31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

CV Makin Maju Buang Limbah Sembarangan

Limbah cair kelapa sawit – Ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Puluhan petani karet dari Desa Jati Sari, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat merasa dirugikan. Pasalnya, pabrik brondolan CV Makin Maju membuang limbah sawitnya sembarangan.

Akibatnya, puluhan warga yang mempunyai kebun karet di sekitar pabrik tersebut harus merugi. Sebab, hasil produksinya berkurang dan pohon karetnya banyak yang mati.

Seperti yang diungkap Ngatinem (55). Akibat limbah tersebut, pohon karet miliknya yang tidak jauh dari lokasi pabrik, banyak yang rusak dan mati.

“Sudah lama limbahnya dibuang sembarangan. Penampungan limbah milik pabrik tersebut tidak dipasang tanggul. Sehingga kalau hujan deras, limbah pabrik pasti menggenangi kebun karet kami,” ucap wanita yang tidak mampu berbuat apa-apa itu.

“Biasanya, kebun karet kami sekali panen bisa mengeluarkan getah karet sekitar 50 kilogram. Namun karena terkena limbah, paling bisa menghasilkan sekitar 25 kilogram,” sambungnya.

Ngatinem menambahkan, pohon karet miliknya yang ditanam di lahan seluas 11 rante tersebut, awalnya mati karet. Setelah itu, mati karena terus terusan di genangi limbah pabrik.

“Udah sekitar tiga tahun ini limbah sawit itu menggenangi kebun karet kami kalau hujan deras. Tapi, pihak pabrik seolah tutup mata dan tidak menggubris penderitaan warga,” ketus Ngatinem.

Dulu, kata Ngatinem, ada perjanjian kompensasi untuk warga sebesar Rp 1 juta/bulan. Selain itu, pihak perusahaan juga menjanjikan bantuan pupuk setiap 3 bulan sekali.

“Tapi pihak pabrik membohongi kami dan hanya membayar kompensasi sekali aja yaitu 1 juta. Bahkan, Kepala Desa kalau ditanya cuma menjawab sudah diselesaikan,” beber Ngatinem.

Warga sering sekali menagih kompensasi yang dijanjikan. Tapi, pemilik pabrik bernama Acin tidak pernah bisa ditemui.

Senada diungkap Giman (65), salah seorang warga yang kenun karetnya tergenang limbah.

“Katanya mau diganti rugi, tapi cuma ngomong bohong. Pihak pabrik juga pernah dipanggil ke kantor Camat tapi tidak datang. Setelah itu, dipanggil ke kantor Kepala Desa, tapi pihak pabrik tetap tidak datang juga,” ucap Giman dengan nada kesal.

Giman juga mengatakan, kalau air limbah yang berwarna hitam tersebut lengket seperti getah. Bahkan terkadang, karyawan pabrik brondolan tersebut memakai selang untuk mengalirkan limbah ke kebun masyarakat pada malam hari.

“Dulu waktu mau mendirikan pabrik, warga di mintai tanda tangan. Anehnya, saya yang tidak pernah tanda tangan tapi nama saya ada dan ada tanda tangannya. Itukan lucu dan membohongi saya,” seru Giman yang mengaku buta huruf.

Tidak hanya dua warga itu yang melakukan protes. Namun, seluruh warga sekitar pabrik merasa tidak terima dan dirugikan.

Warga mengancam akan menggelar aksi bila pihak pabrik terus membuang limbahnya sembarangan.

“Gak benar pabrik itu. Artinya ijinnya pun perlu dipertanyakan. Bahkan, instansi pemerintah seperti BLH, Camat, anggota DPRD Langkat (Acai Ismail dan Anthony) tidak digubris saat datang ke pabrik itu. Kepala Desa seolah tutup mata dengan keresahan warganya,” timpal Feri, warga lain.(bam/ala)

Limbah cair kelapa sawit – Ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Puluhan petani karet dari Desa Jati Sari, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat merasa dirugikan. Pasalnya, pabrik brondolan CV Makin Maju membuang limbah sawitnya sembarangan.

Akibatnya, puluhan warga yang mempunyai kebun karet di sekitar pabrik tersebut harus merugi. Sebab, hasil produksinya berkurang dan pohon karetnya banyak yang mati.

Seperti yang diungkap Ngatinem (55). Akibat limbah tersebut, pohon karet miliknya yang tidak jauh dari lokasi pabrik, banyak yang rusak dan mati.

“Sudah lama limbahnya dibuang sembarangan. Penampungan limbah milik pabrik tersebut tidak dipasang tanggul. Sehingga kalau hujan deras, limbah pabrik pasti menggenangi kebun karet kami,” ucap wanita yang tidak mampu berbuat apa-apa itu.

“Biasanya, kebun karet kami sekali panen bisa mengeluarkan getah karet sekitar 50 kilogram. Namun karena terkena limbah, paling bisa menghasilkan sekitar 25 kilogram,” sambungnya.

Ngatinem menambahkan, pohon karet miliknya yang ditanam di lahan seluas 11 rante tersebut, awalnya mati karet. Setelah itu, mati karena terus terusan di genangi limbah pabrik.

“Udah sekitar tiga tahun ini limbah sawit itu menggenangi kebun karet kami kalau hujan deras. Tapi, pihak pabrik seolah tutup mata dan tidak menggubris penderitaan warga,” ketus Ngatinem.

Dulu, kata Ngatinem, ada perjanjian kompensasi untuk warga sebesar Rp 1 juta/bulan. Selain itu, pihak perusahaan juga menjanjikan bantuan pupuk setiap 3 bulan sekali.

“Tapi pihak pabrik membohongi kami dan hanya membayar kompensasi sekali aja yaitu 1 juta. Bahkan, Kepala Desa kalau ditanya cuma menjawab sudah diselesaikan,” beber Ngatinem.

Warga sering sekali menagih kompensasi yang dijanjikan. Tapi, pemilik pabrik bernama Acin tidak pernah bisa ditemui.

Senada diungkap Giman (65), salah seorang warga yang kenun karetnya tergenang limbah.

“Katanya mau diganti rugi, tapi cuma ngomong bohong. Pihak pabrik juga pernah dipanggil ke kantor Camat tapi tidak datang. Setelah itu, dipanggil ke kantor Kepala Desa, tapi pihak pabrik tetap tidak datang juga,” ucap Giman dengan nada kesal.

Giman juga mengatakan, kalau air limbah yang berwarna hitam tersebut lengket seperti getah. Bahkan terkadang, karyawan pabrik brondolan tersebut memakai selang untuk mengalirkan limbah ke kebun masyarakat pada malam hari.

“Dulu waktu mau mendirikan pabrik, warga di mintai tanda tangan. Anehnya, saya yang tidak pernah tanda tangan tapi nama saya ada dan ada tanda tangannya. Itukan lucu dan membohongi saya,” seru Giman yang mengaku buta huruf.

Tidak hanya dua warga itu yang melakukan protes. Namun, seluruh warga sekitar pabrik merasa tidak terima dan dirugikan.

Warga mengancam akan menggelar aksi bila pihak pabrik terus membuang limbahnya sembarangan.

“Gak benar pabrik itu. Artinya ijinnya pun perlu dipertanyakan. Bahkan, instansi pemerintah seperti BLH, Camat, anggota DPRD Langkat (Acai Ismail dan Anthony) tidak digubris saat datang ke pabrik itu. Kepala Desa seolah tutup mata dengan keresahan warganya,” timpal Feri, warga lain.(bam/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/