29 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Hutan Mangrove di Gebang Dialih Fungsi Jadi Tambak dan Kebun Sawit

GEBANG, SUMUTPOS.CO – Kawasan hutan mangrove (bakau) di Desa Kwala Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, telah beralih fungsi. Tak ayal, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Kabupaten Langkat tersebut, khawatir dan resah atas pengalihan fungsi tersebut. Sebab, hamparan luas tanaman mangrove dialihfungsikan jadi tambak dan perkebunan sawit.

Keresahan dan kekhawatiran masyarakat, terkait potensi meluapnya air pasang laut atau banjir rob ke pemukiman warga. Warga yang bekerja sebagai nelayan, pun terancam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Kwala Gebang, Buyung menjelaskan, ada ratusan hektare hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak. Setelahnya, diduga atas campur tangan mafia, kawasan tersebut pun berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Buyung menyebutkan, dampak pengalihan fungsi tersebut mulai dirasakan masyarakat. Pemukiman masyarakat sering mengalami banjir rob dan abrasi tanah.

“Sering menderitalah kami sebagai masyarakat di Kwala Gebang ini. Karena, kawasan hutan di sini sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Buyung, akhir pekan lalu.

Buyung pun mendesak pihak terkait menindak tegas siapa saja oknum yang merusak kawasan hutan mangrove tersebut. Jika dibiarkan, ekosistem di sana akan rusak. Menurutnya, persoalan ini sudah dilaporkan ke pihak terkait. Pun hingga kini, belum ada tindakan. Perambahan dan perusakan hutan masih terjadi. Laporan masyarakat dianggap angin lalu.

Pada kesempatan sama, tokoh adat dan masyarakat lainnya juga menyampaikan keberatannya. Warga mengumpulkan tanda tangan, untuk menyatakan sikap menolak perambahan hutan di desa yang mereka diami.

“Kami menolak dan menentang aktivitas perambahan yang merusak hutan mangrove. Seperti yang kita lihat sekarang, hutan kami berubah menjadi kebun sawit. Air laut pun melimpah ke desa kami,” tutur Abdullah Atan, tokoh adat Desa Kwala Gebang.

Saat ini, menurut Atan, penghasilan nelayan di sana turun drastis. Nelayan tradisional sulit mencari tangkapan ikan sebagai sumber mata pencarian mereka. Tak ada tawar menawar lagi, masyarakat di sana menolak keras perambahan dan perusakan hutan. Mereka mendesak aparat penegak hukum (APH) dan pihak terkait, untuk segera bertindak. Agar hutan mangrove di sana dapat dilestarikan kembali seperti sediakala.

Pantauan wartawan, alat berat jenis excavator masih beraktivitas melakukan perambahan. Diduga lokasi yang dirambah, masuk dalam kawasan hutan berdasarkan Surat Keterangan Menteri Kehutanan Nomor: 579/Menhut-II/2014.

Kayu bakau dari aktivitas perambahan di sana, kerap dijadikan bahan baku bagi mafia arang. Meski berulang kali tertangkap tangan, mafia arang tak pernah surut. (ted/saz)

GEBANG, SUMUTPOS.CO – Kawasan hutan mangrove (bakau) di Desa Kwala Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, telah beralih fungsi. Tak ayal, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Kabupaten Langkat tersebut, khawatir dan resah atas pengalihan fungsi tersebut. Sebab, hamparan luas tanaman mangrove dialihfungsikan jadi tambak dan perkebunan sawit.

Keresahan dan kekhawatiran masyarakat, terkait potensi meluapnya air pasang laut atau banjir rob ke pemukiman warga. Warga yang bekerja sebagai nelayan, pun terancam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Kwala Gebang, Buyung menjelaskan, ada ratusan hektare hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak. Setelahnya, diduga atas campur tangan mafia, kawasan tersebut pun berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Buyung menyebutkan, dampak pengalihan fungsi tersebut mulai dirasakan masyarakat. Pemukiman masyarakat sering mengalami banjir rob dan abrasi tanah.

“Sering menderitalah kami sebagai masyarakat di Kwala Gebang ini. Karena, kawasan hutan di sini sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Buyung, akhir pekan lalu.

Buyung pun mendesak pihak terkait menindak tegas siapa saja oknum yang merusak kawasan hutan mangrove tersebut. Jika dibiarkan, ekosistem di sana akan rusak. Menurutnya, persoalan ini sudah dilaporkan ke pihak terkait. Pun hingga kini, belum ada tindakan. Perambahan dan perusakan hutan masih terjadi. Laporan masyarakat dianggap angin lalu.

Pada kesempatan sama, tokoh adat dan masyarakat lainnya juga menyampaikan keberatannya. Warga mengumpulkan tanda tangan, untuk menyatakan sikap menolak perambahan hutan di desa yang mereka diami.

“Kami menolak dan menentang aktivitas perambahan yang merusak hutan mangrove. Seperti yang kita lihat sekarang, hutan kami berubah menjadi kebun sawit. Air laut pun melimpah ke desa kami,” tutur Abdullah Atan, tokoh adat Desa Kwala Gebang.

Saat ini, menurut Atan, penghasilan nelayan di sana turun drastis. Nelayan tradisional sulit mencari tangkapan ikan sebagai sumber mata pencarian mereka. Tak ada tawar menawar lagi, masyarakat di sana menolak keras perambahan dan perusakan hutan. Mereka mendesak aparat penegak hukum (APH) dan pihak terkait, untuk segera bertindak. Agar hutan mangrove di sana dapat dilestarikan kembali seperti sediakala.

Pantauan wartawan, alat berat jenis excavator masih beraktivitas melakukan perambahan. Diduga lokasi yang dirambah, masuk dalam kawasan hutan berdasarkan Surat Keterangan Menteri Kehutanan Nomor: 579/Menhut-II/2014.

Kayu bakau dari aktivitas perambahan di sana, kerap dijadikan bahan baku bagi mafia arang. Meski berulang kali tertangkap tangan, mafia arang tak pernah surut. (ted/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/