31.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Aktivis Batak Maklumi Molornya Badan Otorita Danau Toba, Alasannya…

Danau Toba yang indah, dengan deretan hotel berornamen rumah Batak.
Danau Toba yang indah, dengan deretan hotel berornamen rumah Batak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana penerbitan Perpres pembentukan Badan Otorita Danau Toba molor jauh dari target. Setelah meleset beberapa kali, Perpres ditargetkan terbit akhir Maret 2016. Nyatanya, hingga pertengahan Mei ini, belum juga ada tanda-tanda diterbitkan.

Berharap Perpres diteken Presiden Joko Widodo usai lawatan ke luar negeri, tapi Minggu (15/5) mantan gubernur DKI itu malah terbang lagi ke Korea Selatan dan Rusia. Dipastikan, Badan Otorita Danau Toba belum bisa terbentuk dalam waktu dekat ini.

Namun, seklompok warga Batak di Jakarta yang tergabung dalam Yayasan Pencinta Danau Toba, tidak mempersoalkan hal tersebut. Malahan, molornya penerbitan Perpres dimaksud dianggap bisa memberikan waktu bagi pemerintah untuk mematangkan konsep pengembangan Danau Toba sebagai destinasi wisata berkelas dunia.

Boy Tonggor Siahaan, salah seorang aktifis Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), mengatakan, beberapa waktu lalu pihaknya memang menyampaikan masukan untuk perbaikan draf Perpres pembentukan Badan Otorita Danau Toba.

Tiga poin penting yang sudah disampaikan ke pemerintah lewat Kementerian Hukum dan HAM, sebagai institusi yang melakukan sinkronisasi draf peraturan perundang-undangan, yakni: Pertama, agar Badan Otorita Danau Toba dalam menjalankan tugas-tugasnya memberikan porsi yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

“Kedua, agar Badan Otorita dalam mengurus pengembangan kawasan wisata Danau Toba, juga memberikan perhatian serius terhadap budaya dan tradisi Batak,” terangnya kepada JPNN, Minggu (15/5).

Ketiga, agar konsep yang dicetuskan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, yang ingin menjadikan Danau Toba sebagai Monaco of Asia, diganti dengan istilah Danau Toba, Kota Berkat di Atas Bukit.

“Kami bisa mengerti maksud istilah Monaco of Asia, ini agar lebih punya greget, menggaung. Tapi menurut kami, istilah itu kurang mengakar dengan budaya Batak,” ulas Boy.

Danau Toba yang indah, dengan deretan hotel berornamen rumah Batak.
Danau Toba yang indah, dengan deretan hotel berornamen rumah Batak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana penerbitan Perpres pembentukan Badan Otorita Danau Toba molor jauh dari target. Setelah meleset beberapa kali, Perpres ditargetkan terbit akhir Maret 2016. Nyatanya, hingga pertengahan Mei ini, belum juga ada tanda-tanda diterbitkan.

Berharap Perpres diteken Presiden Joko Widodo usai lawatan ke luar negeri, tapi Minggu (15/5) mantan gubernur DKI itu malah terbang lagi ke Korea Selatan dan Rusia. Dipastikan, Badan Otorita Danau Toba belum bisa terbentuk dalam waktu dekat ini.

Namun, seklompok warga Batak di Jakarta yang tergabung dalam Yayasan Pencinta Danau Toba, tidak mempersoalkan hal tersebut. Malahan, molornya penerbitan Perpres dimaksud dianggap bisa memberikan waktu bagi pemerintah untuk mematangkan konsep pengembangan Danau Toba sebagai destinasi wisata berkelas dunia.

Boy Tonggor Siahaan, salah seorang aktifis Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), mengatakan, beberapa waktu lalu pihaknya memang menyampaikan masukan untuk perbaikan draf Perpres pembentukan Badan Otorita Danau Toba.

Tiga poin penting yang sudah disampaikan ke pemerintah lewat Kementerian Hukum dan HAM, sebagai institusi yang melakukan sinkronisasi draf peraturan perundang-undangan, yakni: Pertama, agar Badan Otorita Danau Toba dalam menjalankan tugas-tugasnya memberikan porsi yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

“Kedua, agar Badan Otorita dalam mengurus pengembangan kawasan wisata Danau Toba, juga memberikan perhatian serius terhadap budaya dan tradisi Batak,” terangnya kepada JPNN, Minggu (15/5).

Ketiga, agar konsep yang dicetuskan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, yang ingin menjadikan Danau Toba sebagai Monaco of Asia, diganti dengan istilah Danau Toba, Kota Berkat di Atas Bukit.

“Kami bisa mengerti maksud istilah Monaco of Asia, ini agar lebih punya greget, menggaung. Tapi menurut kami, istilah itu kurang mengakar dengan budaya Batak,” ulas Boy.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/