MEDAN, SUMUTPOS.CO – Serbuan buruh asal Tiongkok ke Sumatera Utara (Sumut), khususnya di proyek pembangunan PLTU Paluh Kurau di Kabupaten Deliserdang, mulai dikecam organisasi buruh. Mereka mendesak Presiden RI, Joko Widodo segera turun tangan menangani permasalahan yang dianggap telah melukai hati buruh lokal ini.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan, masuknya buruh asing dalam jumlah besar seperti di proyek PLTU Paluh Kurau, jelas sangat memilukan hati buruh lokal. Apalagi buruh impor tersebut, difungsikan sebagai pekerja kasar.
“Jenis pekerjaan kasar saja, harus memakai buruh impor. Padahal, di dalam negeri buruh lokal kita masih banyak yang menganggur,” ujar Willy kepada Sumut Pos, Selasa (19/7).
Fenomena ini katanya, selain menimbulkan dampak kecemburuan. Juga membuat hak buruh lokal untuk mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan menjadi hilang, akibat tergilas oleh buruh-buruh impor.
“Ini jelas merugikan buruh lokal. Belum lagi pekerja asing tanpa memiliki keahlian khusus, tidak mampu berbahasa Indonesia,” ungkapnya.
Parahnya lagi, lanjut aktivis buruh ini, ‘serbuan’ buruh impor yang masuk ke Sumut diduga kuat di antaranya adalah ilegal. Menanggapi kondisi tersebut, Willy menilai kalau dampaknya bukan hanya merugikan buruh, tapi juga martabat bangsa ini telah direndahkan.
“Saya lihat media juga sudah gencar menyoroti soal ini. Untuk itu, kita mendesak Pak Jokowi mau turun tangan menyelesaikan masalah ini,” tegas Ketua FSPMI Sumut.
Willy mengungkapkan, permasalahan buruh impor yang bukan tenaga ahli masuk ke dalam negeri, saat ini juga masih dalam pembahasan sejumlah organisasi buruh. Bahkan lanjutnya, dalam waktu dekat ini, elemen buruh secara nasional akan menggelar demonstrasi guna menolak masuknya tenaga kerja asing tersebut.
“Kita menunggu instruksi dari pimpinan pusat, kemungkinan dalam waktu dekat unjukrasa digelar. Karena pemerintah dinilai tidak transparan soal jumlah TKA di dalam negeri termasuk Sumut,” cetusnya.
Mega proyek pembangunan PLTU di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparanperak Kabupaten Deliserdang, sebelumnya diduga telah memanfaatkan tenaga kerja asing (TKA) dalam jumlah besar. Ironisnya, buruh asal Tiongkok tersebut di antaranya merupakan pekerja kasar seperti tukang sapu dan kuli bangunan.
Sejumlah warga maupun para buruh lokal yang bekerja di lokasi proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 150 MW, mengakui adanya penggunaan TKA tanpa keahlian khusus di areal proyek pembangunan seluas 160 hektar.
“Jumlah pekerja asing di PLTU ini lebih banyak dari pekerja lokal, mencapai ribuan. Cuma saat ada razia, selalu disembunyikan,” sebut seorang pekerja berinisial S.
Soal upah, dia membeberkan, juga terjadi perbedaan dengan buruh lokal. Padahal katanya, jenis pekerjaan mereka adalah sama-sama sebagai buruh kasar. “Kalau gaji (upah) untuk buruh lokal Rp2 juta lebih per bulan. Tapi, buruh Tiongkok itu sekitar Rp5 juta sebulan,” tuturnya.
Hal senada juga dikatakan petugas medis yang sejak tiga bulan lalu bekerja di lokasi proyek PLTU. Menurut pria berusia sekitar 36 tahun ini, perbedaan antara pekerja lokal dan TKA juga terlihat dari mess yang ada.
“Kalau mess pekerja asing itu pakai AC. Tapi, pekerja kasar untuk buruh lokal messnya yang bangunan terbuat dari papan itu nggak ada AC-nya,” kata pria berdarah Batak yang memiliki gelar dokter ini.
Dia mengakui kalau rata-rata pekerja asing yang didatangkan dari Tiongkok, juga tidak paham berbahasa Indonesia. Umumnya, para pekerja asing tersebut hanya bisa berbahasa asal negara mereka.
“Jangankan bahasa Indonesia, bahasa inggris mereka juga tak tahu. Tapi, di sini juga ada petugas ahli bahasa China, kalau tak salah gajinya Rp8 juta per bulan,” sebutnya. (rul/ted/adz)