Sejak diresmikan pada 20 Agustus 1995 silam oleh Ketua Umum KONI Pusat saat itu Wismoyo Arismunandar dan Gubernur Sumut (Alm) Raja Inal Siregar, Velodrome (Sirkuit balap sepeda) di Sumatera Utara masih menyisakan kontoversi. Velodrome yang berlokasi di Jalan Wiliem Iskandar Medan persisnya di depan kampus Universitas Negeri Medan (Unimed) kini kondisinya sangat memprihatinkan. Padahal, jika merujuk sejarah, banyak torehan prestasi baik nasional ataupun Internasional, dari olahraga balap sepeda yang dilahirkan atlet Sumut.
Bagaimana sejarah pembangunan gedung sirkuit balap Sumut yang telah menghabiskan anggaran lebih dari Rp1 miliar itu? Berikut petikan wawancara wartawan koran ini, Muhammad Sahbaini dengan legenda pembalap Sumut, yang juga menjabat Sekretaris Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Sumut, Sutiyono.
Boleh Anda ceritakan bagaimana sejarah awal berdirinya Veledrome di Sumut?Â
Melihat prestasi yang diraih atlet Sumut, pengurus Ikatan Sport Sepeda Indoensia (ISSI) Sumut menganggap perlunya membangun sebuah sirkuit dalam menunjang peningkatan prestasi atlet Sumut. Langkah awalnya saat itu pengurus mencoba melakukan pembicaraan kepada Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar, dan ketika itu juga Gubernur menyetujui adanya rencana velodrome. Dengan persetujuan tersebut, ISSI Sumut langsung meneruskan ke ISSI Pusat. Saat itu lah, ISSI pusat menunjuk Ir Kasman yang menggambar velodrome untuk Sumut. Karena Ia merupakan orang yang pengalaman di bidang ini dan sudah membuat velodrome sebelumnya. Setelah Ir Kasman menggambar velodrome tersebut, gambar itu di teruskan ke KONI Sumut. Ketika diteruskan ke KONI Sumut, mereka menunjuk pengembang swasta yang ada di Medan. Singkat ceritanya, apa yang di gambar oleh Ir Kasman dan pihak pengembang untuk dipercaya membangun valedrome, sangat berbeda.
Jadi apa penyebab velodrome ini tak dipakai?
Sebenarnya, pembangunan velodrome Sumut tersebut dicanangkan lebih baik dari kota lain. Karena saat melakukan pembangunan velodrome di Indonesia, Sumut yang terakhir. Namun, nyatanya berbeda, saat velodrome itu sudah terbangun, velodrome itu tidak layak karena tidak memenuhi standar olahraga sepeda dan bisa berakibat terhadap cederanya para atlet.
Bagunan fisik velodrome mana yang tidak memenuhi standar?
Seharusnya, awal mula pada gambar yang layak untuk atlet dan juga dapat digunakan untuk atlet pemula yakni panjang 120 Meter (m) dan lebar 60 m atau perbandigannya 1:2. Sementara dalam penggerjaannya yang asli itu panjangnya hanya 60 m dan lebar 70 m. Tidak hanya itu saja kemiringannya juga mencapai 45 derajat , dan itu sangat menyulitkan pemula dan bahkan bisa mengakibatkan cedera karena terlalu miring. Jangankan pemula, atlet yang sudah profesional pun bisa cedera jika kecepatan sepedanya di bawah 60 km/jam. Seharusnya kemiringan 30 derajat, baru bisa digunakan baik pemula maupun profesional.
Apakah velodrome ini pernah dicoba sebelumnya?
Saat diresmikan pada 1995 atlet kami pernah melakukan tes drivenya. Ketika dicoba itulah, atlet kami mengalami cedera karena jatuh dari kemiringan 45 derajat tersebut. Dari situ diambil kesimpulan, bahwa kemiringan gedung tidak memenuhi standar dan bisa membahayakan atlet.
Nah, dengan adanya perbedaan fisik velodrome, apa yang dilakukan ISSI saat itu?
Ketika kita melihat velodrome berbeda, saya mengajukan protes kepada KONI Sumut. Namun pengajuan protes itu tidak dihiraukan, yang penting kata mereka velodrome itu sudah terbangun. Padahal Ir Kasman menggambar sesuai yang standar dan sudah di tetapkan. Namun, nyatanya tidak sesuai pada pengerjaan yang dilakukan arsitek Medan tersebut.
Dengan anggaran terbuang sia-sia, apa solusi KONI Sumut saat itu?
Ya tidak ada, malahan yang anehnya velodrome yang sudah jadi itu, mau dibuat arena olahraga lain yakni lapangan voli. Padahal velodrome tidak layak jika disatukan dengan olahraga yang lain.
Kalau tanggapan KONI Pusat sendiri melihat hal tersebut bagaimana?
Ketika itu Ir Kasman yang juga selaku pengurus KONI Pusat langsung mengecek ke lapangan. Memang pada saat di ukur manual sangat berbeda. Mereka sangat marah dengan adanya pembuatan tersebut. Dengan dana yang minim ketika itu mau tidak mau dirombak sedikit.
Jadi sebelumnya sempat diajukan untuk perombakan?
Karena perbandingannya tidak sesuai yang seharunya 1:2, jadi KONI Pusat udah mengajukan velodromenya harus dimiringkan lagi, menjadi 30 derajat. Namun, saran dari pusat tidak di ubah sampai sekarang. Maklum saja, zaman dulu dengan sekarang berbeda karena kurang adanya keterbukaan.
Jadi menurut Anda siapa yang salah, pengembang atau KONI Sumut?
Menurut saya pengembang tidak salah, karena mereka melihat gambar velodrome yang sudah ada. Bisa jadi, ada oknum KONI Sumut yang menggambar ulang. Pasalnya, pengajuan gambar tersebut sampai berbulan juga di meja KONI Sumut, ada kemungkinan keaslian gambar diragukan. Karena sampai di situ Saya tidak tau dimana gambar yang asli. Tau lah zaman dulu, kita tidak boleh banyak bicara yang terpenting dibangun saja sudah bagus.
Jadi menurut Anda sebagai mantan atlet, velodrome yang tidak sesuai standar itu memang tidak bisa terpakai lagi?
Walaupun saya bukan seorang arsitek, namun saya sudah merasakan velodrome baik di nasional maupun internasional. Memang saya pernah merasakan valedrome di Hongkong yang kemiringannya mencapai 45 derajat, namun panjang dan lebarnya sudah di sesuaikan dan tidak buang saat melakukan lending di saat kemiringan yang berbeda. Tapi, kalau kita merasakan valedrome Sumut panjang dan lebarnya sudah tidak sesuai, ditambah lagi dengan saat melakukan lending di kemiringan berbeda bisa buang dan bisa jatuh.
Sebagai legenda apa harapan Anda terhadap velodrome tersebut?
Dengan banyaknya potensi atlet pembalap sepeda di Sumut ini agar kiranya direnovasi oleh pemerintah agar velodrome layak digunakan. Karena untuk cabang velodrome sudah banyak medali yang diraih. Apalagi, jika nantinya Sumut menjadi tuan rumah PON 2020, keberadaan velodrome ini bisa digunakan.(*)