Dia menambahkan, peraturan pemerintah tentang pengusulan dan pengangkatan Wagub, Wabup dan Wakil Walikota yang katanya punya deadline sebulan, itu tidak benar. Adapun Peraturan Pemerintah (PP) yang pernah mengatur tentang pengusulan dan pengangkatan Wagub, Wabup dan wakil wali kota yaitu PP NO 102 tahun 2014 yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2014 yang sudah direvisi menjadi UU NOmor 1 Tahun 2015 disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah hanya memilih gubernur.
Dan untuk wakil kepala daerah seperti wagub, wabup atau wakil walikota diusulkan oleh Gubernur terpilih dan di laksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan Gubernur, Bupati dan walikota.
Tetapi UU NO 1 Tahun 2015 ini telah diubah menjadi UU NO 8 Tahun 2015. Dalam UU NO 8 Tahun 2015 di sebut bahwa pemilihan Kepala Daerah kembali satu paket, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
“Sehingga secara otomatis peraturan pemerintah yang mengatur tentang deadline gubernur terpilih harus mengajukan wakil sebulan setelah pelantikan gugur dengan sendirinya,” cetus pria yang dikenal sebagai Kordinator Aktivis 98 Sumut ini.
Sementara, menanggapi sikap Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi yang terkesan enggan menjalin komunikasi politik dan menyerahkan semuanya ke partai pengusung untuk membicarakan sosok Wakil Gubernur Sumut, mendapat komentar beragam. Ada yang menilai positif, ada pula yang menanggapinya negatif.
Mantan Ketua Tim Pemenangan Pasangan Gatot-Tengku Erry (Ganteng) pada Pilgubsu 2013 lalu, Ikrimah Hamidy menilai, jika Erry tak menjalin komunikasi dengan para pimpinan partai pengusung, maka Erry akan sulit untuk mendapatkan wakil sesuai keinginannya. Namun jika komunikasi politik dilakukannya, maka partai politik pengusung akan dapat mengakomodir sosok wakil yang dikehendaki Erry.
Namun begitu, kata Ikrimah, akan muncul multi tafsir jika Erry menjalin komunikasi dengan partai pengusung. Pasalnya, saat ini Erry merupakan Ketua DPW Partai Nasdem Sumut.
“Nanti akan ada multi tafsir bahwa komunikasi yang terjalin adalah antara Ketua Partai Nasdem dengan pimpinan partai-partai pengusung,” terang Ikrimah sembari tak menampik kalau Nasdem yang kala itu masih ormas, ikut menjadi pendukung.
Namun, jika partai-partai pengusung menjadi pelopor pertemuan tanpa melibatkan gubernur untuk membicarakan sosok yang akan diusulkan ke DPRD Sumut menjadi wakil gubernur, Ikrimah menilai, akan ada stigma di masyarakat kalau partai pengusung haus kekuasaan.
“Bisa saja partai yang menjadi pelopor pertemuan itu dianggap partai yang paling ngotot mendapatkan kursi Sumut 2. Padahal, tidak seperti itu. Komunikasi harus segera dilakukan, kalau PKS diundang tentu akan
hadir,” tegasnya.
Politisi PKS lainnya, Burhanuddin Siregar menilai, apa yang dilakukan Tengku Erry sebuah kekeliruan besar. Sebab, pada hakikatnya yang akan bekerja sama dengan wakil gubernur ialah gubernur itu sendiri.
“Sebenarnya masalah ini mudah kalau dianggap mudah. Tapi pada kenyataannya, saat ini semua seperti dipersulit,” kata anggota Komisi A DPRD Sumut ini.