26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Komdis Dinilai Kurang Tegas

ketua komdis  PSSI Hinca Panjaitan
ketua komdis PSSI Hinca Panjaitan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komdis memang telah usai melakukan investigasi terkait kasus sepakbola gajah antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang. Sejauh ini, Komdis hanya bisa memutus sanksi terhadap pelaku dan mereka yang terlibat dalam kasus sepakbola gajah tersebut.

Sepak bola gajah diperagakan oleh PSS dan PSIS dalam lanjutan delapan besar di Lapangan AAU Sasana Krida, Sleman, Jogja, 26 Oktober lalu. Saat itu, pertandingan berakhir dengan skor 3-2 untuk PSS, dengan seluruh gol dicetak melalui bunuh diri pemain kedua tim .

Ketua Komdis Hinca Panjaitan menjelaskan jika mereka telah menyelesaikan penyelidikan terkait kasus di lingkup sepak bolanya. “Kami belum menghentikan investigasi yang terjadi di luar stadion. Tapi, aspek sepakbolanya telah selesai. Ingat, ini belum yang lain, di luar lapangan,” katanya dalam jumpa pers usai sidang di kantor PSSI, tadi malam.

Namun, masalah di luar lapangan menurut dia bukan lagi menjadi wilayah Komdis. Tapi, menjadi wilayah departemen integritas PSSI. Departemen tersebut juga diketuai oleh Hinca dan akan melakukan investigasi lanjutan.

“Karena itu, perangkat pertandingan tidak boleh memimpin sampai investigasi selesai. Kapan? Hingga waktu yang yang tak ditentukan,” jelasnya.

Dari sidang tersebut, Komdis membagi personal yang dihukum sesuai dengan perannya. Karena itu, hukuman yang diterima oleh ofisial dan pemain, berbeda. Bukan hanya sanksi larangan aktivitas seumur hidup, tapi juga sanksi denda.

Hukuman terberat, diberikan kepada orang yang menginstruksikan untuk mencetak gol ke gawang sendiri. Selain itu, juga orang yang memiliki kemampuan kuat untuk mencegah pemain mencetak gol ke gawang sendiri, tapi tidak dilakukan, malah mendukung.

“‘Hukuman terberat larangan aktivitas seumur hidup di sepak bola dan denda Rp 200 juta,” tegas lelaki yang juga politisi partai Demokrat itu.

Sementara pemain yang mencetak gol di lapangan, atau tidak menjalankan fungsinya sebagai pemain dengan benar , mendapatkan sanksi yang lebih ringan. Yakni, larangan aktivitas seumur hidup dan denda Rp 100 juta.

“Bukan cuma yang mencetak gol, tapi striker PSIS Saptono yang harusnya mencetak gol tapi berdiri di gawang lawan dan mencegah gol terjadi, juga sama. Karena dia tidak menjalankan tugas pemain sebagaimana mestinya,” tambah Hinca.

Ofisial tim yang mendapatkan hukuman terendah adalah kitman (perlengkapan) dan masseur (pemijat). Mereka ikut disanski, karena juga memiliki peran sebagai penyampai pesan terakhir dari ofisial kepada pemain ketika berada di lapangan.

“Mereka kami denda dengan sanksi larangan aktivitas di sepak bola selama setahun, dan masa percobaan 5 tahun. Kalau tim mereka terlibat tindakan yang mencederai integritas sepak bola, selama lima tahun ke depan, mereka kena sanksi,” tandasnya.

Di sisi lain, Komdis menerapkan sanksi berbeda kepada pemain asing dari kedua klub. Untuk PSIS pemain asingnya Ronald Fagundez dan Julio Alcorse, didenda berat, larangan aktivitas di sepak bola Indonesia selama lima tahun dan denda Rp 150 juta.

Sementara, pemain asing PSS Sleman Guy Junior dan Cristian Adelmund, hanya disanksi larangan aktivitas selama setahun, masa percobaan lima tahun. Selain itu, ada juga denda Rp 50 juta.

“Kalau Fagundez dan Alcorse, silahkan kelur dari Indonesia sekarang juga. Mereka disanksi berat karena ditanya berbelit-belit, terkesan menutupi, dan tak ada penyesalan. Kalau Guy langsung menyesal dan mampu bekerja sama,” papar Hinca.

Sudah tegaskah hukuman ini dan bisa membuat jera? Jawabannya baru terlihat pada kompetisi mendatang. Yang pasti, Komdis menyebut sanksi ini ternyata bisa dibanding. “Sanksi ini bisa dibanding karena berkaitan dengan nasib mereka yang terlibat,” cetus Hinca.

Aneh memang, karena klub yang hanya sebagai kulit luar setiap personel untuk melakukan sepak bola gajah disanksi diskualifikasi dan tak bisa dibanding.

Sementara, orang yang melakukan dan membuat nama klub yang dicintai masyarakat bola di masing-masing kota jatuh dan dipermalukan, masih diberi kesempatan banding.

Menanggapi sanksi ini, Manajer PSIS Wahyu Winarto saat dikonfirmasi mengaku belum bisa banyak berkomentar. “Kami masih akan rapatkan bagaimana langkah kami selanjutnya sambil menunggu putusan resmi. Tidak bisa banyak ngomong dulu,” ucapnya singkat. (aam/jpnn)

ketua komdis  PSSI Hinca Panjaitan
ketua komdis PSSI Hinca Panjaitan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komdis memang telah usai melakukan investigasi terkait kasus sepakbola gajah antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang. Sejauh ini, Komdis hanya bisa memutus sanksi terhadap pelaku dan mereka yang terlibat dalam kasus sepakbola gajah tersebut.

Sepak bola gajah diperagakan oleh PSS dan PSIS dalam lanjutan delapan besar di Lapangan AAU Sasana Krida, Sleman, Jogja, 26 Oktober lalu. Saat itu, pertandingan berakhir dengan skor 3-2 untuk PSS, dengan seluruh gol dicetak melalui bunuh diri pemain kedua tim .

Ketua Komdis Hinca Panjaitan menjelaskan jika mereka telah menyelesaikan penyelidikan terkait kasus di lingkup sepak bolanya. “Kami belum menghentikan investigasi yang terjadi di luar stadion. Tapi, aspek sepakbolanya telah selesai. Ingat, ini belum yang lain, di luar lapangan,” katanya dalam jumpa pers usai sidang di kantor PSSI, tadi malam.

Namun, masalah di luar lapangan menurut dia bukan lagi menjadi wilayah Komdis. Tapi, menjadi wilayah departemen integritas PSSI. Departemen tersebut juga diketuai oleh Hinca dan akan melakukan investigasi lanjutan.

“Karena itu, perangkat pertandingan tidak boleh memimpin sampai investigasi selesai. Kapan? Hingga waktu yang yang tak ditentukan,” jelasnya.

Dari sidang tersebut, Komdis membagi personal yang dihukum sesuai dengan perannya. Karena itu, hukuman yang diterima oleh ofisial dan pemain, berbeda. Bukan hanya sanksi larangan aktivitas seumur hidup, tapi juga sanksi denda.

Hukuman terberat, diberikan kepada orang yang menginstruksikan untuk mencetak gol ke gawang sendiri. Selain itu, juga orang yang memiliki kemampuan kuat untuk mencegah pemain mencetak gol ke gawang sendiri, tapi tidak dilakukan, malah mendukung.

“‘Hukuman terberat larangan aktivitas seumur hidup di sepak bola dan denda Rp 200 juta,” tegas lelaki yang juga politisi partai Demokrat itu.

Sementara pemain yang mencetak gol di lapangan, atau tidak menjalankan fungsinya sebagai pemain dengan benar , mendapatkan sanksi yang lebih ringan. Yakni, larangan aktivitas seumur hidup dan denda Rp 100 juta.

“Bukan cuma yang mencetak gol, tapi striker PSIS Saptono yang harusnya mencetak gol tapi berdiri di gawang lawan dan mencegah gol terjadi, juga sama. Karena dia tidak menjalankan tugas pemain sebagaimana mestinya,” tambah Hinca.

Ofisial tim yang mendapatkan hukuman terendah adalah kitman (perlengkapan) dan masseur (pemijat). Mereka ikut disanski, karena juga memiliki peran sebagai penyampai pesan terakhir dari ofisial kepada pemain ketika berada di lapangan.

“Mereka kami denda dengan sanksi larangan aktivitas di sepak bola selama setahun, dan masa percobaan 5 tahun. Kalau tim mereka terlibat tindakan yang mencederai integritas sepak bola, selama lima tahun ke depan, mereka kena sanksi,” tandasnya.

Di sisi lain, Komdis menerapkan sanksi berbeda kepada pemain asing dari kedua klub. Untuk PSIS pemain asingnya Ronald Fagundez dan Julio Alcorse, didenda berat, larangan aktivitas di sepak bola Indonesia selama lima tahun dan denda Rp 150 juta.

Sementara, pemain asing PSS Sleman Guy Junior dan Cristian Adelmund, hanya disanksi larangan aktivitas selama setahun, masa percobaan lima tahun. Selain itu, ada juga denda Rp 50 juta.

“Kalau Fagundez dan Alcorse, silahkan kelur dari Indonesia sekarang juga. Mereka disanksi berat karena ditanya berbelit-belit, terkesan menutupi, dan tak ada penyesalan. Kalau Guy langsung menyesal dan mampu bekerja sama,” papar Hinca.

Sudah tegaskah hukuman ini dan bisa membuat jera? Jawabannya baru terlihat pada kompetisi mendatang. Yang pasti, Komdis menyebut sanksi ini ternyata bisa dibanding. “Sanksi ini bisa dibanding karena berkaitan dengan nasib mereka yang terlibat,” cetus Hinca.

Aneh memang, karena klub yang hanya sebagai kulit luar setiap personel untuk melakukan sepak bola gajah disanksi diskualifikasi dan tak bisa dibanding.

Sementara, orang yang melakukan dan membuat nama klub yang dicintai masyarakat bola di masing-masing kota jatuh dan dipermalukan, masih diberi kesempatan banding.

Menanggapi sanksi ini, Manajer PSIS Wahyu Winarto saat dikonfirmasi mengaku belum bisa banyak berkomentar. “Kami masih akan rapatkan bagaimana langkah kami selanjutnya sambil menunggu putusan resmi. Tidak bisa banyak ngomong dulu,” ucapnya singkat. (aam/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/