28.9 C
Medan
Monday, May 13, 2024

Warga DS Terjangkit Gejala Virus Ebola

Sosialisasi untuk pencegahan virus Ebola.
Sosialisasi untuk pencegahan virus Ebola.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan menerima seorang pasien gejala virus Ebola dari Rumah Sakit Umum (RSU) Lubuk Pakam Deli Serdang, Minggu (7/9). Pasien berinisial NN (57) ini baru pulang dari Nigeria, Afrika Barat pada 27 Agustus lalu. Namun, hasil pemeriksaan sampai hari ini pasien masih positif penyakit malaria berat.

Saat ditemui wartawan, Kasubag Humas RSUP H Adam Malik Medan, Sairi Saragih mengatakan pasien memang masuk dengan diagnosa awal suspect Ebola. Namun berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan hingga kemarin, oleh tim dokter pasien positif menderita malaria berat (Malaria Cerebral), mengalami infeksi paru dan kesadarannya terganggu.

“Kondisi tubuh pasien ini mengganggu organ tubuh lainnya, seperti mengganggu kerja otak, hati dan ginjal. Saat ini, tim dokter yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, neorology, dan paru bekerja ekstra untuk memeriksa pasien. Karena untuk kasus ini, memang tidak boleh mengabaikan kemungkinan Ebola. Tapi yang jelas kita belum ada menemukan kasus Ebola,” terang Sairi.

Lanjutnya, tim dokter sudah melakukan berbagai prosedur pemeriksaan, diantaranya foto thorax, pemeriksaan darah lengkap dan swap nasal dan plasmodium. Sementara itu, Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara (Sumut), NG Hikmet menuturkan Dinkes menerima laporan RSUP H Adam Malik, Minggu (7/9) jam 16.00 WIB, dimana telah terjadi Kasus Luar Biasa (KLB) Suspect Ebola sebanyak 1 orang yang terjadi di Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Tim investigasi yang terdiri dari Romaida Aritonang dan Rosintan Sianturi, langsung turun untuk melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap KLB Suspect Ebola tersebut. “Dan berdasarkan observasi juga wawancara langsung kepada petugas kesehatan rumah sakit dan keluarga pasien, pasien dinyatakan positif menderita Malaria Cerebral,” tuturnya.

Menurut Hikmet, pasien yang merupakan Supervisor di perusahaan mie instan di Nigeria itu berangkat menuju Jakarta dengan pesawat, Rabu (24/8). Lalu pada Sabtu (27/8), pasien tiba di KNIA Medan sekira pukul 12.00 WIB. Sesampainya di Medan lanjut Hikmet, pasien sudah merasakan sakit di kepala dan tidak enak badan. Kemudian pada pukul 17.00 WIB, pasien minta dipijat seluruh badan dan beristirahat.

Lalu pada Minggu (28/8), pasien pergi ke kebun sawit miliknya di Ujung Gading Pasaman Padang dengan mengendarai mobil sendirian. Namun sepulangnya dari sana, pada Rabu (3/9), pasien demam menggigil kemudian dirawat di RSU Haji Medan dan menjalani rawat inap selama satu hari dan dipindah ke RSU Lubuk Pakam serta menjalani rawat inap di sana satu malam juga.

“Minggu dini hari, tepatnya jam 04.17 WIB, pasien dirujuk ke Ruang Infeksius RSUP H Adam Malik dengan diagnose suspeck Ebola, Malaria Cerebral dan DHF (Dengue Haemorhagic Fever). Saat masuk, pasien mengigau dan suhu tubuh 37 derajat celsius,” sebutnya. Saat dilakukan pemeriksaan pada Minggu pukul 12.30 WIB, pasien mengalami penurunan kesadaran, kuning seluruh tubuh, nyeri seluruh tubuh, mata ikterik. Dan hingga kini kondisi pasien terus dipantau.

 

MENGENAL VIRUS EBOLA

Penyakit virus ebola (EVD) atau demam berdarah Ebola (EHF) adalah penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus Ebola. Gejalanya biasanya dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, korban akan mengalami demam, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sakit kepala. Biasanya diikuti dengan mual, muntah, dan diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal. Pada saat itu, beberapa orang mulai mengalami masalah pendarahan.

Virus mungkin didapatkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi (bisanya monyet atau kelelawar buah). Penyebaran lewat udara belum pernah tercatat dalam lingkungan alami. Kelelawar buah diyakini dapat membawa dan menyebarkan virus tanpa terjangkit. Begitu terjadi infeksi pada manusia, penyakit ini dapat menyebar pada orang-orang. Pria yang selamat dari penyakit ini dapat menularkannya lewat semen selama hampir dua bulan. Untuk membuat diagnosis, biasanya penyakit lain dengan gejala serupa, seperti malaria, kolera dan demam berdarah virus lainnya harus dikecualikan terlebih dahulu. Untuk memastikan diagnosis, sampel darah diuji untuk antibodi virus, RNA virus, atau virus itu sendiri.

Pencegahannya meliputi upaya mengurangi penyebaran penyakit dari monyet dan babi yang terinfeksi ke manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa hewan tersebut terhadap infeksi, serta membunuh dan membuang hewan dengan benar jika ditemukan penyakit tersebut. Memasak daging dengan benar dan mengenakan pakaian pelindung ketika mengolah daging juga mungkin berguna, begitu juga dengan mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan ketika berada di sekitar orang yang menderita penyakit tersebut. Sampel cairan dan jaringan tubuh dari penderita penyakit harus ditangani dengan sangat hati-hati.

Belum ada pengobatan khusus untuk penyakit ini; upaya untuk membantu orang yang terjangkit meliputi pemberian terapi rehidrasi oral (air yang sedikit manis dan asin untuk diminum) atau cairan intravena. Penyakit ini memiliki tingkat kematian yang tinggi: seringkali menewaskan antara 50% hingga 90% orang yang terinfeksi virus. EVD pertama kali diidentifikasi di Sudan dan Republik Demokratik Kongo.

Penyakit ini biasanya mewabah di wilayah tropis Afrika Sub-Sahara. Sejak tahun 1976 (ketika pertama kali diidentifikasi) hingga 2013, kurang dari 1.000 orang per tahun telah terinfeksi. Wabah terbesar hingga saat ini adalah wabah Ebola Afrika Barat 2014 yang sedang terjadi, dan melanda Guyana, Sierra Leone, Liberia dan kemungkinan Nigeria. Hingga bulan Agustus 2014, lebih dari 1600 kasus telah diidentifikasi. Upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan vaksin; namun, belum membuahkan hasil. (smg/bbs/deo)

Sosialisasi untuk pencegahan virus Ebola.
Sosialisasi untuk pencegahan virus Ebola.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan menerima seorang pasien gejala virus Ebola dari Rumah Sakit Umum (RSU) Lubuk Pakam Deli Serdang, Minggu (7/9). Pasien berinisial NN (57) ini baru pulang dari Nigeria, Afrika Barat pada 27 Agustus lalu. Namun, hasil pemeriksaan sampai hari ini pasien masih positif penyakit malaria berat.

Saat ditemui wartawan, Kasubag Humas RSUP H Adam Malik Medan, Sairi Saragih mengatakan pasien memang masuk dengan diagnosa awal suspect Ebola. Namun berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan hingga kemarin, oleh tim dokter pasien positif menderita malaria berat (Malaria Cerebral), mengalami infeksi paru dan kesadarannya terganggu.

“Kondisi tubuh pasien ini mengganggu organ tubuh lainnya, seperti mengganggu kerja otak, hati dan ginjal. Saat ini, tim dokter yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, neorology, dan paru bekerja ekstra untuk memeriksa pasien. Karena untuk kasus ini, memang tidak boleh mengabaikan kemungkinan Ebola. Tapi yang jelas kita belum ada menemukan kasus Ebola,” terang Sairi.

Lanjutnya, tim dokter sudah melakukan berbagai prosedur pemeriksaan, diantaranya foto thorax, pemeriksaan darah lengkap dan swap nasal dan plasmodium. Sementara itu, Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara (Sumut), NG Hikmet menuturkan Dinkes menerima laporan RSUP H Adam Malik, Minggu (7/9) jam 16.00 WIB, dimana telah terjadi Kasus Luar Biasa (KLB) Suspect Ebola sebanyak 1 orang yang terjadi di Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Tim investigasi yang terdiri dari Romaida Aritonang dan Rosintan Sianturi, langsung turun untuk melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap KLB Suspect Ebola tersebut. “Dan berdasarkan observasi juga wawancara langsung kepada petugas kesehatan rumah sakit dan keluarga pasien, pasien dinyatakan positif menderita Malaria Cerebral,” tuturnya.

Menurut Hikmet, pasien yang merupakan Supervisor di perusahaan mie instan di Nigeria itu berangkat menuju Jakarta dengan pesawat, Rabu (24/8). Lalu pada Sabtu (27/8), pasien tiba di KNIA Medan sekira pukul 12.00 WIB. Sesampainya di Medan lanjut Hikmet, pasien sudah merasakan sakit di kepala dan tidak enak badan. Kemudian pada pukul 17.00 WIB, pasien minta dipijat seluruh badan dan beristirahat.

Lalu pada Minggu (28/8), pasien pergi ke kebun sawit miliknya di Ujung Gading Pasaman Padang dengan mengendarai mobil sendirian. Namun sepulangnya dari sana, pada Rabu (3/9), pasien demam menggigil kemudian dirawat di RSU Haji Medan dan menjalani rawat inap selama satu hari dan dipindah ke RSU Lubuk Pakam serta menjalani rawat inap di sana satu malam juga.

“Minggu dini hari, tepatnya jam 04.17 WIB, pasien dirujuk ke Ruang Infeksius RSUP H Adam Malik dengan diagnose suspeck Ebola, Malaria Cerebral dan DHF (Dengue Haemorhagic Fever). Saat masuk, pasien mengigau dan suhu tubuh 37 derajat celsius,” sebutnya. Saat dilakukan pemeriksaan pada Minggu pukul 12.30 WIB, pasien mengalami penurunan kesadaran, kuning seluruh tubuh, nyeri seluruh tubuh, mata ikterik. Dan hingga kini kondisi pasien terus dipantau.

 

MENGENAL VIRUS EBOLA

Penyakit virus ebola (EVD) atau demam berdarah Ebola (EHF) adalah penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus Ebola. Gejalanya biasanya dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, korban akan mengalami demam, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sakit kepala. Biasanya diikuti dengan mual, muntah, dan diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal. Pada saat itu, beberapa orang mulai mengalami masalah pendarahan.

Virus mungkin didapatkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi (bisanya monyet atau kelelawar buah). Penyebaran lewat udara belum pernah tercatat dalam lingkungan alami. Kelelawar buah diyakini dapat membawa dan menyebarkan virus tanpa terjangkit. Begitu terjadi infeksi pada manusia, penyakit ini dapat menyebar pada orang-orang. Pria yang selamat dari penyakit ini dapat menularkannya lewat semen selama hampir dua bulan. Untuk membuat diagnosis, biasanya penyakit lain dengan gejala serupa, seperti malaria, kolera dan demam berdarah virus lainnya harus dikecualikan terlebih dahulu. Untuk memastikan diagnosis, sampel darah diuji untuk antibodi virus, RNA virus, atau virus itu sendiri.

Pencegahannya meliputi upaya mengurangi penyebaran penyakit dari monyet dan babi yang terinfeksi ke manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa hewan tersebut terhadap infeksi, serta membunuh dan membuang hewan dengan benar jika ditemukan penyakit tersebut. Memasak daging dengan benar dan mengenakan pakaian pelindung ketika mengolah daging juga mungkin berguna, begitu juga dengan mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan ketika berada di sekitar orang yang menderita penyakit tersebut. Sampel cairan dan jaringan tubuh dari penderita penyakit harus ditangani dengan sangat hati-hati.

Belum ada pengobatan khusus untuk penyakit ini; upaya untuk membantu orang yang terjangkit meliputi pemberian terapi rehidrasi oral (air yang sedikit manis dan asin untuk diminum) atau cairan intravena. Penyakit ini memiliki tingkat kematian yang tinggi: seringkali menewaskan antara 50% hingga 90% orang yang terinfeksi virus. EVD pertama kali diidentifikasi di Sudan dan Republik Demokratik Kongo.

Penyakit ini biasanya mewabah di wilayah tropis Afrika Sub-Sahara. Sejak tahun 1976 (ketika pertama kali diidentifikasi) hingga 2013, kurang dari 1.000 orang per tahun telah terinfeksi. Wabah terbesar hingga saat ini adalah wabah Ebola Afrika Barat 2014 yang sedang terjadi, dan melanda Guyana, Sierra Leone, Liberia dan kemungkinan Nigeria. Hingga bulan Agustus 2014, lebih dari 1600 kasus telah diidentifikasi. Upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan vaksin; namun, belum membuahkan hasil. (smg/bbs/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/