30 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Poldasu Didesak Usut Tuntas Indikasi Perambahan Hutan di Bangun Dolok

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara didorong mengusut tuntas indikasi perambahan atau pembalakan hutan di Bukit Bangun Dolok, yang mengakibatkan longsor menimpa jembatan Sidua-dua.

Kabupaten Simalungun. Jajaran Poldasu juga diminta tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, jika ada oknum-oknum yang diduga melakukan aktivitas perambahan hutan secara liar di kawasan hutan Bangun Dolok.

“Jika indikasi itu ada, maka kita meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti dan data data,” kata Anggota Komisi B DPRD Sumut, Richard Pandapotan Sidabutar kepada Sumut Pos, Selasa (8/1).

Richard juga berharap, guna mencegah bencana susulan agar aktivitas perambahan hutan di kawasan tersebut dihentikan, demi menjaga kelestarian hutan serta keamanan pengguna jalan yang akan berkunjung ke Parapat dan kawasan Danau Toba.

“Kerusakan hutan berakibat hancurnya alam, dengan sendirinya merugikan manusia. Dan ini tidak sejalan dengan program pemerintah yang ingin menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata dunia,” tegas politisi Partai Gerindra itu.

Tak hanya itu, kepada Dinas Kehutanan Sumut pihaknya turut mendesak jika ada indikasi perambahan hutan di kawasan tersebut agar segera mengirim personil/petugas untuk menghentikan aktivitas melanggar hukum itu. “Segera tata batas hutan di kawasan dimaksud, agar jelas mana kawasan permukaan dan kawasan hutan. Polisi hutan juga agar melakukan patroli untuk mencegah perambahan liar. Buat papan nama/plang larangan masuk diareal kawasan hutan Bangun Dolok,” katanya seraya menambahkan segera percepat penyelesaian lahan di atas kawasan hutan sesuai mekanisme dan ketentuan berlaku.

Senada, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz ikut mendukung upaya Poldasu untuk melakukan penindakan jika ditemukan kegiatan pembalakan hutan lindung di kawasan jalan lintas Parapat-Siantar itu.

“Sebab jika tidak ditertibkan kita khawatir akan lebih membahayakan. Selain itu kami juga meminta agar Dinas Kehutanan Sumut proaktif melakukan kegiatan pembinaan terhadap masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung,” katanya.

Sebelumnya, Kadishut Sumut Halen Purba yang dikonfirmasi mengklaim, longsor terjadi karena ladang masyarakat dibiarkan kosong. Menurutnya, tim dari Dishut Sumut sudah melakukan tinjauan langsung ke titik bencana, dan memastikan bahwa kerusakan pada hulu sungai lantaran terdapat ladang kosong yang ditelantarkan masyarakat. “Sudah dicek ke lapangan, itu bukan karena kawasan hutan rusak. Itu karena ladang masyarakat kosong. Kawasan hutan masih jauh, 3 km dari situ,” kata Halen saat dikonfirmasi wartawan, Senin (7/1).

Ia menyebut, terkait ladang itu ada kaitannya dengan kewenangan masyarakat setempat. “Karena itu jangan dibiarkan lahan tanah terbuka. Ladang masyarakat harus tetap ditanam. Dari kejadian ini (mari) diambil hikmahnya saja,” ujarnya.

Tidak hanya itu kata Halen, selain lahan terbuka, longsor yang terjadi juga lantaran banyak faktor. “Salah satunya kemiringan tanah, karena itu harus tetap ditanami pohon jangan dibiarkan lahan yang kosong harus terus ditanami. Segala yang miring- miring ditanami pohon jangan dibiarkan kosong,” katanya.

Kata Halen, jika masyarakat terus menanami lahan di pinggiran bukit dengan pohon, akarnya bisa mengikat tanah. “Kami terus menyosialisasikan ke masyarakat. Tinggal kesadaran kita semua,” pungkasnya.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun, Sarimuda Purba kepada wartawan. Ia menduga, sumber longsor berupa ‘kolam’ di Bukit Bangun Dolok yang berasal dari tiga mata air. Untuk penanganannya, akan dilakukan normalisasi dengan membuat saluran air lain. Tindakan normalisasi saluran aliran air yang tertutup di bawah Jembatan Sidua-dua yang menjadi titik terdampak longsor, dan menyebabkan ruas jalan tertimbun juga sudah dilakukan. “Semoga tidak terjadi lagi longsor dan tim masih terus memantau kawasan itu,” ujarnya. (prn)

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara didorong mengusut tuntas indikasi perambahan atau pembalakan hutan di Bukit Bangun Dolok, yang mengakibatkan longsor menimpa jembatan Sidua-dua.

Kabupaten Simalungun. Jajaran Poldasu juga diminta tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, jika ada oknum-oknum yang diduga melakukan aktivitas perambahan hutan secara liar di kawasan hutan Bangun Dolok.

“Jika indikasi itu ada, maka kita meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti dan data data,” kata Anggota Komisi B DPRD Sumut, Richard Pandapotan Sidabutar kepada Sumut Pos, Selasa (8/1).

Richard juga berharap, guna mencegah bencana susulan agar aktivitas perambahan hutan di kawasan tersebut dihentikan, demi menjaga kelestarian hutan serta keamanan pengguna jalan yang akan berkunjung ke Parapat dan kawasan Danau Toba.

“Kerusakan hutan berakibat hancurnya alam, dengan sendirinya merugikan manusia. Dan ini tidak sejalan dengan program pemerintah yang ingin menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata dunia,” tegas politisi Partai Gerindra itu.

Tak hanya itu, kepada Dinas Kehutanan Sumut pihaknya turut mendesak jika ada indikasi perambahan hutan di kawasan tersebut agar segera mengirim personil/petugas untuk menghentikan aktivitas melanggar hukum itu. “Segera tata batas hutan di kawasan dimaksud, agar jelas mana kawasan permukaan dan kawasan hutan. Polisi hutan juga agar melakukan patroli untuk mencegah perambahan liar. Buat papan nama/plang larangan masuk diareal kawasan hutan Bangun Dolok,” katanya seraya menambahkan segera percepat penyelesaian lahan di atas kawasan hutan sesuai mekanisme dan ketentuan berlaku.

Senada, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz ikut mendukung upaya Poldasu untuk melakukan penindakan jika ditemukan kegiatan pembalakan hutan lindung di kawasan jalan lintas Parapat-Siantar itu.

“Sebab jika tidak ditertibkan kita khawatir akan lebih membahayakan. Selain itu kami juga meminta agar Dinas Kehutanan Sumut proaktif melakukan kegiatan pembinaan terhadap masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung,” katanya.

Sebelumnya, Kadishut Sumut Halen Purba yang dikonfirmasi mengklaim, longsor terjadi karena ladang masyarakat dibiarkan kosong. Menurutnya, tim dari Dishut Sumut sudah melakukan tinjauan langsung ke titik bencana, dan memastikan bahwa kerusakan pada hulu sungai lantaran terdapat ladang kosong yang ditelantarkan masyarakat. “Sudah dicek ke lapangan, itu bukan karena kawasan hutan rusak. Itu karena ladang masyarakat kosong. Kawasan hutan masih jauh, 3 km dari situ,” kata Halen saat dikonfirmasi wartawan, Senin (7/1).

Ia menyebut, terkait ladang itu ada kaitannya dengan kewenangan masyarakat setempat. “Karena itu jangan dibiarkan lahan tanah terbuka. Ladang masyarakat harus tetap ditanam. Dari kejadian ini (mari) diambil hikmahnya saja,” ujarnya.

Tidak hanya itu kata Halen, selain lahan terbuka, longsor yang terjadi juga lantaran banyak faktor. “Salah satunya kemiringan tanah, karena itu harus tetap ditanami pohon jangan dibiarkan lahan yang kosong harus terus ditanami. Segala yang miring- miring ditanami pohon jangan dibiarkan kosong,” katanya.

Kata Halen, jika masyarakat terus menanami lahan di pinggiran bukit dengan pohon, akarnya bisa mengikat tanah. “Kami terus menyosialisasikan ke masyarakat. Tinggal kesadaran kita semua,” pungkasnya.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Simalungun, Sarimuda Purba kepada wartawan. Ia menduga, sumber longsor berupa ‘kolam’ di Bukit Bangun Dolok yang berasal dari tiga mata air. Untuk penanganannya, akan dilakukan normalisasi dengan membuat saluran air lain. Tindakan normalisasi saluran aliran air yang tertutup di bawah Jembatan Sidua-dua yang menjadi titik terdampak longsor, dan menyebabkan ruas jalan tertimbun juga sudah dilakukan. “Semoga tidak terjadi lagi longsor dan tim masih terus memantau kawasan itu,” ujarnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/