27 C
Medan
Thursday, October 31, 2024
spot_img

Takut Anak Sekolah

Dan melihat sekeliling, kanan-kiri, situasi teman-teman dan keluarga lain… Ya Tuhan, saya semakin sadar akan realitas: Bahwa anak-anak kita ini semakin terpisah-pisah dari satu sama lain, berdasar kemampuan ekonomi, bahkan latar belakang keturunan dan agama!
Sebenarnya, sejak bertahun-tahun lalu saya sudah mulai merasakannya. Karena itulah saya getol bikin kegiatan-kegiatan anak muda (baik itu jurnalistik, basket, dan lain-lain) yang pada intinya mempertemukan semua anak-anak itu.

Hanya ketika punya anak dan anak mulai masuk SD ini saya semakin sadar, makin lama kok makin terpisah yaaaa? Dan terpisahnya sejak kecil!
Lalu, ada pengalaman-pengalaman yang membuat saya semakin ngeri dengan masa depan anak saya, dan anak-anak lain. Misalnya, ada cerita dari sekolah anak orang kaya, yang melarang anak-anaknya bergaul dengan orang-orang biasa. Dan karena anak-anak orang kaya itu kumpulnya dengan kalangan yang sama terus, saya bertemu dengan banyak di antara mereka masih kecil maupun remaja yang seperti tidak menginjak bumi.

Di sisi lain, ada cerita dari beberapa teman yang anaknya menimba ilmu di sekolah bertema agama. Mereka syok, anak-anaknya yang masih SD ada yang menolak makan burger karena itu dianggap simbol Amerika! Padahal, itu tidak ada kaitannya dengan agama.

Lalu, beberapa waktu lalu, ada pengalaman pribadi yang membuat saya makin sedih lagi. Karena itu pertanda perbedaan bisa akan semakin melebar di masa mendatang.

Seperti biasa, saya asyik bersepeda sangat pagi ke arah luar kota. Dasar hukum probabilitas, pada suatu saat saya pasti akan terlibat kecelakaan.

Benar saja, ketika menanjak pelan (kecepatan paling 13 km/jam), tiba-tiba saja saya ditabrak dari belakang. Badan saya tidak apa-apa, tapi sepeda saya patah.

Yang menabrak: Seorang anak SMA yang tidak mengenakan helm, dengan baju seragam yang tidak rapi.

Instan, saya sadar dia bukan anak orang mampu. Sekolahnya juga bukan sekolah tempat anak-anak orang mampu. Tapi, tidak boleh dong dia bebas begitu saja hanya karena belas kasihan.

Kami pun ke kantor polisi setempat. Saya tidak menuntut ganti rugi apa-apa. Saya meminta guru dan orang tuanya datang, dan dia ditilang sesuai peraturan. Saya minta dari sekolah ada hukuman tertentu, karena ternyata di sekolahnya juga ada larangan naik motor. Dan dia melanggar hukum karena tidak pakai helm dan baru saja menabrak orang lain yang bisa mengakibatkan cedera atau fatal.

Beberapa guru datang. Tapi, alangkah syoknya saya ketika salah satu guru itu bicara seperti ini: Anda kan orang kaya, Mas, biarkan saja lah… Glodak! Gedubrak! Klontanggggg!!!!

Dan melihat sekeliling, kanan-kiri, situasi teman-teman dan keluarga lain… Ya Tuhan, saya semakin sadar akan realitas: Bahwa anak-anak kita ini semakin terpisah-pisah dari satu sama lain, berdasar kemampuan ekonomi, bahkan latar belakang keturunan dan agama!
Sebenarnya, sejak bertahun-tahun lalu saya sudah mulai merasakannya. Karena itulah saya getol bikin kegiatan-kegiatan anak muda (baik itu jurnalistik, basket, dan lain-lain) yang pada intinya mempertemukan semua anak-anak itu.

Hanya ketika punya anak dan anak mulai masuk SD ini saya semakin sadar, makin lama kok makin terpisah yaaaa? Dan terpisahnya sejak kecil!
Lalu, ada pengalaman-pengalaman yang membuat saya semakin ngeri dengan masa depan anak saya, dan anak-anak lain. Misalnya, ada cerita dari sekolah anak orang kaya, yang melarang anak-anaknya bergaul dengan orang-orang biasa. Dan karena anak-anak orang kaya itu kumpulnya dengan kalangan yang sama terus, saya bertemu dengan banyak di antara mereka masih kecil maupun remaja yang seperti tidak menginjak bumi.

Di sisi lain, ada cerita dari beberapa teman yang anaknya menimba ilmu di sekolah bertema agama. Mereka syok, anak-anaknya yang masih SD ada yang menolak makan burger karena itu dianggap simbol Amerika! Padahal, itu tidak ada kaitannya dengan agama.

Lalu, beberapa waktu lalu, ada pengalaman pribadi yang membuat saya makin sedih lagi. Karena itu pertanda perbedaan bisa akan semakin melebar di masa mendatang.

Seperti biasa, saya asyik bersepeda sangat pagi ke arah luar kota. Dasar hukum probabilitas, pada suatu saat saya pasti akan terlibat kecelakaan.

Benar saja, ketika menanjak pelan (kecepatan paling 13 km/jam), tiba-tiba saja saya ditabrak dari belakang. Badan saya tidak apa-apa, tapi sepeda saya patah.

Yang menabrak: Seorang anak SMA yang tidak mengenakan helm, dengan baju seragam yang tidak rapi.

Instan, saya sadar dia bukan anak orang mampu. Sekolahnya juga bukan sekolah tempat anak-anak orang mampu. Tapi, tidak boleh dong dia bebas begitu saja hanya karena belas kasihan.

Kami pun ke kantor polisi setempat. Saya tidak menuntut ganti rugi apa-apa. Saya meminta guru dan orang tuanya datang, dan dia ditilang sesuai peraturan. Saya minta dari sekolah ada hukuman tertentu, karena ternyata di sekolahnya juga ada larangan naik motor. Dan dia melanggar hukum karena tidak pakai helm dan baru saja menabrak orang lain yang bisa mengakibatkan cedera atau fatal.

Beberapa guru datang. Tapi, alangkah syoknya saya ketika salah satu guru itu bicara seperti ini: Anda kan orang kaya, Mas, biarkan saja lah… Glodak! Gedubrak! Klontanggggg!!!!

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/