26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

KPK Dipaksa Pincang

Foto: Ricardo/JPNN.com Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat menggelar konferensi pers terkait penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan tersangka Gubernur Riau berinisial AM, Jakarta, Jumat (26/9). AM diduga melakukan penyuapan ?terkait perizinan lahan di Riau.
Foto: Ricardo/JPNN.com
Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat menggelar konferensi pers terkait penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan tersangka Gubernur Riau berinisial AM, Jakarta, Jumat (26/9). AM diduga melakukan penyuapan ?terkait perizinan lahan di Riau.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Beberapa waktu ke depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipaksa berjalan pincang. Metafor yang cenderung hiperbola ini dikeluarkan Abraham Samad selaku komandan lembaga antirasuah itu terkait niat Kejaksaan Agung (Kejagung) yang akan menarik jaksa pilihan yang bertugas di KPK.

Adalah rencana Kejagung membentuk tim khusus untuk menangani kasus korupsi yang menjadi penyebab keberatan Samad. Bagaimana tidak, guna melancarkan program itu, Jaksa Agung HM Prasetyo bakal mengumpulkan sejumlah jaksa alumni KPK. Tak hanya itu, Kejagung juga berencana menarik jaksa-jaksa yang kini bertugas di KPK untuk memperkuat tim tersebut.

Namun niat Kejagung untuk merotasi jaksa yang kini bertugas di KPK diberatkan oleh KPK. Jaksa yang aktif di KPK diminta agar tidak diikutsertakan dalam rotasi jaksa.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono membenarkan instansinya akan menarik sejumlah jaksa dari KPK. “Hal itu kami lakukan untuk meningkatkan kinerja, khususnya pemberantasan perkara korupsi,” ujarnya.

Widyo mengatakan pihaknya akan melakukan sejumlah pergantian jaksa. Mereka yang pernah bertugas di KPK akan dikumpulkan untuk menjadi tim khusus pemberantasan korupsi. “Jaksa yang pernah di KPK dan kini ditempatkan di daerah-daerah akan kami tarik untuk memperkuat tim tersebut,” ujarnya. Mantan Kajati Jawa Tengah itu menganggap jaksa di KPK banyak yang berkualitas dan bisa diandalkan.

Mengenai kapan program pergantian sejumlah jaksa itu dilakukan, Widyo masih belum bisa memastikan. Namun, rencana penarikan itu sudah mendapat persetujuan dari Jaksa Agung HM Prasetyo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Harapannya, tentu meningkatkan kinerja Kejagung,” paparnya. Hingga saat ini Kejaksaan masih menunggu surat keputusan (SK) penarikan jaksa-jaksa yang berpengalaman di KPK. Kemungkinan dalam waktu dekat SK tersebut akan turun.

Penyidik KPK
Penyidik KPK

Ketua KPK Abraham Samad langsung keberatan jika rotasi jaksa dilakukan dengan mengambil jaksa di lembaganya. “Menurut hemat saya, jaksa yang ditempatkan di KPK merupakan orang yang sudah mempunyai komitmen dan integritas yang kuat,” ujar Samad.

Jika pergantian jaksa di Kejagung melibatkan jaksa dari KPK, maka Samad khawatir akan mengganggu ritme pemberantasan korupsi di lembaganya. “Padahal jaksa dan polisi kan harusnya sinergi menjaga ritme pemberantasan korupsi,” ungkapnya.

Menurut Samad, membangun integritas penyidik maupun jaksa di KPK tidaklah mudah. Sebab selama ini ada kriteria tinggi untuk jaksa yang berkarir di KPK. “Kami membuat sistem yang memungkinkan membaca kualifikasi dan kapasitas seseorang,” paparnya.

Tidak semua jaksa yang disodorkan Kejagung bisa lolos menjadi personel di KPK. Bahkan kadang dari puluhan yang disodorkan kejaksaan hanya lolos tak lebih dari tiga orang. “Nah, kalau rotasi itu melibatkan jaksa di KPK kan menjadi suatu problem. Iya kalau yang dikirim ke kami lolos seleksi,” jelas Samad usai menggelar acara pengawasan dana pendidikan di Gedung KPK, kemarin.

“Dulu Pak Basrief Arief (Jaksa Agung sebelumnya, Red) malah mau menambah jaksa di KPK, berapa pun kami minta, mau dikasih. Kenapa sekarang malah mau ditarik?” tanya Abraham penuh keheranan.

Samad sangat ingat dengan komitmen Basrief Arief saat itu. Basrief bersedia menambah jaksa di KPK berapa pun yang dibutuhkan karena berkomitmen penuh membantu KPK menindak kasus korupsi.

“Pak Basrief Arief dulu bilang kalau banyak jaksa yang menganggur, sehingga berapa pun yang kami minta akan disanggupi,” kenang Samad.

Samad tak ingin mengatakan kebijakan Kejagung yang baru ini bagian dari upaya memperlemah KPK. Namun, jika benar jaksa KPK bakal ditarik, Samad hanya mengibaratkan hal tersebut seperti seorang yang dipatahkan satu kakinya. “Pasti beda kondisi orang yang berjalan dengan dua kaki dan satu kaki,” ujarnya.

Komisioner KPK, Zulkarnain menilai penarikan jaksa KPK oleh Kejagung tak tepat. Dia menilai, Kejagung tidak kekurangan jaksa. “Di KPK ini saya pikir enggak lebih dari 100. Jaksa itu di seluruh Indonesia setahu saya sudah sekira 9.000,” kata dia, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/12).

Menurut dia, jaksa boleh bertugas di KPK selama 10 tahun. Mereka bisa ditarik jika penggantinya juga disiapkan. Ia pun mempertanyakan langkah Kejagung tersebut. “Kalau sudah mendekati masa waktunya (habis), tentu kita persiapkan juga untuk yang ada direkrut, tentu yang memang sesuai dengan standar KPK,” cetusnya.

Soal ritme KPK yang ‘diganggu’ lembaga lain juga sempat terjadi pada 2012 lalu. Saat itu mendadak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menarik 13 penyidiknya yang bertugas di KPK. Meski pejabat Polri membantah bila penarikan penyidik dari KPK terkait dengan kasus simulator, tapi aroma ‘balas debdam’ Polri terkait kasus tersebut terasa menyengat. Saat itu, pihak Polri berdalih penarikan para penyidik Polri di KPK karena telah habisnya masa kerja.

Namun, pernyataan berbeda muncul dari Wakil Ketua KPK, Zulkarnain. Dia terang-terangan mengaku keberatan dengan penarikan penyidik dari KPK. “Yang jelas kami keberatan. Kami akan kirim surat dan kita akan ajukan keberatan kepada pimpinan Polri,” katanya, saat itu.

Satu dari 13 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditarik Markas Besar Polri adalah Komisaris Polisi Novel Baswedan. Kompol Novel diketahui sebagai pimpinan satuan tugas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Ihwal masuknya Novel dalam daftar 13 penyidik yang ditarik itu dibenarkan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di sela acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (5/12/2012) lalu.

Namun, lanjut Busyro, Kompol Novel sudah beralih status menjadi penyidik KPK. Demikian juga dengan lima penyidik lainnya yang masuk dalam daftar penyidik yang habis masa tugasnya November 2012.

“Sebagian ada yang alih status, sebagian ada yang belum. (Yang sudah), ada enam,” ujarnya.

Dia mengakui bahwa pimpinan KPK menerima surat dari kepolisian pada 30 November lalu. Dalam surat itu, disebutkan 13 penyidik yang habis masa tugasnya di KPK pada November tahun ini. Di antara 13 penyidik itu, lanjutnya, ada yang sudah bertugas di KPK selama empat tahun, ada juga yang sudah delapan tahun.

“Yang ditarik adalah yang sudah habis masa baktinya, ada yang empat tahun, ada yang delapan tahun,” ungkap Busyro.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005, penyidik yang sudah bertugas selama empat tahun di KPK dapat diperpanjang masa baktinya hingga empat tahun lagi. Setelahnya, penyidik itu boleh memilih apakah akan kembali ke institusi asalnya atau menjadi pegawai tetap KPK. Penarikan 13 penyidik yang habis masa tugasnya ini menambah daftar panjang penyidik yang meninggalkan KPK. September 2012 lalu, kepolisian tidak memperpanjang masa tugas 20 penyidiknya. Setelah itu, lima penyidik mengundurkan diri dari KPK dan memilih kembali ke kepolisian. (bbs/jpnn/rbb)

 

Foto: Ricardo/JPNN.com Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat menggelar konferensi pers terkait penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan tersangka Gubernur Riau berinisial AM, Jakarta, Jumat (26/9). AM diduga melakukan penyuapan ?terkait perizinan lahan di Riau.
Foto: Ricardo/JPNN.com
Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat menggelar konferensi pers terkait penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan tersangka Gubernur Riau berinisial AM, Jakarta, Jumat (26/9). AM diduga melakukan penyuapan ?terkait perizinan lahan di Riau.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Beberapa waktu ke depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipaksa berjalan pincang. Metafor yang cenderung hiperbola ini dikeluarkan Abraham Samad selaku komandan lembaga antirasuah itu terkait niat Kejaksaan Agung (Kejagung) yang akan menarik jaksa pilihan yang bertugas di KPK.

Adalah rencana Kejagung membentuk tim khusus untuk menangani kasus korupsi yang menjadi penyebab keberatan Samad. Bagaimana tidak, guna melancarkan program itu, Jaksa Agung HM Prasetyo bakal mengumpulkan sejumlah jaksa alumni KPK. Tak hanya itu, Kejagung juga berencana menarik jaksa-jaksa yang kini bertugas di KPK untuk memperkuat tim tersebut.

Namun niat Kejagung untuk merotasi jaksa yang kini bertugas di KPK diberatkan oleh KPK. Jaksa yang aktif di KPK diminta agar tidak diikutsertakan dalam rotasi jaksa.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono membenarkan instansinya akan menarik sejumlah jaksa dari KPK. “Hal itu kami lakukan untuk meningkatkan kinerja, khususnya pemberantasan perkara korupsi,” ujarnya.

Widyo mengatakan pihaknya akan melakukan sejumlah pergantian jaksa. Mereka yang pernah bertugas di KPK akan dikumpulkan untuk menjadi tim khusus pemberantasan korupsi. “Jaksa yang pernah di KPK dan kini ditempatkan di daerah-daerah akan kami tarik untuk memperkuat tim tersebut,” ujarnya. Mantan Kajati Jawa Tengah itu menganggap jaksa di KPK banyak yang berkualitas dan bisa diandalkan.

Mengenai kapan program pergantian sejumlah jaksa itu dilakukan, Widyo masih belum bisa memastikan. Namun, rencana penarikan itu sudah mendapat persetujuan dari Jaksa Agung HM Prasetyo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Harapannya, tentu meningkatkan kinerja Kejagung,” paparnya. Hingga saat ini Kejaksaan masih menunggu surat keputusan (SK) penarikan jaksa-jaksa yang berpengalaman di KPK. Kemungkinan dalam waktu dekat SK tersebut akan turun.

Penyidik KPK
Penyidik KPK

Ketua KPK Abraham Samad langsung keberatan jika rotasi jaksa dilakukan dengan mengambil jaksa di lembaganya. “Menurut hemat saya, jaksa yang ditempatkan di KPK merupakan orang yang sudah mempunyai komitmen dan integritas yang kuat,” ujar Samad.

Jika pergantian jaksa di Kejagung melibatkan jaksa dari KPK, maka Samad khawatir akan mengganggu ritme pemberantasan korupsi di lembaganya. “Padahal jaksa dan polisi kan harusnya sinergi menjaga ritme pemberantasan korupsi,” ungkapnya.

Menurut Samad, membangun integritas penyidik maupun jaksa di KPK tidaklah mudah. Sebab selama ini ada kriteria tinggi untuk jaksa yang berkarir di KPK. “Kami membuat sistem yang memungkinkan membaca kualifikasi dan kapasitas seseorang,” paparnya.

Tidak semua jaksa yang disodorkan Kejagung bisa lolos menjadi personel di KPK. Bahkan kadang dari puluhan yang disodorkan kejaksaan hanya lolos tak lebih dari tiga orang. “Nah, kalau rotasi itu melibatkan jaksa di KPK kan menjadi suatu problem. Iya kalau yang dikirim ke kami lolos seleksi,” jelas Samad usai menggelar acara pengawasan dana pendidikan di Gedung KPK, kemarin.

“Dulu Pak Basrief Arief (Jaksa Agung sebelumnya, Red) malah mau menambah jaksa di KPK, berapa pun kami minta, mau dikasih. Kenapa sekarang malah mau ditarik?” tanya Abraham penuh keheranan.

Samad sangat ingat dengan komitmen Basrief Arief saat itu. Basrief bersedia menambah jaksa di KPK berapa pun yang dibutuhkan karena berkomitmen penuh membantu KPK menindak kasus korupsi.

“Pak Basrief Arief dulu bilang kalau banyak jaksa yang menganggur, sehingga berapa pun yang kami minta akan disanggupi,” kenang Samad.

Samad tak ingin mengatakan kebijakan Kejagung yang baru ini bagian dari upaya memperlemah KPK. Namun, jika benar jaksa KPK bakal ditarik, Samad hanya mengibaratkan hal tersebut seperti seorang yang dipatahkan satu kakinya. “Pasti beda kondisi orang yang berjalan dengan dua kaki dan satu kaki,” ujarnya.

Komisioner KPK, Zulkarnain menilai penarikan jaksa KPK oleh Kejagung tak tepat. Dia menilai, Kejagung tidak kekurangan jaksa. “Di KPK ini saya pikir enggak lebih dari 100. Jaksa itu di seluruh Indonesia setahu saya sudah sekira 9.000,” kata dia, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/12).

Menurut dia, jaksa boleh bertugas di KPK selama 10 tahun. Mereka bisa ditarik jika penggantinya juga disiapkan. Ia pun mempertanyakan langkah Kejagung tersebut. “Kalau sudah mendekati masa waktunya (habis), tentu kita persiapkan juga untuk yang ada direkrut, tentu yang memang sesuai dengan standar KPK,” cetusnya.

Soal ritme KPK yang ‘diganggu’ lembaga lain juga sempat terjadi pada 2012 lalu. Saat itu mendadak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menarik 13 penyidiknya yang bertugas di KPK. Meski pejabat Polri membantah bila penarikan penyidik dari KPK terkait dengan kasus simulator, tapi aroma ‘balas debdam’ Polri terkait kasus tersebut terasa menyengat. Saat itu, pihak Polri berdalih penarikan para penyidik Polri di KPK karena telah habisnya masa kerja.

Namun, pernyataan berbeda muncul dari Wakil Ketua KPK, Zulkarnain. Dia terang-terangan mengaku keberatan dengan penarikan penyidik dari KPK. “Yang jelas kami keberatan. Kami akan kirim surat dan kita akan ajukan keberatan kepada pimpinan Polri,” katanya, saat itu.

Satu dari 13 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditarik Markas Besar Polri adalah Komisaris Polisi Novel Baswedan. Kompol Novel diketahui sebagai pimpinan satuan tugas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Ihwal masuknya Novel dalam daftar 13 penyidik yang ditarik itu dibenarkan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di sela acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (5/12/2012) lalu.

Namun, lanjut Busyro, Kompol Novel sudah beralih status menjadi penyidik KPK. Demikian juga dengan lima penyidik lainnya yang masuk dalam daftar penyidik yang habis masa tugasnya November 2012.

“Sebagian ada yang alih status, sebagian ada yang belum. (Yang sudah), ada enam,” ujarnya.

Dia mengakui bahwa pimpinan KPK menerima surat dari kepolisian pada 30 November lalu. Dalam surat itu, disebutkan 13 penyidik yang habis masa tugasnya di KPK pada November tahun ini. Di antara 13 penyidik itu, lanjutnya, ada yang sudah bertugas di KPK selama empat tahun, ada juga yang sudah delapan tahun.

“Yang ditarik adalah yang sudah habis masa baktinya, ada yang empat tahun, ada yang delapan tahun,” ungkap Busyro.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005, penyidik yang sudah bertugas selama empat tahun di KPK dapat diperpanjang masa baktinya hingga empat tahun lagi. Setelahnya, penyidik itu boleh memilih apakah akan kembali ke institusi asalnya atau menjadi pegawai tetap KPK. Penarikan 13 penyidik yang habis masa tugasnya ini menambah daftar panjang penyidik yang meninggalkan KPK. September 2012 lalu, kepolisian tidak memperpanjang masa tugas 20 penyidiknya. Setelah itu, lima penyidik mengundurkan diri dari KPK dan memilih kembali ke kepolisian. (bbs/jpnn/rbb)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/