SUMUTPOS.CO – Setiap tanggal 17 Agustus, merupakan hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada momen peringatan HUT Republik Indonesia tahun 2024 ini, sebagai rakyat yang menghargai dan meneladani jasa para pahlawan adalah wajib dilakukan. Sebagai bentuk penghargaan dan mengenang jasa para pejuang kemerdekaan itu, Pemerintah Republik Indonesia pun memberikan penghargaan tertinggi sebagai Pahlawan Nasional.
Nah dari beberapa para Pahlawan Nasional tersebut, terdapat di antaranya berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Terbaru berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 190 pria dan 16 wanita telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Pada tahun 2023, Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional kepada Ida Dewa Agung Jambe, Bataha Santiago, M Tabrani, Ratu Kalinyamat, Abdul Chalim dan Ahmad Hanafiah.
Tapi kali ini, kita hanya membahas sosok Pahlawan Nasional yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara, dan bagaimana perjuangannya dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Sisingamangaraja XII
Pejuang yang bernama lengkap Patuan Bosar Sinambela ginoar Ompu Pulo Batu. Ia adalah seorang raja di Negeri Toba, dan ikut berperang melawan Belanda. Ia diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
Sisingamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907. Kala itu, Ia disergap oleh sekelompok anggota Korps Marsose, sebuah pasukan khusus Belanda. Penyergapan tersebut dipimpin oleh Hans Christoffel di kawasan Sungai Aek Sibulbulon, di suatu desa bernama Si Onom Hudon, di perbatasan Humbang dengan Dairi. Sisingamangaraja XII menghadapi pasukan Korps Marsose sambil memegang senjata Piso Gaja Dompak.
Kopral Souhoka, seorang penembak jitu pasukan Marsose mendaratkan tembakan ke bagian kepala Sisingamangaraja XII tepat di bawah telinganya hingga meninggal dunia. Semula, ia dimakamkan di Tarutung, Tapanuli Utara, kemdian dipindahkan ke Soposurung, Balige, Toba pada tahun 1953.
Oleh Pemerintah Indonesia, selain memberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Untuk mengenang jasa Sisingamangaraha XII didirikan tugu di antaranyaa Markas Sisingamangaraja di Parlilitan, Humbang Hasundutan dan begitu juga Monumen Sisingamangaraja XII di Medan.
2. Letjen Djamin Ginting
Pahlawan yang lahir di Tanah Karo ini merupakan pahlawan kemerdekaan yang menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo dan menjadi petinggi TNI yang berhasil menumpas pemberontakan di Medan pada April tahun 1958. Djamin Ginting meninggal pada 23 Oktober 1974, di Ottawa, Kanada. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014.
Selain penghargaan itu, untuk mengenang jasa-jasanya juga di Sumatera Utara, nama Letnan Jenderal Jamin Ginting diabadikan menjadi nama ruas jalan sepanjang 80 kilometer yang membentang dari Kota Medan hingga Kabupaten Karo. Ruas jalan tersebut diberi nama sebagai Jalan Jamin Ginting oleh Wali Kota Medan, Agus Salim Rangkuti. Kemudian, Pemerintah Kota Medan juga membangun Patung Jamin Ginting yang terletak di kilometer nol Jalan Jamin Ginting di Kota Medan.
3. Tahi Bonar Simatupang
Pahlawan Nasional ini berpangkat Letnan Jenderal TNI (Purn) lahir di Sidikalang pada 28 Januari 1920. Dalam karirnya, jenderal yan akrab disapa TB Simatupang ini pernah sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) pada saat Presiden Soekarno.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, Bonar bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dan kemudian turut bergerilya bersama Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman melawan pasukan Belanda yang berniat menguasai kembali bekas koloninya.
Dalam kedudukannya tersebut, Bonar ikut mewakili TNI dalam delegasi Republik Indonesia menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Negeri Belanda. Misi utama mereka adalah mendesak Belanda menghapus KNIL, dan menjadikan TNI sebagai inti kekuatan tentara Indonesia.
T.B. Simatupang meninggal dunia pada tahun 1990 di Jakarta, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada T.B. Simatupang. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan hingga Cipayung, Jakarta Timur.
Sedangkan di Kota Medan, Namanya juga dijadikan salah satu ruas jalan yakni, Jalan TB Simatupang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan.
Oleh Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan atas jasa-jasanya, pada 19 Desember 2016 lalu mengabadikannya di pecahan uang logam rupiah pecahan Rp500.
4. Mayjen D.I. Panjaitan
Donald Izacus Pandjaitan lahir pada 9 Jui 1925. Mayjen DI Panjaitan merupakan salah satu pahlawan revolusi Indonesia, yang gugur dalam pembantaian Gerakan 30 September 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Semasa hidupnya, berbagai jabatan di kemiliteran pernah didudukinya.
Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, DI Panjaitan berhasil membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Dari situ diketahui, bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung CONEFO (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan untuk mempersenjatai angkatan kelima yang terdiri dari para buruh dan petani.
Pada 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal TNI pun meninggal dunia dalam pembantaian oleh G 30 S PKI. Almarhumn pun merupakan salah satu Pahlawan Revolusi Indonesia yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta.
Berkat perjuangannya tersebut, pemerintah Indonesia menobatkannya sebagai Pahlawan Nasional pada 5 Oktober 1965. Nama Mayjen DI Panjaitan pun diabadikan dibeberapa ruas jalan baik di tingkat Kabupaten, Kota di Indonesia.
5. Dr. Ferdinand Lumban Tobing
Dr F.L. Tobing, juga salah satu Pahlawan Nasional asal Sumatera Utara. Ia lahir pada 19 Februari 1899 di Sibuluan, Tapanuli Tengah. Dalam karirnya, FL Tobing pernah menjabat beberapa posisi penting di pemerintahan, seperti Menteri Penerangan, Menteri Hubungan Antar Daerah, Mentri Transmigrasi, Menteri Kesehatan, bahkan penah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Di awal masa kemerdekaan, Dr. F.L. Tobing diangkat menjadi Residen Tapanuli, sejak Oktober 1945. Namun, Pemerintah Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Mereka berusaha kembali merebut kemerdekaan Indonesia dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I dan II. Pada awal revolusi, Dr. F.L. Tobing berperan aktif mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya, pada Agresi Militer Belanda II, Dr. Ferdinand kemudian diangkat menjadi Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. la pun memimpin perjuangan gerilya di hutan dan gunung.
Lulusan dari kedokteran STOVIA ini pun meninggal dunia pada 7 Oktober 1962 di Jakarta, dan dimakamkan di Desa Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Berkat jasa-jasanya tersebut, namanya pun diabadikan di sebuah Rumah Sakit Umum di Sibolga dan bandar udara di Pinangsori, Tapanuli Tengah. Tak hanya itu saja, di beberapa Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Namanya juga diabadikan dengan nama jalan FL Tobing.
6. KH. Zainul Arifin
Zainul Arifin lahir sebagai anak tunggal dari pasangan raja Barus, Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan. Ia lahir pada 2 September 1909 di di Barus, Tapsel, Provinsi Sumatera Utara. Semasa hidupnya, ia pun aktif sebagai aktivis keagamaan dan juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR).
Selama era pendudukan militer Jepang, Zainul Arifin ikut mewakili NU dalam kepengurusan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan terlibat dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah. Namun pada 2 Maret 1963, Zainul Arifin terbunuh akibat upaya pembunuhan pemberontak DI/TII, yang kala itu tengah Salat Idul Adha di samping Presiden Soekarno.
Sebenarnya, Presiden Soekarno lah yang menjadi target pembunuhan. Setahun setelah penembakan tersebut, ia menghembuskan nafas terakhirnya dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 4 Maret 1963. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Untuk mengenang jasa-jasanya juga, nama Zainul Arifin juga diabadikan dengan nama ruas Jalan Zainul Arifin, salah satunya ada di Kota Medan hingga saat ini.
7. Jenderal Besar AH. Nasution
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution (AH. Nasution). Ia lahir di Kotanopan pada 3 Desember 1918. Selain berkaya di Miiter, jenderal berpangkat tinggi ini juga pernah menjabat sebagai Ketua MPRS pada era Presiden Soeharto, Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Pada tanggal 6 September 2000, AH Nasution meninggal dunia karena menderita stroke. Jenderal Besar ini juga merupakan salah satu target dalam Gerakan 30 September, namun selamat dengan cara melompar pagar rumahnya yang sudah dikepung pasukan Cakrabirawa. Bersama Soeharto dan Soedirman, Nasution menerima pangkat kehormatan Jenderal Besar yang dianugerahkan pada tanggal 5 Oktober 1997, saat ulang tahun ABRI. Dan pada 6 Novemver 2002, Jenderal AH Nasution diberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
AH Nasution juga merupakan konseptor Dwifungsi ABRI yang disampaikan pada tahun 1958, yang kemudian diadopsi selama pemerintahan Soeharto. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di bawah kendali sipil, tetapi pada saat yang sama tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer.
Seperti Pahlawan Nasional lainnya, nama AH Nasution pun juga dijadikan salah satu ruas jalan dengan nama Jalan AH Nasution, baik di beberapa Kabupaten, Kota dan lainnya.(bbs/han)