30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hidup Lebih Baik dari Ini

Banyak teman mengirim pesan, nanti kalau pulang tolong berbagi ya. Ilmu apa yang baru.

Jawaban saya: Tidak ada ilmu yang baru.

Sebab, memang tidak ada yang baru. Kasus-kasusnya mungkin baru, tapi sebenarnya semua penerapan dari ilmu-ilmu yang sudah lama ada. Kesimpulannya mungkin baru, tapi ilmunya lama.

Itu pun, kesimpulannya bisa macam-macam. Di akhir setiap kelas tidak ada kesimpulan bulat bahwa harus begini. Yang ada adalah kesimpulan bahwa ini bisa begini. Itu bisa begitu. Ini bisa lebih baik dari itu, tapi belum tentu.

Lalu, buat apa sekolah lagi?
Saya mau mengutip teman sekelas saya, legenda hiphop yang sudah berusia 48 tahun, LL Cool J alias Todd Smith. Dia bilang, ”To refresh the mind.”
Buat saya pribadi, yang di-refresh adalah betapa hebatnya konsep ”American dream”. Tidak diajarkan di kelas Harvard (ini diajarkan sejak SMA), tapi intinya semua pelajaran di Amerika mengutamakan ethos ini.

Definisinya macam-macam. Tapi, intinya adalah semua warga Amerika punya kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan melalui kerja keras, semangat, dan kreativitas.

Kesempatannya sama, tinggal orangnya sendiri yang akan menentukan level kesuksesannya. Juga, yang dikejar belum tentu kesuksesan materi, bisa juga kebahagiaan, apa pun itu.

Mengingat lagi konsep ini, jadi cekikikan mengingat konsep ”Kerja, Kerja, Kerja” yang banyak bergaung belakangan ini.

Asal tahu saja, untuk melawan krisis moneter pada akhir 1990-an, koran Jawa Pos sudah tiap hari menuliskan ”Kerja, Kerja, Kerja” di pojok atas halaman depan.

Kalau ada orang pemerintahan kita yang menggaungkannya belakangan ini, dia sudah ketinggalan lebih dari 15 tahun…
Dan ”Kerja, Kerja, Kerja” juga masih belum lengkap serta konkret. Karena belum tentu ”Kerja Keras”, belum tentu ”Kerja Pintar”, belum tentu ”Kerja Kreatif”.

Lebih jauh lagi, kerja keras, pintar, dan kreatif juga belum tentu bisa bertahan lama kalau tidak terus-menerus kerja keras, pintar, dan kreatif. Alias konsistensi.

Satu lagi yang di-refresh setelah sekolah selesai, yakni soal risiko. Tepatnya kemauan dan keberanian dalam mengambil risiko, lalu kemampuan dan ketangguhan dalam menghadapi konsekuensi dari risiko-risiko itu.

Banyak orang setelah mencapai level tertentu justru berhenti mengambil risiko besar. Memilih mengambil banyak risiko kecil. Padahal, hidup (dan bisnis) kadang menuntut kita untuk selalu mengambil risiko besar dalam periode tertentu.

Sorry, tidak detail. Saya bisa lebih detail, tapi saya tidak mau. Wkwkwkwk… Kalau detail, namanya bukan Happy Wednesday, tapi kuliah beneran. Dan saya bukan dosen. Wkwkwkwk…
Nanti kalau ketemu saya saja, dan saya ada waktu serta sedang in good mood, baru saya sampaikan detailnya. Wkwkwkwk…

Banyak teman mengirim pesan, nanti kalau pulang tolong berbagi ya. Ilmu apa yang baru.

Jawaban saya: Tidak ada ilmu yang baru.

Sebab, memang tidak ada yang baru. Kasus-kasusnya mungkin baru, tapi sebenarnya semua penerapan dari ilmu-ilmu yang sudah lama ada. Kesimpulannya mungkin baru, tapi ilmunya lama.

Itu pun, kesimpulannya bisa macam-macam. Di akhir setiap kelas tidak ada kesimpulan bulat bahwa harus begini. Yang ada adalah kesimpulan bahwa ini bisa begini. Itu bisa begitu. Ini bisa lebih baik dari itu, tapi belum tentu.

Lalu, buat apa sekolah lagi?
Saya mau mengutip teman sekelas saya, legenda hiphop yang sudah berusia 48 tahun, LL Cool J alias Todd Smith. Dia bilang, ”To refresh the mind.”
Buat saya pribadi, yang di-refresh adalah betapa hebatnya konsep ”American dream”. Tidak diajarkan di kelas Harvard (ini diajarkan sejak SMA), tapi intinya semua pelajaran di Amerika mengutamakan ethos ini.

Definisinya macam-macam. Tapi, intinya adalah semua warga Amerika punya kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan melalui kerja keras, semangat, dan kreativitas.

Kesempatannya sama, tinggal orangnya sendiri yang akan menentukan level kesuksesannya. Juga, yang dikejar belum tentu kesuksesan materi, bisa juga kebahagiaan, apa pun itu.

Mengingat lagi konsep ini, jadi cekikikan mengingat konsep ”Kerja, Kerja, Kerja” yang banyak bergaung belakangan ini.

Asal tahu saja, untuk melawan krisis moneter pada akhir 1990-an, koran Jawa Pos sudah tiap hari menuliskan ”Kerja, Kerja, Kerja” di pojok atas halaman depan.

Kalau ada orang pemerintahan kita yang menggaungkannya belakangan ini, dia sudah ketinggalan lebih dari 15 tahun…
Dan ”Kerja, Kerja, Kerja” juga masih belum lengkap serta konkret. Karena belum tentu ”Kerja Keras”, belum tentu ”Kerja Pintar”, belum tentu ”Kerja Kreatif”.

Lebih jauh lagi, kerja keras, pintar, dan kreatif juga belum tentu bisa bertahan lama kalau tidak terus-menerus kerja keras, pintar, dan kreatif. Alias konsistensi.

Satu lagi yang di-refresh setelah sekolah selesai, yakni soal risiko. Tepatnya kemauan dan keberanian dalam mengambil risiko, lalu kemampuan dan ketangguhan dalam menghadapi konsekuensi dari risiko-risiko itu.

Banyak orang setelah mencapai level tertentu justru berhenti mengambil risiko besar. Memilih mengambil banyak risiko kecil. Padahal, hidup (dan bisnis) kadang menuntut kita untuk selalu mengambil risiko besar dalam periode tertentu.

Sorry, tidak detail. Saya bisa lebih detail, tapi saya tidak mau. Wkwkwkwk… Kalau detail, namanya bukan Happy Wednesday, tapi kuliah beneran. Dan saya bukan dosen. Wkwkwkwk…
Nanti kalau ketemu saya saja, dan saya ada waktu serta sedang in good mood, baru saya sampaikan detailnya. Wkwkwkwk…

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/