang 38 km; Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi sepanjang 62 km; Belawan-Medan-Tanjung Morawa sepanjang 43 km; Palembang-Indralaya sepanjang 22 km; Pekanbaru-Dumai sepanjang 132 km; Medan-Binjai sepanjang 18 km; Binjai-Stabat sepanjang 11,8 km; Sigli-Banda Aceh-Sigli Seksi 3 Jantho-Indrapuri (16 km) serta Seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (14 km).
Selanjutnya, Pulau Kalimantan (6.556,4 km) yakni; Jalan Lintas Utara 1.557,4 km (92,15 persen); Jalan Lintas Tengah 1.684 km (67,71 persen) serta Jalan Lintas Selatan 3.315 km (91,99 persen).
Sedangka Pulau Jawa dan Bali untuk kesiapan jalan tol yakni; Jalan Tol Trans Jawa operasional sepanjang 1.629 km; Jalan Tol Bali-Mandara operasional sepanjang 10,07 km serta Jalan Batas Kota Singaraja-Mengwitani sepanjang 3,5 km.
Lalu, Pulau Kalimantan dan Sulawesi yakni; Balikpapan-Samarinda sepanjang 97,3 km; Manado-Bitung sepanjang 39,8 km; Ujung Pandang/Makassar Seksi 1-3 sepanjang 10,1 km serta Ujung Pandang/Makassar Seksi 4 sepanjang 11,6 km. (jpc)