Sementara, Ketua PKNU Sumut, Ikhyar Velayati Harahap mengancam akan melaporkan Pansus Pengisian Kursi Wagubsu ke KPK jika lembaga legislatif tersebut mematuhi putusan PTUN Jakarta. Ikhyar menilai, sikap pansus tersebut bertentangan dengan UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi khususnya pasal 3 yang menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
“Kalau pansus tetap ngotot, PKNU akan laporkan ke KPK, karena sudah melanggar UU Tipikor khususnya penyalahgunaan wewenang,” katanya.
Keputusan untuk melaporkan pansus ke KPK diakuinya merupakan jalan akhir yang akan mereka tempuh. Maka dari itu, pria berkumis tebal itu mengungkapkan, tiga partai nonseat yang selama ini terabaikan akan mencabut gugatan ketika dilibatkan dalam pengusulan dua nama cawagubsu.
“Masih ada tiga hari ke depan, sebelum jadwal paripurna. Kalau kami diajak berdiskusi, dan secara bersama-sama mengusulkan nama atau memakai pasal 176 UU 10/2016 dalam mekanisme pengisian kursi wakil gubernur maka masalah ini akan cepat selesai. Andainya, pansus tetap memaksakan paripurna dan mengabaikan putusan PTUN, maka langkah kongkrit yang akan kami lakukan adalah melaporkan pansus ke KPK, karena sudah menyalahgunakan wewenang,” bebernya.
“Dua nama yang diusulkan PKS dan Hanura banyak menyalahi administrasi. Anehnya ketika PKS dan Hanura yang disebut Mendagri bisa mengusulkan nama, kedua partai itu tidak juga ada kata sepakat. Ini dibuktikan dari cara PKS dan Hanura yang mengajukan dua nama secara terpisah. Artinya apa, kedua partai itu tidak sepakat dengan usulan masing-masing,” tambahnya.
Ikhyar kembali menegaskan, putusan PTUN Jakarta bernomor 219/G/2016/PTUN-JKT mengintruksikan kepada pihak tergugat (Kemendagri) untuk menunda pelaksanaan keputusan surat nomor 122.12/5718/OTDA pertanggal 4 Agustus 2016.
“Selama inikan pansus berlindung di balik surat Mendagri, ketika surat Mendagri dibatalkan maka tidak ada alasan untuk menggelar sidang paripurna pemilihan cawagubsu, semua harus dibatalkan. Mereka (Dewan) bilang selama ini mematuhi UU dalam menjalankan tugas. Tapi, kenapa ada keputusan hukum dari PTUN tetap diabaikan,” terangnya. (dik/adz)