26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Pemilihan Wagubsu Melalui DPRD: Aroma Suap Bisa Mencuat

Foto: Jawa Pos Grup Tengku Erry Nuradi tersenyum usai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubsu, di Istana Negara, Rabu (25/5/2016).
Foto: Jawa Pos Grup
Tengku Erry Nuradi tersenyum usai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubsu, di Istana Negara, Rabu (25/5/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemilihan Wakil Gubernur Sumut pengganti Erry Nuradi melalui DPRD Sumut dinilai rawan permainan uang (suap). Apalagi, jika calon yang diusulkan partai pengusung lebih dari satu nama.

Lobi-lobi politik antara calon wakil gubernur dengan anggota DPRD yang berujung pada tansaksional, tidak akan terhindarkan. Direktur Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum tidak menampik kemungkinan tersebut. Apalagi, calon wakil gubernur yang kini mencuat ialah sosok yang memiliki catatan kelam di bidang hukum, khususnya praktik korupsi.

“Aroma transaksi (suap) akan mencuat, karena peluang itu tetap ada,” kata Rurita kepada Sumut Pos, Jumat (3/6).

Menurutnya, agar aroma busuk transaksional tak menyeruak dalam pemilihan calon wakil gubernur Sumut di DPRD, maka yang perlu dilakukan partai pengusung ialah mencari sosok yang berpengalaman, berkompetensi, serta bebas dari dosa masa lalu.

“Kalau partai pengusung ngotot memunculkan atau mencalonkan orang yang memiliki catatan buruk dalam praktik korupsi, maka akan mencoreng citra partai tersbut. Masyarakat juga akan kehilangan kepercayaan kepada partai politik,” tuturnya.

Jika nama yang diajukan ke DPRD Sumut adalah sosok yang berkompetensi dan memiliki kemampuan, pasti akan terjadi perdebatan panjang di lembaga legislatif itu. Lobi-lobi politik pastinya, lanjut dia, tidak akan terhindarkan.

Asalkan, lobi tersebut tidak berujung pada proses transaksional. “Pada akhirnya akan ada proses voting. Jadi kita lihat dulu siapa calon yang akan diusung partai pengusung. Pertanyaannya sekarang, apakah anggota dewan masih berani menjalankan politik transaksional setelah persoalan yang lalu,” tegasnya.

Pengamat Politik, Sohibul Anshor Siregar juga tak menampik kemungkinan adanya praktik politik uang dalam pemilihan wagubsu di lembaga DPRD.

“Pastilah ada biaya yang akan dikeluarkan calon wakil gubernur, tidak mungkin gratis,” terangnya.

Menyikapi kemungkinan ini, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Syamsul Qadri menepis anggapan itu. Dia tidak sependapat jika bakal ada praktik transaksional dalam proses pemilihan Wakil Gubernur Sumut di DPRD. Dia menilai, para anggota dewan sudah banyak belajar dari kejadian yang
lalu.

“Saya yakin tidak akan ada lagi yang berani main-main. Apalagi KPK tengah fokus melakukan pencegahan praktik korupsi di Sumut,” katanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan mengingatkan partai pengusung dan gubernur untuk segera membangun komunikasi politik agar jabatan wagubsu segera diisi. Pasalnya, tenggat waktu untuk pengajuan nama wakil gubernur tidak lama.

Sutrisno mengaku perlu mengingatkan tenggat waktu pengisian jabatan wagubsu ini. Pasalnya, setelah Erry dilantik menjadi gubernur muncul kesan persoalan wagubsu ini menjadi isu liar dan berdiri sendiri.

“Kalau bawa perasaan, mungkin Pak Erry merasa tak butuh wakil. Tapi ada UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengharuskan dipilih wagubsu untuk mendampingi sisa akhir jabatan. Erry seharusnya membuka komunikasi dengan partai politik pengusung pada Pilgubsu 2013,” katanya.

Dia melihat beberapa hari ini, parpol pengusung mulai mengeluarkan pernyataan yang ingin membuka komunikasi dengan Erry. Sayangnya, Erry belum terlihat berupaya untuk berkomunikasi soal itu. Akibatnya, pernyataan yang muncul di media menjadi liar.

”Artinya, saya ingin katakan, Erry harus menjemput bola. Bangun komunikasi dengan parpol pengusung dan minta dua nama untuk diusulkan ke DPRD secepatnya,” ujarnya.

Kalau dibiarkan isu wagubsu menjadi liar, Sutrisno melihat tidak akan ada titik yang konkret. Dengan begitu, kata dia, tenggat waktu pengisian wagubsu bisa saja akan habis tanpa disadari. Kemudian gubernur tak harus punya wakil.

“Kalau itu yang terjadi, DPRD Sumut akan mengeluarkan pernyataan bahwa situasi itu sengaja diciptakan. Menjadi bagian upaya untuk mereduksi jabatan wagubsu,” bebernya.

Foto: Jawa Pos Grup Tengku Erry Nuradi tersenyum usai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubsu, di Istana Negara, Rabu (25/5/2016).
Foto: Jawa Pos Grup
Tengku Erry Nuradi tersenyum usai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubsu, di Istana Negara, Rabu (25/5/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemilihan Wakil Gubernur Sumut pengganti Erry Nuradi melalui DPRD Sumut dinilai rawan permainan uang (suap). Apalagi, jika calon yang diusulkan partai pengusung lebih dari satu nama.

Lobi-lobi politik antara calon wakil gubernur dengan anggota DPRD yang berujung pada tansaksional, tidak akan terhindarkan. Direktur Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum tidak menampik kemungkinan tersebut. Apalagi, calon wakil gubernur yang kini mencuat ialah sosok yang memiliki catatan kelam di bidang hukum, khususnya praktik korupsi.

“Aroma transaksi (suap) akan mencuat, karena peluang itu tetap ada,” kata Rurita kepada Sumut Pos, Jumat (3/6).

Menurutnya, agar aroma busuk transaksional tak menyeruak dalam pemilihan calon wakil gubernur Sumut di DPRD, maka yang perlu dilakukan partai pengusung ialah mencari sosok yang berpengalaman, berkompetensi, serta bebas dari dosa masa lalu.

“Kalau partai pengusung ngotot memunculkan atau mencalonkan orang yang memiliki catatan buruk dalam praktik korupsi, maka akan mencoreng citra partai tersbut. Masyarakat juga akan kehilangan kepercayaan kepada partai politik,” tuturnya.

Jika nama yang diajukan ke DPRD Sumut adalah sosok yang berkompetensi dan memiliki kemampuan, pasti akan terjadi perdebatan panjang di lembaga legislatif itu. Lobi-lobi politik pastinya, lanjut dia, tidak akan terhindarkan.

Asalkan, lobi tersebut tidak berujung pada proses transaksional. “Pada akhirnya akan ada proses voting. Jadi kita lihat dulu siapa calon yang akan diusung partai pengusung. Pertanyaannya sekarang, apakah anggota dewan masih berani menjalankan politik transaksional setelah persoalan yang lalu,” tegasnya.

Pengamat Politik, Sohibul Anshor Siregar juga tak menampik kemungkinan adanya praktik politik uang dalam pemilihan wagubsu di lembaga DPRD.

“Pastilah ada biaya yang akan dikeluarkan calon wakil gubernur, tidak mungkin gratis,” terangnya.

Menyikapi kemungkinan ini, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Syamsul Qadri menepis anggapan itu. Dia tidak sependapat jika bakal ada praktik transaksional dalam proses pemilihan Wakil Gubernur Sumut di DPRD. Dia menilai, para anggota dewan sudah banyak belajar dari kejadian yang
lalu.

“Saya yakin tidak akan ada lagi yang berani main-main. Apalagi KPK tengah fokus melakukan pencegahan praktik korupsi di Sumut,” katanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan mengingatkan partai pengusung dan gubernur untuk segera membangun komunikasi politik agar jabatan wagubsu segera diisi. Pasalnya, tenggat waktu untuk pengajuan nama wakil gubernur tidak lama.

Sutrisno mengaku perlu mengingatkan tenggat waktu pengisian jabatan wagubsu ini. Pasalnya, setelah Erry dilantik menjadi gubernur muncul kesan persoalan wagubsu ini menjadi isu liar dan berdiri sendiri.

“Kalau bawa perasaan, mungkin Pak Erry merasa tak butuh wakil. Tapi ada UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengharuskan dipilih wagubsu untuk mendampingi sisa akhir jabatan. Erry seharusnya membuka komunikasi dengan partai politik pengusung pada Pilgubsu 2013,” katanya.

Dia melihat beberapa hari ini, parpol pengusung mulai mengeluarkan pernyataan yang ingin membuka komunikasi dengan Erry. Sayangnya, Erry belum terlihat berupaya untuk berkomunikasi soal itu. Akibatnya, pernyataan yang muncul di media menjadi liar.

”Artinya, saya ingin katakan, Erry harus menjemput bola. Bangun komunikasi dengan parpol pengusung dan minta dua nama untuk diusulkan ke DPRD secepatnya,” ujarnya.

Kalau dibiarkan isu wagubsu menjadi liar, Sutrisno melihat tidak akan ada titik yang konkret. Dengan begitu, kata dia, tenggat waktu pengisian wagubsu bisa saja akan habis tanpa disadari. Kemudian gubernur tak harus punya wakil.

“Kalau itu yang terjadi, DPRD Sumut akan mengeluarkan pernyataan bahwa situasi itu sengaja diciptakan. Menjadi bagian upaya untuk mereduksi jabatan wagubsu,” bebernya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/