Terkait aksinya itu, Sutrisno punya alasan tersendiri. Dia mengaku, apa yang dilakukannya itu untuk menyelamatkan marwah atau lembaga DPRD Sumut secara keseluruhan.
“Saya cuma ingin menyelamatkan marwah lembaga ini, karena kelicikan yang dilakukan pansus,” ungkapnya.
Kengototan koleganya untuk tetap menjalankan sidang paripurna, meski banyak kesalahan yang terjadi menimbulkan tanda tanya besar. “Ada apa ini? Kenapa begitu dipaksakan pemilihan Wagubsu, padahal banyak kesalahan dalam prosesnya,” terangnya.
Perjuangan untuk menyuarakan kebenaran, diakuinya tidak akan berhenti meski Nur Azizah telah terpilih menjadi Wakil Gubernur Sumut. “Saya sendiri akan konsultasi ke MK, untuk mendapatkan kejelasan mengenai pasal apa yang akan dipergunakan untuk pengisian Wagubsu. Apakah pasal 174 atau pasal 176, dan apakah ada pemisahan antara partai politik yang memiliki kursi dan Partai politik yang tidak memiliki kursi,” paparnya.
Sekretaris Komisi C DPRD Sumut itu juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kengototan mereka untuk pengisian kursi wakil gubernur menyisakan pertanyaan besar, jangan-jangan mereka sudah menerima sesuatu dari salah satu kandidat. Ini perlu ditelusuri KPK. Mereka buat seperti ini, becekkan saja sekalian lapangannya,” tuturnya.
Sikap Fraksi PDIP, berdasarkan hasil rapat DPD PDIP kemarin yakni menolak dilaksanakan sidang paripurna karena ada putusan PTUN dan banyak kesalahan di dalam prosesnya. “Makanya saya bersikap seperti ini, dan jalan terakhir sesuai kesepakatan adalah walk out, kenapa fraksi (PDIP, Red) bisa masuk angin,” ucapnya.
Menyikapi sikap Sutrisno, Ketua DPD PDIP Sumut Japorman Saragih tidak mempermasalahkannya. “Sikap Sutrisno itu sikap pribadi, tidak masalah. Mungkin dia anggap ada yang salah di dalam prosesnya, maka mengambil sikap seperti itu,” kata Japorman sebelum meninggalkan gedung dewan.
Japorman bilang, Fraksi PDIP telah mempertanyakan serta menyuarakan terkait persoalan hukum. “Tapi yang lain tetap sepakat,” ucapnya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumut, Zahir mengaku, pihaknya diintruksikan agar mempertanyakan persoalan hukum atau putusan PTUN Jakarta. “Sudah kita pertanyakan kepada pimpinan, di rapat pimpinan fraksi dan pimpinan dewan sudah dipertanyakan. Fraksi Nasdem juga bertanya hal yang sama, tapi sudah dijelaskan proses politik tetap berjalan, meski ada proses hukum,” tuturnya.
Zahir menambakan, jika pada akhirnya pelantikan Nur Azizah sebagai Wakil Gubernur Sumut tidak dapat terlaksana akibat putusan hukum. “Itu urusan Mendgari, kalau memang Mendagri minta paripurna ulang, maka akan kita lakukan,” cetusnya.
Mengenai banyaknya kesalahan pansus, Zahir enggan memberikan tanggapan. “Semua sudah lebih dahulu diproses pansus,” ungkap Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut ini.
Ketua Pansus, Syah Afandin berkelit ketika hendak dikonfirmasi mengenai laporan yang disampaikan pansus. “Dari awal memang kita sudah seperti itu, proses hukum biar berjalan, proses politik tidak boleh tertenti,” katanya sembari berlalu.

