27.8 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Kapolri Umumkan 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Dirut PT LIB Tersangka

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhirnya menetapkan enam orang tersangka dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan ratusan orang termasuk suporter Arema FC. Penetapan tersebut disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo usai tim investigasi melakukan serangkaian penyidikan.

PENGUMUMAN tersangka itu, menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi yang sebelumnya memerintahkan tragedi Kanjuruhan agar diusut tuntas. Jokowi meminta tak ada yang ditutup-tutupi terkait tragedi Kanjuruhan. “Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup, maka ditetapkan saat ini 6 tersangka,” kata Kapolri dalam jumpa pers, Kamis (6/10).

Dari keenam tersangka tersebut, salah satunya Ahkmad Hadian Lukita (AHL) yang menjabat sebagai Direktur LIB. Akhmad ditetapkan menjadi tersangka karena membiarkan pertandingan BRI Liga 1 tetap dilaksanakan di Stadion Kanjuruhan. Dengan menggunakan sertifikat layak fungsi pada 2020. “AHL, yang bertanggung jawab terhadap tiap stadion untuk memiliki sertifikat layak fungsi, tapi saat menunjuk (Stadion Kanjuruhan), persyaratan belum dicukupi,” ujar Kapolri.

Stadion itu memenuhi sertifikat layak fungsi yang dikeluarkan pada 2020. Artinya selama 2 tahun, tidak ada pengadaan sertifikasi layak fungsi yang dilakukan. Beberapa temuan juga disampaikan Kapolri. Hasilnya, beberapa kondisi stadion membahayakan penonton. “Ada besi melintang 5 cm yang mengakibatkan penonton menjadi terhambat saat harus lewati pintu,” tutur Kapolri.

Hal itu diperparah dengan jumlah suporter yang cukup banyak. Penumpukan suporter pun terjadi. “Apalagi diikuti (suporter) dalam jumlah banyak. Terjadi desakan-desakan dan ada sumbatan di pintu hampir 20 menit,” ujar Listyo.

Kemudian, PT LIB juga terbukti menolak permintaan Panitia Pelaksana (Panpel) dan Polres Malang untuk memajukan jam tanding dari pukul 20.00 menjadi pukul 15.00 WIB. “Pada 12 September, panitia Arema mendapat rekomendasi untuk pertandingan yang dilakukan 1 Oktober. Kemudian Polres Malang menanggapi panitia pelaksana dan mengubah jam pertandingan menjadi pukul 15.00 WIB dengan pertimbangan keamanan,” tutur Listyo.

Namun, permintaan ditolak dengan alasan tertentu. “Bila jam digeser akan berkaitan dengan penayangan langsung. Yang bisa (membuat) kenaikan penalti,” ujar Kapolri.

Selain Akhmad, Polisi juga menetapkan Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris sebagai tersangka kedua. “Ketua Panpel Arema Abdul Haris yang dikenakan pasal 359 360 KUHP 103 jo 52 UU 11 2022 tentang OR di mana yang bertanggung jawab dalam LIB adalah panpel yang bertanggung jawab pada pertandingan,” papar Listyo.

Dalam aturan itu, panpel wajib membuat panduan. Namun panpel mengabaikan pihak keamanan. “Terjadi penjualan tiket over (kapasitas). Harusnya 38 ribu tapi dijual 42 ribu,” ungkap Listyo.

Tersangka ketiga adalah Security Officer, Suko Sutrisno. Dia dikenakan pasal 359 360 KUHP 103 jo 52 UU 11 2022 tentang OR. “Di mana tidak ada dokumen penilaian risiko untuk semua pertandingan,” kata Listyo. Suko juga memerintahkan steward atau penjaga pintu untuk meninggalkan gerbang saat kerusuhan terjadi. Padahal steward harus standby.

Sementara itu, tiga tersangka lain yakni dari unsur kepolisian. “Saudara H (AKP Has Darman), anggota Brimob Polda Jatim. Yang bersangkutan memerintahkan anggota untuk menembakkan gas air mata,” ujar Kapolri.

Polri juga menetapkan tersangka kepada Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi (BS) yang turut memerintahkan penembakan gas air mata di dalam stadion. “BS, Kasat Samapta Polres Malang memerintahkan anggota menembakkan gas air mata,” tegas Kapolri.

Polisi terakhir yang turut menjadi tersangka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto (WS) selaku Kabag Ops Polres Malang. “WS mengetahui terkait adanya aturan FIFA mengenai larangan gas air mata. Namun yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang pemakaian gas air mata,” tegas Sigit.

Kapolri juga bisa memastikan penambahan tersangka, karena investigasi atas kasus yang menewaskan 131 orang itu masih berlangsung. “Kemungkinan penambahan pelaku, apakah itu pelaku pelanggar etika, ataupun pelaku, akan kita tetapkan. Dan kemungkinan bertambah,” tegas Sigit.

Dia berjanji untuk mengusut tuntas tragedi yang berawal dari pertandingan BRI Liga 1 antara Arema vs Persebaya, Sabtu (1/10) lalu. “Tim akan terus bekerja dan betul-betul menyelesaikan kasus yang saat ini kami proses. Khususnya yang pidana, kami akan segera berkoordinasi dan kejaksaan agung dan kejaksaan yang ada di wilayah Jawa Timur,” ucap Kapolri.

“Selanjutnya kami ingin proses perjalanan pertandingan sepak bola akan semakin baik. Oleh karena itu kami akan mengeluarkan peraturan kapolri terkait manajemen pengamanan dan pengendalian penonton. Sehingga ke depan, penyelenggaraan pertandingan akan lebih baik,” lanjutnya.

Selain itu, Kapolri juga juga mengaku akan berkoordinasi dengan Kemenpora dan Ketua Umum PSSI. “Juga dengan teman-teman suporter dan pemilik klub, sehingga ke depan kita bisa memperbaiki manajemen terkait pengamanan dan keselamatan baik bagi pemain, ofisial, dan penonton sesuai dengan perintah Bapak Presiden,” ujar Kapolri lagi.

11 Tembakan Gas Air Mata Dilepaskan

Kapolri juga mengungkapkan, sebanyak 11 tembakan gas air mata dilontarkan Polisi ke arah suporter Arema dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10) pekan lalu. Berdasar hasil investigasi yang dipimpin Kapolri, belasan tembakan gas air mata itu dilempar ke arah tribun yang berbeda-beda. “Ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan,” papar Listyo.

Belasan tembakan gas air mata itu diakui dilempar 11 anggota kepolisian yang bertugas. Kapolri juga mengakui bahwa tembakan gas air mata itu yang membuat penonton menjadi panik. “Beberapa personel menembakkan gas air mata. Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata. Gas air mata yang ditembakkan tersebut, membuat penonton panik, merasa pedih matanya, dan kemudian berusaha untuk segera meninggalkan stadion,” paparnya.

Menurut Kapolri, alasan penembakan gas air mata itu untuk mengamankan suporter yang turun ke lapangan pasca pertandingan berakhir. Gas air mata digunakan untuk mencegah penonton turun ke lapangan. “Dengan semakin bertambahnya penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembakkan gas air mata,” jelasnya.

Kapolri menjelaskan, petugas sudah menggunakan cara lain sebelum menembakkan gas air mata. Di antaranya, dengan menggunakan tameng. “Penonton makin banyak yang turun ke lapangan sehingga pada saat itu beberapa anggota kemudian mulai melakukan kegiatan-kegiatan penggunaan kekuatan. Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC, saudara Aldison M,” terang Listyo.

Penggunaan gas air mata itulah yang membuat kapolri menetapkan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto sebagai tersangka. “Yang bersangkutan mengetahui aturan FIFA atas larangan menggunakan gas air mata,” ujar Listyo.

Namun Wahyu tidak mencegah dan melarang penggunaan gas air mata. “Wahyu juga tidak memberikan pencegahan langsung,” tutur Listyo.

Copot Kapolda Jatim

Pengamat militer dan kepolisian Kardono Setyorakhmadi mengatakan, penetapan enam tersangka Tragedi Kanjuruhan ini menunjukkan, Kapolri sudah berada ke arah yang tepat. Tetapi, kata Kardono, ini belum sepenuhnya memuaskan publik. “Kapolri harus berani mencopot Kapolda Jatim untuk menyelamatkan institusi. Kita lihat saja, apa pun yang dilakukan Polri selalu mendapatkan sentimen negatif,” kata Kardono.

“Ini menunjukkan, tingkat kepercayaan publik sudah begitu rendahnya ke Polri. Sehingga perlu ada langkah drastis untuk mengembalikannya. Kepercayaan ini penting, karena program Polri sebagus apa pun tak akan diterima publik jika public trust masih rendah,” tambah Kardono.

Dalam konteks Kapolda Jatim, tambah Kardono, selain dengan level kerusakan Tragedi Kanjuruhan yang sangat tinggi, desakan publik dari sejumlah elemen yang tak dipenuhi, maka bisa menimbulkan persepsi “Kapolri melindungi jenderalnya yang tak cakap”.

“Jika pesan buruk ini menjadi persepsi umum, maka akan menjadi preseden buruk bagi institusi Polri,” kata Kardono lagi.

“Sebenarnya, jika dengan model tragedi dengan korban jiwa sebesar ini, secara moral Kapolda Jatim harus gentle untuk mengundurkan diri.”

“Tapi dengan desakan publik dan sejumlah elemen masyarakat serta kegagalan secara umum, seharusnya Kapolda Jatim berbesar hati untuk mengundurkan diri. Apalagi, dalam konpres awal, dia bilang tidak ada kesalahan prosedur,” imbuh Kardono.

Tragedi Kanjuruhan meletus setelah laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022. Sedikitnya 131 orang meninggal dunia pada tragedi tersebut.

Tragedi meledak hingga membuat ratusan orang meninggal karena manajemen keamanan yang buruk. Terutama dengan keputusan melakukan penembakan gas air mata kepada penonton yang ada di tribun. (jpc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhirnya menetapkan enam orang tersangka dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan ratusan orang termasuk suporter Arema FC. Penetapan tersebut disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo usai tim investigasi melakukan serangkaian penyidikan.

PENGUMUMAN tersangka itu, menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi yang sebelumnya memerintahkan tragedi Kanjuruhan agar diusut tuntas. Jokowi meminta tak ada yang ditutup-tutupi terkait tragedi Kanjuruhan. “Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup, maka ditetapkan saat ini 6 tersangka,” kata Kapolri dalam jumpa pers, Kamis (6/10).

Dari keenam tersangka tersebut, salah satunya Ahkmad Hadian Lukita (AHL) yang menjabat sebagai Direktur LIB. Akhmad ditetapkan menjadi tersangka karena membiarkan pertandingan BRI Liga 1 tetap dilaksanakan di Stadion Kanjuruhan. Dengan menggunakan sertifikat layak fungsi pada 2020. “AHL, yang bertanggung jawab terhadap tiap stadion untuk memiliki sertifikat layak fungsi, tapi saat menunjuk (Stadion Kanjuruhan), persyaratan belum dicukupi,” ujar Kapolri.

Stadion itu memenuhi sertifikat layak fungsi yang dikeluarkan pada 2020. Artinya selama 2 tahun, tidak ada pengadaan sertifikasi layak fungsi yang dilakukan. Beberapa temuan juga disampaikan Kapolri. Hasilnya, beberapa kondisi stadion membahayakan penonton. “Ada besi melintang 5 cm yang mengakibatkan penonton menjadi terhambat saat harus lewati pintu,” tutur Kapolri.

Hal itu diperparah dengan jumlah suporter yang cukup banyak. Penumpukan suporter pun terjadi. “Apalagi diikuti (suporter) dalam jumlah banyak. Terjadi desakan-desakan dan ada sumbatan di pintu hampir 20 menit,” ujar Listyo.

Kemudian, PT LIB juga terbukti menolak permintaan Panitia Pelaksana (Panpel) dan Polres Malang untuk memajukan jam tanding dari pukul 20.00 menjadi pukul 15.00 WIB. “Pada 12 September, panitia Arema mendapat rekomendasi untuk pertandingan yang dilakukan 1 Oktober. Kemudian Polres Malang menanggapi panitia pelaksana dan mengubah jam pertandingan menjadi pukul 15.00 WIB dengan pertimbangan keamanan,” tutur Listyo.

Namun, permintaan ditolak dengan alasan tertentu. “Bila jam digeser akan berkaitan dengan penayangan langsung. Yang bisa (membuat) kenaikan penalti,” ujar Kapolri.

Selain Akhmad, Polisi juga menetapkan Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris sebagai tersangka kedua. “Ketua Panpel Arema Abdul Haris yang dikenakan pasal 359 360 KUHP 103 jo 52 UU 11 2022 tentang OR di mana yang bertanggung jawab dalam LIB adalah panpel yang bertanggung jawab pada pertandingan,” papar Listyo.

Dalam aturan itu, panpel wajib membuat panduan. Namun panpel mengabaikan pihak keamanan. “Terjadi penjualan tiket over (kapasitas). Harusnya 38 ribu tapi dijual 42 ribu,” ungkap Listyo.

Tersangka ketiga adalah Security Officer, Suko Sutrisno. Dia dikenakan pasal 359 360 KUHP 103 jo 52 UU 11 2022 tentang OR. “Di mana tidak ada dokumen penilaian risiko untuk semua pertandingan,” kata Listyo. Suko juga memerintahkan steward atau penjaga pintu untuk meninggalkan gerbang saat kerusuhan terjadi. Padahal steward harus standby.

Sementara itu, tiga tersangka lain yakni dari unsur kepolisian. “Saudara H (AKP Has Darman), anggota Brimob Polda Jatim. Yang bersangkutan memerintahkan anggota untuk menembakkan gas air mata,” ujar Kapolri.

Polri juga menetapkan tersangka kepada Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi (BS) yang turut memerintahkan penembakan gas air mata di dalam stadion. “BS, Kasat Samapta Polres Malang memerintahkan anggota menembakkan gas air mata,” tegas Kapolri.

Polisi terakhir yang turut menjadi tersangka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto (WS) selaku Kabag Ops Polres Malang. “WS mengetahui terkait adanya aturan FIFA mengenai larangan gas air mata. Namun yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang pemakaian gas air mata,” tegas Sigit.

Kapolri juga bisa memastikan penambahan tersangka, karena investigasi atas kasus yang menewaskan 131 orang itu masih berlangsung. “Kemungkinan penambahan pelaku, apakah itu pelaku pelanggar etika, ataupun pelaku, akan kita tetapkan. Dan kemungkinan bertambah,” tegas Sigit.

Dia berjanji untuk mengusut tuntas tragedi yang berawal dari pertandingan BRI Liga 1 antara Arema vs Persebaya, Sabtu (1/10) lalu. “Tim akan terus bekerja dan betul-betul menyelesaikan kasus yang saat ini kami proses. Khususnya yang pidana, kami akan segera berkoordinasi dan kejaksaan agung dan kejaksaan yang ada di wilayah Jawa Timur,” ucap Kapolri.

“Selanjutnya kami ingin proses perjalanan pertandingan sepak bola akan semakin baik. Oleh karena itu kami akan mengeluarkan peraturan kapolri terkait manajemen pengamanan dan pengendalian penonton. Sehingga ke depan, penyelenggaraan pertandingan akan lebih baik,” lanjutnya.

Selain itu, Kapolri juga juga mengaku akan berkoordinasi dengan Kemenpora dan Ketua Umum PSSI. “Juga dengan teman-teman suporter dan pemilik klub, sehingga ke depan kita bisa memperbaiki manajemen terkait pengamanan dan keselamatan baik bagi pemain, ofisial, dan penonton sesuai dengan perintah Bapak Presiden,” ujar Kapolri lagi.

11 Tembakan Gas Air Mata Dilepaskan

Kapolri juga mengungkapkan, sebanyak 11 tembakan gas air mata dilontarkan Polisi ke arah suporter Arema dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10) pekan lalu. Berdasar hasil investigasi yang dipimpin Kapolri, belasan tembakan gas air mata itu dilempar ke arah tribun yang berbeda-beda. “Ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan,” papar Listyo.

Belasan tembakan gas air mata itu diakui dilempar 11 anggota kepolisian yang bertugas. Kapolri juga mengakui bahwa tembakan gas air mata itu yang membuat penonton menjadi panik. “Beberapa personel menembakkan gas air mata. Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata. Gas air mata yang ditembakkan tersebut, membuat penonton panik, merasa pedih matanya, dan kemudian berusaha untuk segera meninggalkan stadion,” paparnya.

Menurut Kapolri, alasan penembakan gas air mata itu untuk mengamankan suporter yang turun ke lapangan pasca pertandingan berakhir. Gas air mata digunakan untuk mencegah penonton turun ke lapangan. “Dengan semakin bertambahnya penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembakkan gas air mata,” jelasnya.

Kapolri menjelaskan, petugas sudah menggunakan cara lain sebelum menembakkan gas air mata. Di antaranya, dengan menggunakan tameng. “Penonton makin banyak yang turun ke lapangan sehingga pada saat itu beberapa anggota kemudian mulai melakukan kegiatan-kegiatan penggunaan kekuatan. Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC, saudara Aldison M,” terang Listyo.

Penggunaan gas air mata itulah yang membuat kapolri menetapkan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto sebagai tersangka. “Yang bersangkutan mengetahui aturan FIFA atas larangan menggunakan gas air mata,” ujar Listyo.

Namun Wahyu tidak mencegah dan melarang penggunaan gas air mata. “Wahyu juga tidak memberikan pencegahan langsung,” tutur Listyo.

Copot Kapolda Jatim

Pengamat militer dan kepolisian Kardono Setyorakhmadi mengatakan, penetapan enam tersangka Tragedi Kanjuruhan ini menunjukkan, Kapolri sudah berada ke arah yang tepat. Tetapi, kata Kardono, ini belum sepenuhnya memuaskan publik. “Kapolri harus berani mencopot Kapolda Jatim untuk menyelamatkan institusi. Kita lihat saja, apa pun yang dilakukan Polri selalu mendapatkan sentimen negatif,” kata Kardono.

“Ini menunjukkan, tingkat kepercayaan publik sudah begitu rendahnya ke Polri. Sehingga perlu ada langkah drastis untuk mengembalikannya. Kepercayaan ini penting, karena program Polri sebagus apa pun tak akan diterima publik jika public trust masih rendah,” tambah Kardono.

Dalam konteks Kapolda Jatim, tambah Kardono, selain dengan level kerusakan Tragedi Kanjuruhan yang sangat tinggi, desakan publik dari sejumlah elemen yang tak dipenuhi, maka bisa menimbulkan persepsi “Kapolri melindungi jenderalnya yang tak cakap”.

“Jika pesan buruk ini menjadi persepsi umum, maka akan menjadi preseden buruk bagi institusi Polri,” kata Kardono lagi.

“Sebenarnya, jika dengan model tragedi dengan korban jiwa sebesar ini, secara moral Kapolda Jatim harus gentle untuk mengundurkan diri.”

“Tapi dengan desakan publik dan sejumlah elemen masyarakat serta kegagalan secara umum, seharusnya Kapolda Jatim berbesar hati untuk mengundurkan diri. Apalagi, dalam konpres awal, dia bilang tidak ada kesalahan prosedur,” imbuh Kardono.

Tragedi Kanjuruhan meletus setelah laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022. Sedikitnya 131 orang meninggal dunia pada tragedi tersebut.

Tragedi meledak hingga membuat ratusan orang meninggal karena manajemen keamanan yang buruk. Terutama dengan keputusan melakukan penembakan gas air mata kepada penonton yang ada di tribun. (jpc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/