Sozanolo Lase, tenaga honorer di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Gunungsitoli, yang menemani Parada, juga menjadi korban.
Sebelumnya, Parada dan Sozanolo telah mendatangi kantor Agusman di Sibolga untuk menagih pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp14 miliar. Ini merupakan tagihan kesekian yang dilakukan petugas pajak. Langkah ini sebagai lanjutan pemeriksaan Agusman pada tahun lalu di KPP Sibolga, yang ketika itu hanya mengirimkan wakilnya.
Begitu sampai di kantor Agusman, kedua petugas pajak ini tak mendapatkan juragan pengepul getah karet itu. Dengan membawa membawa surat sita paksa, mereka pun berangkat ke Nias untuk mencari Agusman.
Sesampainya di Nias, Parada dan Sozanolo malah digiring ke kebun karet milik Agusman. Pelaku mengajak keduanya ke pondok yang tidak jauh dari gudang di Jalan Yos Sudarso Desa Hilihao Km 5, Gunung Sitoli, Kota Gunung Sitoli. Di sana pelaku menikam keduanya, Sozano Lase, rekan Parada, tewas setelah ditikam.
Menurut keterangan polisi, Parada masih sempat melarikan diri. Sialnya, saat berupaya menyelamatkan nyawanya, Parada malah terjatuh. Melihat itu pelaku langsung mengejarnya dan kembali menghantam kepala korban dengan batu. Mengetahui kedua korban tewas, pelaku pun selanjutnya menyerahkan diri ke polisi.
Kematian Parada tidak hanya meninggalkan duka bagi kerabat dan rekan-rekan seprofesinya, juga menghentikan aktivitas penagihan pajak sementara oleh KPP Sibolga. Sebab, kantor pajak tersebut hanya memiliki dua juru sita, satu di antaranya Parada.
Cakupan tugas dua orang ini meliputi tujuh wilayah pemerintah daerah, yaitu Sibolga, Tapanuli Tengah, Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat dan Nias Selatan.
Walaupun ancaman datang silih berganti, KPP Pratama Sibolga tak pernah mendapatkan tambahan personel. Saat bertugas pun, para juru sita tidak mendapatkan pengawalan polisi.
Setelah mengetahui tragedi ini, Direktorat Jenderal Pajak memperketat pengawalan untuk daerah rawan atau berbahaya. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi merasa kecolongan.
Menurut Ken, peristiwa itu juga lantaran petugas kurang hati-hati dalam memetakan wilayah. Selama ini, Direktorat Pajak tidak mengira Nias sebagai wilayah berbahaya, sehingga menganggap pengawalan polisi tidak diperlukan.
Oleh karena itu, penetapan wilayah, rawan atau tidak, akan diperketat. “Teman-teman anggap daerah itu aman-aman saja, ternyata kejadian ini tidak terduga. Ini saya sesalkan, karena pelaksanaan tugas ini untuk negara,” kata Ken di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (13/4).
Dia memastikan pengurusan permohonan pengawalan dilakukan secara cepat. Melalui perjanjian dengan Polri, Direktorat Pajak akan meningkatkan pengawalan polisi, mulai dari tingkat penyidikan, pemeriksaan hingga penagihan.
“Standar operasional prosedurnya sudah ada. Maka nanti petugas pajak akan didampingi kepolisian dalam melaksanakan tugasnya,” ujar Ken.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan instansinya siap mengawal petugas pajak. Meski perjanjian ini akan berakhir pada 2017, Direktorat Pajak dan Polri berencana tetap melaksanakan kerjasama ini. (bbs/val)