32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Statusmu Harimaumu

Kalau zaman kuliah saya dulu, kalau memberi jawaban yang klise dan mengambang terlalu luas, nilainya ”F”. Harus konkret, jelas, minimal deskriptif.

Kedua, biasanya juga bukan kutipan buatan sendiri. Mengambil dari omongan orang terkenal atau tulisan tertentu.

Jujur, saya kadang masuk kategori yang kedua itu. Tapi, saya akan memastikan kutipan atau gambar tersebut konkret dan tajam mengena. Kalau menyindir, pastikan getarannya terasa. Jangan tanggung-tanggung dan sok bijak.

Misalnya, kalau ada orang yang statusnya penuh alasan, jika sedang iseng saya akan membalasnya dengan kutipan dari Benjamin Franklin, ”He that is good for making excuses is seldom good for anything else.”
Wkwkwkwkwk…
Yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah kalau pesan bijaknya itu kadang tidak konsisten dengan keseharian.

Dan alangkah banyaknya yang seperti itu. Dalam berbagai tingkatan.

Tingkatan ”kecil” adalah memasang pesan yang mungkin dia tidak sadar bahwa itu tidak sesuai dengan kesehariannya. Tidak semua aspek kehidupannya, mungkin hanya satu atau dua. Tapi sudah cukup untuk menjadikan status PP-nya tidak konsisten.

Contoh teman yang juga sehobi dengan saya (bersepeda). Statusnya gambar tangga dengan tulisan ”There is no elevator to success. You have to take the stairs…”
Mungkin dalam hidup keluarganya dan profesionalnya mencerminkan status itu. Bahwa hidup ini tidak bisa diraih dengan jalan pintas dan otomatis, harus mau bersusah-susah dulu.

Tapi, status PP itu tidak sesuai dengan hobinya: Karena dia enggan susah-susah lewat rute menanjak.

Wkwkwkwkwk…
Tenang, itu tingkatan ”kecil”. Ada yang tahap full blown munafik.

Kebetulan, variasi orang yang tercatat di hape saya tergolong sangat luas. Mungkin lebih luas daripada kebanyakan orang.

Ada banyak orang di organisasi pemerintahan atau formal lain yang selalu memasang status-status ”suci”. Menyebut nama Tuhan, mengutip doa (dalam agama apa pun), menulis pesan bersyukur yang luar biasa. Padahal, saya tahu persis kesehariannya seperti apa. Bahkan sangat ekstrem dengan kenyataan!
Tidak hanya bikin geleng kepala, kadang status mereka sampai memberi rasa yucky. Badan sampai terasa gatal membacanya.

Hehehe, mungkin setelah membaca tulisan ini, orang-orang yang saya kenal dan tahu namanya ada di hape saya akan mencoba lebih hati-hati.

Bagi yang suka memasang status lucu, silakan terus lanjutkan karena itu bisa menghibur orang dan saya yakin menghibur ada pahalanya.

Bagi yang merasa cantik dan dianggap banyak orang cantik, jangan malu terus memasang foto cantiknya. Sebab, itu juga masuk kategori menghibur (untuk cowok) dan saya yakin menghibur ada pahalanya.

Bagi yang ingin menyampaikan pesan bijak, well, punya cermin nggak? Kalau memang cocok, monggo disampaikan. Karena kalau itu bermanfaat, juga ada pahalanya.

Bukankah ada ucapan –walau klise– yang bilang: Jadilah dirimu sendiri? Selama itu cerminan diri sendiri dan bermaksud baik atau menghibur, mengapa tidak? Lanjutkan!
Hehehe, saya pun harus lebih berhati-hati. Jangan sampai tulisan ini jadi bumerang buat saya sendiri. Seperti kata pepatah: Mulutmu harimaumu… (*)
(Catatan khusus: Setelah menulis Happy Wednesday ini, saya langsung mengecek status saya sendiri. Ternyata masih gambar sepeda, wkwkwkwkwk…)

Kalau zaman kuliah saya dulu, kalau memberi jawaban yang klise dan mengambang terlalu luas, nilainya ”F”. Harus konkret, jelas, minimal deskriptif.

Kedua, biasanya juga bukan kutipan buatan sendiri. Mengambil dari omongan orang terkenal atau tulisan tertentu.

Jujur, saya kadang masuk kategori yang kedua itu. Tapi, saya akan memastikan kutipan atau gambar tersebut konkret dan tajam mengena. Kalau menyindir, pastikan getarannya terasa. Jangan tanggung-tanggung dan sok bijak.

Misalnya, kalau ada orang yang statusnya penuh alasan, jika sedang iseng saya akan membalasnya dengan kutipan dari Benjamin Franklin, ”He that is good for making excuses is seldom good for anything else.”
Wkwkwkwkwk…
Yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah kalau pesan bijaknya itu kadang tidak konsisten dengan keseharian.

Dan alangkah banyaknya yang seperti itu. Dalam berbagai tingkatan.

Tingkatan ”kecil” adalah memasang pesan yang mungkin dia tidak sadar bahwa itu tidak sesuai dengan kesehariannya. Tidak semua aspek kehidupannya, mungkin hanya satu atau dua. Tapi sudah cukup untuk menjadikan status PP-nya tidak konsisten.

Contoh teman yang juga sehobi dengan saya (bersepeda). Statusnya gambar tangga dengan tulisan ”There is no elevator to success. You have to take the stairs…”
Mungkin dalam hidup keluarganya dan profesionalnya mencerminkan status itu. Bahwa hidup ini tidak bisa diraih dengan jalan pintas dan otomatis, harus mau bersusah-susah dulu.

Tapi, status PP itu tidak sesuai dengan hobinya: Karena dia enggan susah-susah lewat rute menanjak.

Wkwkwkwkwk…
Tenang, itu tingkatan ”kecil”. Ada yang tahap full blown munafik.

Kebetulan, variasi orang yang tercatat di hape saya tergolong sangat luas. Mungkin lebih luas daripada kebanyakan orang.

Ada banyak orang di organisasi pemerintahan atau formal lain yang selalu memasang status-status ”suci”. Menyebut nama Tuhan, mengutip doa (dalam agama apa pun), menulis pesan bersyukur yang luar biasa. Padahal, saya tahu persis kesehariannya seperti apa. Bahkan sangat ekstrem dengan kenyataan!
Tidak hanya bikin geleng kepala, kadang status mereka sampai memberi rasa yucky. Badan sampai terasa gatal membacanya.

Hehehe, mungkin setelah membaca tulisan ini, orang-orang yang saya kenal dan tahu namanya ada di hape saya akan mencoba lebih hati-hati.

Bagi yang suka memasang status lucu, silakan terus lanjutkan karena itu bisa menghibur orang dan saya yakin menghibur ada pahalanya.

Bagi yang merasa cantik dan dianggap banyak orang cantik, jangan malu terus memasang foto cantiknya. Sebab, itu juga masuk kategori menghibur (untuk cowok) dan saya yakin menghibur ada pahalanya.

Bagi yang ingin menyampaikan pesan bijak, well, punya cermin nggak? Kalau memang cocok, monggo disampaikan. Karena kalau itu bermanfaat, juga ada pahalanya.

Bukankah ada ucapan –walau klise– yang bilang: Jadilah dirimu sendiri? Selama itu cerminan diri sendiri dan bermaksud baik atau menghibur, mengapa tidak? Lanjutkan!
Hehehe, saya pun harus lebih berhati-hati. Jangan sampai tulisan ini jadi bumerang buat saya sendiri. Seperti kata pepatah: Mulutmu harimaumu… (*)
(Catatan khusus: Setelah menulis Happy Wednesday ini, saya langsung mengecek status saya sendiri. Ternyata masih gambar sepeda, wkwkwkwkwk…)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/