Catatan: Dame Ambarita, Martabe & Pongkor
Ada yang menarik dengan pembuangan waste alias limbah yang dihasilkan dari seluruh proses pengolahan bijih emas menjadi dore, antara tambang emas Martabe dan Antam Pongkor. Di Martabe, wastenya berakhir di tailing dam. Sedangkan di Pongkor, limbahnya ada yang berakhir di jalanan.
Masak sih? Serius?
Saat Sumutpos.Co berkunjung ke tambang emas milik PT Antam di Jawa Barat, sering dikenal sebagai tambang emas Pongkor, para staf di sana menunjukkan pemanfaatan waste mereka menjadi conblok. Conblok itu bahkan telah digunakan untuk mempermanis jalur pejalan kaki di jalan raya Pongkor, yakni jalan raya di areal tambang.
”Ini hasil temuan tambang Pongkor bekerja sama dengan beberapa instansi terkait. Ada 14 produk yang bisa dihasilkan dari waste tambang, seperti paving blok, conblok, batako, dan lainnya,” kata Dedy Syamsudin, Vice President Operasional Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor.
Sebelum dimanfaatkan, limbah sisa tambang terlebih dahulu dipompakan ke pembersih sianida, dengan cara menginjeksi Na2SO3. Gunanya untuk menurunkan kandungan Sianida hingga di bawah ambang batas.
Setelah itu, limbah dipompakan ke tambang sebagai material pengisi rongga yang digali dalam sistem total tailing backfill system dengan kombinasi semen. Sebagian lainnya dipompakan ke tailing dam.
Di tailing dam, limbah sianida dirusak melalui proses alamiah. Untuk mengantisipasi kemungkinan sianida masih ada, ditambahkan H2O2 dan zat lainnya sampai pada level yang diperkenakan sesuai peraturan yang berlaku.
”Setelah itu, barulah air yang sudah aman dilepaskan ke sungai Sikaniki,” kata Dedy.
Sementara itu, lumpur yang ditampung di bendungan tailing sebagian dimanfaatkan lagi menjadi berbagai produk dengan kombinasi semen. Antara lain menjadi conblok, paving blok, dan produk-produk lainnya. Total ada 14 produk yang bisa dihasilkan.
Pengolahan limbah tambang di Pongkor para prinsipnya serupa dengan yang dilakukan tambang emas Martabe di Tapsel. Oleh Martabe, air hasil proses tambang ditampung di tailing dam, dan terus menerus dimanfaatkan untuk proses pengolahan.
Air di tailing dam baru dibuang ke Sungai Batangtoru jika terlalu penuh karena air hujan. Itupun biasanya keluar dari bendungan kedua yang dibuat menampung luapan dari bendungan pertama.
Adapun lumpur sisa bebatuan yang tidak digunakan akan mengendap di dasar bendungan, hingga nantinya bendungan tidak mampu lagi menerima limbah. ”Jika demikian halnya, maka bendungan akan kembali rata dengan permukaan tanah di sekitarnya. Untuk menerima waste hasil proses tambang, akan dibuka bendungan baru. Tapi itu masih lama,” kata Katarina Siburian selaku Senior Corporate Communications Manager of Gold Mining Martabe.
Jadi, kata dia, bebatuan yang dikeruk dari lokasi tambang akan berada di areal yang sama. Hanya bentuknya yang berubah. Dari awalnya bebatuan, kini menjadi lumpur yang nantinya akan padat menjadi tanah. Adapun air sisa hasil proses pengolahan dibuang ke Sungai Batangtoru.
Mengapa tidak memanfaatkan limbah tambang menjadi conblok atau paving blok seperti dilakukan tambang emas Pongkor?
”Oh… ke depan bisa saja itu dilakukan. Tetapi tentu harus ada izin dari Departemen Lingkungan Hidup. Karena meski limbah dalam bendungan telah didetoks, namun oleh Kementerian Lingkungan Hidup masih dikategorikan limbah B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Jadi untuk pemanfaatannya harus ada izin,” kata Katarina.
Selain memiliki perbedaan, kedua tambang emas ini juga memiliki persamaan, yakni rencana reklamasi. Tambang emas Pongkor dan Martabe sama-sama memiliki pusat penelitian tanaman asli, dengan membibitkan beberapa pohon asli setempat untuk nantinya digunakan mereklamasi lahan yang ditambang.
Juga sama-sama memiliki program pelestarian lingkungan dengan menjaga satwa asli lokasi tambang agar tidak punah. Di Pongkor misalnya, pihak tambang melestarikan satwa langka Jalak Putih, dengan membuatkan beberapa sarang di pepohonan.
Sementara Martabe bahkan menyelamatkan dan memindahkan beberapa satwa, seperti ular dan monyet ke hutan yang berdekatan, agar tidak terganggu proses pertambangan.
”Prinsipnya adalah melakukan pertambangan yang bertanggung jawab,” kata Katarina Siburian mengakhiri.
Okelah! (Habis)