27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Djarot-Sihar Layani Masyarakat seperti Raja

Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Paslon Djarot Saiful dengan Sihar Sitorus saat berkunjung ke Graha Pena, Kamis (18/1)

Namun, meskipun entitas tersebut dimiliki setiap orang, baginya keberadaan identitas itu bukan suatu pilihan yang harus dibesar-besarkan, dipertajam dan dibenturkan satu sama lain. Apalagi dalam kontestasi Pilkada, politik identitas bukan ukuran untuk memberhasilkan suatu daerah. Tetapi bagaimana ukuran kompetensi, kapasitas, integritas dan kebijaksanaan yang ada di dalam diri seseorang. Bahkan baginya, orang yang masih mengedepankan politik identitas itu, belum belajar dari sejarah perjuangan bangsa mulai dari Sumpah Pemuda 1928.

“Kalau tidak suka dengan Djarot, silahkan. Tetapi jangan karena saya bersuku apa, anda bersuku apa, tetapi lihat, apakah dia berkompeten, mampu atau tidak,” katanya.

Berangkat dari pandangan politik identitas itu, Dajrot pun kembali diberikan pertanyaan soal bagaimana mengubah pola pikir lama yang cenderung menolak konsep transparan atau lebih memilih status quo keadaan yang selama ini berlangsung. Itu juga dijawabnya dengan meyakini, butuh waktu setidaknya satu tahun untuk bisa memperbaiki iklim pembangunan yang tidak sehat. Sehingga butuh kesabaran dan konsistensi agar pola pikir yang keliru selama ini bisa menjadi lebih baik.

Senada dengan pasangannya, bakal calon Wakil Gubernur Sumut dari PDI Perjuangan, Sihar EP Sitorus justru melihat Sumut adalah tantangan tersendiri untuk bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai sosok muda, putra Almarhum DL Sitorus ini pun mengakui banyak yang sempat menolak perubahan yang ingin ia hadirkan saat sempat berkecimpung di dunia olahraga.

Sebut saja klub seperti PSMS, yang sempat membawa namanya menjadi pembicaraan berbagai kalangan masyarakat. Dalam perbincangan itu, Sihar mengakui ingin menjadikan klub kebanggaan orang Sumut itu diisi pemain berkualitas, termasuk memperbaiki fasilitas (Stadion Teladan). Namun berbagai penolakan diakuinya membuat pengembangan yang direncanakan, harus terhalang.

“Jadi ini tantangan tersendiri bagi kami di Sumut. Memang banyak yang tidak sepakat dengan perubahan, karena pengalaman saya seperti itu. Begitu juga soal politik identitas, kita harus bisa mengubah mindset,” tutupnya.

Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Paslon Djarot Saiful dengan Sihar Sitorus saat berkunjung ke Graha Pena, Kamis (18/1)

Namun, meskipun entitas tersebut dimiliki setiap orang, baginya keberadaan identitas itu bukan suatu pilihan yang harus dibesar-besarkan, dipertajam dan dibenturkan satu sama lain. Apalagi dalam kontestasi Pilkada, politik identitas bukan ukuran untuk memberhasilkan suatu daerah. Tetapi bagaimana ukuran kompetensi, kapasitas, integritas dan kebijaksanaan yang ada di dalam diri seseorang. Bahkan baginya, orang yang masih mengedepankan politik identitas itu, belum belajar dari sejarah perjuangan bangsa mulai dari Sumpah Pemuda 1928.

“Kalau tidak suka dengan Djarot, silahkan. Tetapi jangan karena saya bersuku apa, anda bersuku apa, tetapi lihat, apakah dia berkompeten, mampu atau tidak,” katanya.

Berangkat dari pandangan politik identitas itu, Dajrot pun kembali diberikan pertanyaan soal bagaimana mengubah pola pikir lama yang cenderung menolak konsep transparan atau lebih memilih status quo keadaan yang selama ini berlangsung. Itu juga dijawabnya dengan meyakini, butuh waktu setidaknya satu tahun untuk bisa memperbaiki iklim pembangunan yang tidak sehat. Sehingga butuh kesabaran dan konsistensi agar pola pikir yang keliru selama ini bisa menjadi lebih baik.

Senada dengan pasangannya, bakal calon Wakil Gubernur Sumut dari PDI Perjuangan, Sihar EP Sitorus justru melihat Sumut adalah tantangan tersendiri untuk bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai sosok muda, putra Almarhum DL Sitorus ini pun mengakui banyak yang sempat menolak perubahan yang ingin ia hadirkan saat sempat berkecimpung di dunia olahraga.

Sebut saja klub seperti PSMS, yang sempat membawa namanya menjadi pembicaraan berbagai kalangan masyarakat. Dalam perbincangan itu, Sihar mengakui ingin menjadikan klub kebanggaan orang Sumut itu diisi pemain berkualitas, termasuk memperbaiki fasilitas (Stadion Teladan). Namun berbagai penolakan diakuinya membuat pengembangan yang direncanakan, harus terhalang.

“Jadi ini tantangan tersendiri bagi kami di Sumut. Memang banyak yang tidak sepakat dengan perubahan, karena pengalaman saya seperti itu. Begitu juga soal politik identitas, kita harus bisa mengubah mindset,” tutupnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/