27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Lagi, Data Imigrasi dan Disnakertrans Selisih 106 Pekerja

Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos Aktivitas pembangunan PLTU di Desa Paluhkurau, Kecamatan Hamparanperak. Penempatan buruh kasar impor oleh pihak kontraktor proyek pembangkit listrik 2 x 150 MW ini, mulai dikecam organisasi buruh di Sumut.
Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos
Aktivitas pembangunan PLTU di Desa Paluhkurau, Kecamatan Hamparanperak. Penempatan buruh kasar impor oleh pihak kontraktor proyek pembangkit listrik 2 x 150 MW ini, mulai dikecam organisasi buruh di Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Serbuan’ buruh asing di PLTU Paluh Kurau, di Kabupaten Deliserdang, Sumut, dibantah Kepala Kantor Imigrasi Klas II A Belawan, Bagus Putu Taufan. Bagus mengatakan, sesuai data jumlah TKA di lokasi proyek pembangkit listrik dimaksud hanya sekitar 208 orang.

“Sesuai data ada 208 orang pekerja asing di PLTU Paluh Karau. Penempatan TKA itu, berdasarkan adanya pengajuan dari perusahaan sub kontraktornya,” kata Bagus di kantornya.

Sesuai prosedur sebutnya, setiap perusahaan yang mempekerjakan warga negara asing ke Indonesia, harus mengacu kepada Undang-undang Keimigrasian. Artinya, selain melengkapi dokumen paspor khusus pekerja, mereka juga harus mengantongi perizinan, termasuk soal Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).

“Jadi, apa yang disebutkan warga soal pekerja asing menggunakan paspor pelancong, itu tidak benar. Kalau ditemukan sudah pasti akan kita tindak dan dideportasi,” pungkasnya.

Data yang diungkapkan pihak Imigrasi berbeda dengan data dari Disnakertrans Deliserdang. Menurut
Kasi Ketenagakerjaan Asing Bagian Pengawasan dan Pengendalian Disnakertrans Deliserdang, Hisar P Rumapea, kontraktor PLTU yang dibangun di atas lahan seluas 160 hektar itu, ternyata tak hanya dinaungi PT Shanghai Elektrindo Power Construction. Tapi, ada tiga kontraktor lain yang mengerjakan proyek yang dibangun dengan dana APBN tersebut. Ketiganya yakni PT Wyser Construction Indonesia, PT Indo Changhai dan Hai Yin.

“Dari keempat perusahaan itu, ada sebanyak 106 TKA yang dipekerjakan di PLTU tersebut,” katanya meralat jumlah TKA yang dibeberkannya sehari sebelumnya.

Data TKA itu berbeda dengan data Imgirasi, dengan selisih 102 TKA.

Terkait hal ini, Kepala Disnakertrans Deliserdang, Jonas Damanik ketika dihubungi Sumut Pos via ponselnya mengaku sedang mengikuti kegiatan Dewan Pengupahan di Bali. Jonas Damanik terkesan lempar bola ke Imigrasi Belawan ketika disinggung terjadinya perbedaan data TKA yang bekerja di PLTU Palukurau.

Jonas juga mengaku tak dapat berbuat banyak jika fakta di lapangan menyebutkan, kalau ada 2.000 TKA yang bekerja di PLTU Paluhkurau. Menurut Jonas, data 106 TKA itu berasal dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).

“Itu data yang kami terima dari pusat (Kemenaker). Karena mereka yang mengeluarkan izin,” kata Jonas dari seberang telepon.

Mantan Camat Bangunpurba ini juga mengaku tidak bisa melakukan pengawasan langsung ke lokasi PLTU. Pasalnya, sudah ada tim gabungan yang bertugas melakukan pengawasan itu.

“Ada namanya Tim Pora (Pengawasan Orang Asing, Red) yang terdiri dari gabungan polisi, jaksa, dan kementerian juga. Tim Pora inilah yang melakukan pengawasan ke lapangan (PLTU Paluhkurau). Kami hanya sebatas mendampingi ketika Tim Pora mau datang ke PLTU,” kilah Jonas.

Jonas mengamini, jika medan yang dilalui menuju Paluhkurau cukup sulit. Muncul dugaan, karena medan yang sulit itulah, tim Pengawasan dan Pengendalian Disnakertrans malas melakukan pengawasan ke PLTU tersebut.

Namun menurutnya, dua bulan lalu Tim Pora pernah datang ke proyek tersebut untuk melakukan pengngawasan TKA. “Jadi, Imigrasi Belawan lah yang harus tanggung jawab. Mereka yang tahu keluar masuknya itu,” kilah Jonas.

Jonas pun makin berkilah, kalau Shanghai Electrik Power Construction enggan melaporkan TKA-nya ke Disnakertrans. Alhasil, data TKA yang didapat tak sebanding dengan fakta di lapangan.

Ditanya berapa tenaga kerja local yang bekerja di PLTU itu, Jonas mengaku tak mengingatnya. Hanya saja dia menegaskan, ada tenaga kerja pribumi yang bekerja di PLTU Paluhkurau. “Kita datang harus sama dengan tim dari pusat, enggak boleh sendiri. Kalau datang sendiri-sendiri, nanti dikira minta duit pula. Ke Imigrasi lah itu, merekalah yang mengawasi,” sebut Jonas.

Berdasarkan data Disnakertrans Deliserdang, PT Shanghai Elektrik Power Construction memiliki 48 TKA, Hai Yin ada 26 TKA, PT Indo Changhai ada 17 TKA dan PT Wyser Construction Indonesia ada 15 TKA. (rul/ted/adz)

Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos Aktivitas pembangunan PLTU di Desa Paluhkurau, Kecamatan Hamparanperak. Penempatan buruh kasar impor oleh pihak kontraktor proyek pembangkit listrik 2 x 150 MW ini, mulai dikecam organisasi buruh di Sumut.
Foto: Fachrul Rozi/Sumut Pos
Aktivitas pembangunan PLTU di Desa Paluhkurau, Kecamatan Hamparanperak. Penempatan buruh kasar impor oleh pihak kontraktor proyek pembangkit listrik 2 x 150 MW ini, mulai dikecam organisasi buruh di Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Serbuan’ buruh asing di PLTU Paluh Kurau, di Kabupaten Deliserdang, Sumut, dibantah Kepala Kantor Imigrasi Klas II A Belawan, Bagus Putu Taufan. Bagus mengatakan, sesuai data jumlah TKA di lokasi proyek pembangkit listrik dimaksud hanya sekitar 208 orang.

“Sesuai data ada 208 orang pekerja asing di PLTU Paluh Karau. Penempatan TKA itu, berdasarkan adanya pengajuan dari perusahaan sub kontraktornya,” kata Bagus di kantornya.

Sesuai prosedur sebutnya, setiap perusahaan yang mempekerjakan warga negara asing ke Indonesia, harus mengacu kepada Undang-undang Keimigrasian. Artinya, selain melengkapi dokumen paspor khusus pekerja, mereka juga harus mengantongi perizinan, termasuk soal Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).

“Jadi, apa yang disebutkan warga soal pekerja asing menggunakan paspor pelancong, itu tidak benar. Kalau ditemukan sudah pasti akan kita tindak dan dideportasi,” pungkasnya.

Data yang diungkapkan pihak Imigrasi berbeda dengan data dari Disnakertrans Deliserdang. Menurut
Kasi Ketenagakerjaan Asing Bagian Pengawasan dan Pengendalian Disnakertrans Deliserdang, Hisar P Rumapea, kontraktor PLTU yang dibangun di atas lahan seluas 160 hektar itu, ternyata tak hanya dinaungi PT Shanghai Elektrindo Power Construction. Tapi, ada tiga kontraktor lain yang mengerjakan proyek yang dibangun dengan dana APBN tersebut. Ketiganya yakni PT Wyser Construction Indonesia, PT Indo Changhai dan Hai Yin.

“Dari keempat perusahaan itu, ada sebanyak 106 TKA yang dipekerjakan di PLTU tersebut,” katanya meralat jumlah TKA yang dibeberkannya sehari sebelumnya.

Data TKA itu berbeda dengan data Imgirasi, dengan selisih 102 TKA.

Terkait hal ini, Kepala Disnakertrans Deliserdang, Jonas Damanik ketika dihubungi Sumut Pos via ponselnya mengaku sedang mengikuti kegiatan Dewan Pengupahan di Bali. Jonas Damanik terkesan lempar bola ke Imigrasi Belawan ketika disinggung terjadinya perbedaan data TKA yang bekerja di PLTU Palukurau.

Jonas juga mengaku tak dapat berbuat banyak jika fakta di lapangan menyebutkan, kalau ada 2.000 TKA yang bekerja di PLTU Paluhkurau. Menurut Jonas, data 106 TKA itu berasal dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).

“Itu data yang kami terima dari pusat (Kemenaker). Karena mereka yang mengeluarkan izin,” kata Jonas dari seberang telepon.

Mantan Camat Bangunpurba ini juga mengaku tidak bisa melakukan pengawasan langsung ke lokasi PLTU. Pasalnya, sudah ada tim gabungan yang bertugas melakukan pengawasan itu.

“Ada namanya Tim Pora (Pengawasan Orang Asing, Red) yang terdiri dari gabungan polisi, jaksa, dan kementerian juga. Tim Pora inilah yang melakukan pengawasan ke lapangan (PLTU Paluhkurau). Kami hanya sebatas mendampingi ketika Tim Pora mau datang ke PLTU,” kilah Jonas.

Jonas mengamini, jika medan yang dilalui menuju Paluhkurau cukup sulit. Muncul dugaan, karena medan yang sulit itulah, tim Pengawasan dan Pengendalian Disnakertrans malas melakukan pengawasan ke PLTU tersebut.

Namun menurutnya, dua bulan lalu Tim Pora pernah datang ke proyek tersebut untuk melakukan pengngawasan TKA. “Jadi, Imigrasi Belawan lah yang harus tanggung jawab. Mereka yang tahu keluar masuknya itu,” kilah Jonas.

Jonas pun makin berkilah, kalau Shanghai Electrik Power Construction enggan melaporkan TKA-nya ke Disnakertrans. Alhasil, data TKA yang didapat tak sebanding dengan fakta di lapangan.

Ditanya berapa tenaga kerja local yang bekerja di PLTU itu, Jonas mengaku tak mengingatnya. Hanya saja dia menegaskan, ada tenaga kerja pribumi yang bekerja di PLTU Paluhkurau. “Kita datang harus sama dengan tim dari pusat, enggak boleh sendiri. Kalau datang sendiri-sendiri, nanti dikira minta duit pula. Ke Imigrasi lah itu, merekalah yang mengawasi,” sebut Jonas.

Berdasarkan data Disnakertrans Deliserdang, PT Shanghai Elektrik Power Construction memiliki 48 TKA, Hai Yin ada 26 TKA, PT Indo Changhai ada 17 TKA dan PT Wyser Construction Indonesia ada 15 TKA. (rul/ted/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/