25.6 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Nikel Sorowako Menyebar, Emas Martabe Mengumpul

Foto: Corcomm Martabe
TAMBANG NIKEL:
Para wartawan pemenang Kompetisi Karya Jurnalistik 2018 Tambang Emas Martabe, foto bersama perwakilan PT Vale Indonesia Tbk dan Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardiono, di lokasi tambang nikel Sorowako, Selasa (23/10/2018).

Metode pertambangan konon hanya tiga jenis. Terbuka, bawah tanah, dan bawah air. Tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan dan Tambang Emas Martabe di Batangtoru, Sumatera Utara, sama-sama menggunakan metode tambang terbuka. Bedanya, deposit nikel di Sorowako menyebar luas di permukaan dangkal. Sementara deposit emas Martabe di Batangtoru cenderung mengumpul di cebakan tertentu.

———————————————————

Dame Ambarita, Sorowako & Batangtoru

———————————————————

Membandingkan tambang nikel dengan tambang emas sebenarnya tidak apple to apple. Mineral nikel dan emas adalah dua unsur berbeda. Perbedaan harganya juga bak bumi dengan langit. Nikel dunia saat ini dihargai kurang lebih Rp195 ribu per kg (asumsi harga 13.000 USD per ton). Sementara emas sekitar Rp599 juta per kg.

Tetapi menarik juga membandingkan persamaan dan perbedaan antara tambang nikel di Sorowako, Sulsel, dengan tambang emas di Batangtoru, Tapsel, Sumut ini. Pertama, soal kuantitas deposit mineral dan proses produksinya. Kedua, pemasaran dan pemanfaatannya. Ketiga, umur tambang, aspek lingkungan, CSR, dan penerapan gender diversity-nya.

Sumut Pos bersama tiga wartawan asal Sumut, berkesempatan melihat langsung aktivitas penambangan nikel di Sorowako, Luwu Timur, Sulsel. Tambang ini dikelola PT Vale Indonesia Tbk. Kunjungan difasilitasi PT Agincourt Resources – pengelola Tambang Emas Martabe–, sebagai bagian dari reward bagi para pemenang lomba karya tulis jurnalistik yang digelar Agustus lalu. Sebelumnya, para wartawan telah meninjau Tambang Emas Martabe di Batangtoru.

Kunjungan diterima Senior Manager of Communications PT Vale Indonesia Tbk, Budi Handoko, Senin (22/10/2018). Budi menjelaskan, PT Vale mulai berkiprah di bumi Sulawesi sejak tahun 1968. Mengelola area Kontrak Karya seluas 118.439 hektar. Area tersebut terbagi di tiga provinsi yaitu Sulawesi Tengah seluas 22.099 hektare, Sulawesi Selatan seluas 70.566 hektare, dan Sulawesi Tenggara di Pomalaa sebesar 20.286 hektare dan di Suasua sebesar 4.466 hektare.

“PT Vale berinduk pada Vale, perusahaan multitambang yang berpusat di Brasil. Vale merupakan pemimpin global dalam produksi bijih besi dan salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Saat ini, kami menjadi produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5 persen pasokan nikel dunia,” terang Budi.

Proses penambangan nikel di Sorowako menggunakan teknik Open Cast atau tambang terbuka. Alasannya, sebaran biji nikel di bumi Sorowako cenderung menyebar luas di permukaan dangkal. Biji nikel laterit ditemukan di kedalaman 15-20 meter. Untuk mencapai lapisan itu, PT Vale harus mengupas tanah permukaan sekitar 10-15 meter. Lapisan tanah yang dikupas digunakan untuk menutup area pengerukan sebelumnya. Itulah sebabnya pit tambang nikel Sorowako tiap tahun berpindah-pindah.

“PT Vale rata-rata membuka 1.000-1.400 hektare lahan setiap tahun. Luas bukaan itu sesuai batasan dari pemerintah. Di saat yang sama, juga menutup dan merehabilitasi 1.000 hektare lahan per tahun,” ungkapnya. Jadi, meski PT Vale telah membuka ribuan hektare lahan selama 50 tahun beroperasi, sebagian besar lahan telah ditimbun kembali dan direhabilitasi menjadi hutan.

Berbeda dengan mineral lainnya, nikel Sorowako berada di lapisan tanah. Bukan bebatuan. Ciri pertama tanah mengandung laterit adalah warnanya: yakni merah. Biji nikel sendiri merupakan hasil pelapukan batuan selama jutaan tahun, yang dibarengi dengan proses tektonik atau tumbukan antar lempeng.

Lapisan tanah mengandung nikel di Sorowako menyebar rata. Menurut Manajer salahsatu pit PT Vale, Agung Nugroho, yang ditemui di lokasi tambang, lapisan yang layak tambang harus memiliki grade minimal 1,5 persen nikel laterit per ton tanah. Lapisan itu disebut ore. Dari 1 ton ore, akan diperoleh 0,5 ton SSP (Screening Station Product).

Selanjutnya ore yang sudah disaring di SSP, dijemur dan dikeringkan di drier. Hasilnya 0,25 ton dried kiln product (DKP). DKP ini kemudian dilebur di pabrik peleburan menggunakan campuran sulfur. Dari satu ton ore awal, akan diperoleh 0,004 ton nikel matte. Produk nikel matte ini kadarnya 78 persen.

Sederhananya, proses penambangan nikel di Sorowako dimulai dari area Stripping, Ore Mining, Screening Station, Stockpile, Apron Feeder, Dryer, Dry Ore Storage, Reduction Kiln, Furnace, Converter hingga Packaging.

“Per tahun, PT Vale mampu menambang 14 juta ton ore dari 15 pit. Dan memproduksi sekitar 75.000 ton nikel,” kata Budi.

Processing Plant Tambang Emas Martabe dilihat dari udara.

Jika dibandingkan dengan tambang nikel Sorowako yang sudah berusia 50 tahun, tambang emas Martabe di Batangtoru, Tapsel, Sumut, relatif masih muda. Tambang ini baru berusia 6 tahun lebih, dihitung sejak mulai produksi emas dan perak tahun 2012.

Deposit emas di tambang yang dikelola PT Agincourt Resources ini berada di beberapa cebakan. Ada enam cebakan yang ditemukan. Tetapi yang digali baru tiga, yakni di Pit Purnama, Pit Ramba Joring, dan Pit Barani. Pit tidak berpindah-pindah seperti halnya pit tambang nikel Sorowako.

Luas kontrak karya Martabe juga relatif kecil. Hanya 1.303 hektare. Wilayah tambangnya lebih sedikit lagi. Hanya area 30 km². “Sangat mini dibandingkan dengan luas tambang nikel Sorowako,” kata Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, usai mendengar penjelasan Budi Handoko mengenai tambang nikel PT Vale.

Karena emasnya mengumpul dalam cebakan, bentuk lahan yang ditambang Martabe cenderung mengerucut ke perut bumi. Hasil kerukan sisa peleburan nantinya disimpan di tailing storage facility (TSF).

Tentang deposit emas, Martabe memperoleh 1,5-2 gram emas per 1 ton ore (batuan mengandung bijih emas). Per tahun Tambang Emas Martabe mampu memproduksi lebih dari 300.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak.

Meski demikian, proses pertambangan tambang nikel Sorowako dan tambang emas Martabe memiliki kemiripan. Mulai dari pengeboran untuk mengetahui kadar kandungan mineral, peledakan, pengerukan ore, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian.

Kedua tambang ini juga sama-sama beraktivitas 24 jam sehari.  Dilakukan dalam 3 shift, di mana masing-masing shiftnya beroperasi selama 8 jam.

Bedanya, di Tambang Emas Martabe, mineral emas berada di bebatuan. Bukan di lapisan tanah. Bebatuan yang juga disebut ore ini harus digiling hingga mencapai ukuran tertentu, sebelum diekstraksi di tangki dengan campuran sianida.

Sedangkan di tambang nikel Sorowako, bebatuan justru disisihkan. Bebatuan yang ikut terkeruk hanya dijadikan material pelapisan jalan dan landasan.

Perbedaan lainnya, untuk peleburan nikel ditambahkan sulfur. Sedangkan peleburan emas dicampurkan siniadia. (bersambung/mea)

Foto: Corcomm Martabe
TAMBANG NIKEL:
Para wartawan pemenang Kompetisi Karya Jurnalistik 2018 Tambang Emas Martabe, foto bersama perwakilan PT Vale Indonesia Tbk dan Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardiono, di lokasi tambang nikel Sorowako, Selasa (23/10/2018).

Metode pertambangan konon hanya tiga jenis. Terbuka, bawah tanah, dan bawah air. Tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan dan Tambang Emas Martabe di Batangtoru, Sumatera Utara, sama-sama menggunakan metode tambang terbuka. Bedanya, deposit nikel di Sorowako menyebar luas di permukaan dangkal. Sementara deposit emas Martabe di Batangtoru cenderung mengumpul di cebakan tertentu.

———————————————————

Dame Ambarita, Sorowako & Batangtoru

———————————————————

Membandingkan tambang nikel dengan tambang emas sebenarnya tidak apple to apple. Mineral nikel dan emas adalah dua unsur berbeda. Perbedaan harganya juga bak bumi dengan langit. Nikel dunia saat ini dihargai kurang lebih Rp195 ribu per kg (asumsi harga 13.000 USD per ton). Sementara emas sekitar Rp599 juta per kg.

Tetapi menarik juga membandingkan persamaan dan perbedaan antara tambang nikel di Sorowako, Sulsel, dengan tambang emas di Batangtoru, Tapsel, Sumut ini. Pertama, soal kuantitas deposit mineral dan proses produksinya. Kedua, pemasaran dan pemanfaatannya. Ketiga, umur tambang, aspek lingkungan, CSR, dan penerapan gender diversity-nya.

Sumut Pos bersama tiga wartawan asal Sumut, berkesempatan melihat langsung aktivitas penambangan nikel di Sorowako, Luwu Timur, Sulsel. Tambang ini dikelola PT Vale Indonesia Tbk. Kunjungan difasilitasi PT Agincourt Resources – pengelola Tambang Emas Martabe–, sebagai bagian dari reward bagi para pemenang lomba karya tulis jurnalistik yang digelar Agustus lalu. Sebelumnya, para wartawan telah meninjau Tambang Emas Martabe di Batangtoru.

Kunjungan diterima Senior Manager of Communications PT Vale Indonesia Tbk, Budi Handoko, Senin (22/10/2018). Budi menjelaskan, PT Vale mulai berkiprah di bumi Sulawesi sejak tahun 1968. Mengelola area Kontrak Karya seluas 118.439 hektar. Area tersebut terbagi di tiga provinsi yaitu Sulawesi Tengah seluas 22.099 hektare, Sulawesi Selatan seluas 70.566 hektare, dan Sulawesi Tenggara di Pomalaa sebesar 20.286 hektare dan di Suasua sebesar 4.466 hektare.

“PT Vale berinduk pada Vale, perusahaan multitambang yang berpusat di Brasil. Vale merupakan pemimpin global dalam produksi bijih besi dan salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Saat ini, kami menjadi produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5 persen pasokan nikel dunia,” terang Budi.

Proses penambangan nikel di Sorowako menggunakan teknik Open Cast atau tambang terbuka. Alasannya, sebaran biji nikel di bumi Sorowako cenderung menyebar luas di permukaan dangkal. Biji nikel laterit ditemukan di kedalaman 15-20 meter. Untuk mencapai lapisan itu, PT Vale harus mengupas tanah permukaan sekitar 10-15 meter. Lapisan tanah yang dikupas digunakan untuk menutup area pengerukan sebelumnya. Itulah sebabnya pit tambang nikel Sorowako tiap tahun berpindah-pindah.

“PT Vale rata-rata membuka 1.000-1.400 hektare lahan setiap tahun. Luas bukaan itu sesuai batasan dari pemerintah. Di saat yang sama, juga menutup dan merehabilitasi 1.000 hektare lahan per tahun,” ungkapnya. Jadi, meski PT Vale telah membuka ribuan hektare lahan selama 50 tahun beroperasi, sebagian besar lahan telah ditimbun kembali dan direhabilitasi menjadi hutan.

Berbeda dengan mineral lainnya, nikel Sorowako berada di lapisan tanah. Bukan bebatuan. Ciri pertama tanah mengandung laterit adalah warnanya: yakni merah. Biji nikel sendiri merupakan hasil pelapukan batuan selama jutaan tahun, yang dibarengi dengan proses tektonik atau tumbukan antar lempeng.

Lapisan tanah mengandung nikel di Sorowako menyebar rata. Menurut Manajer salahsatu pit PT Vale, Agung Nugroho, yang ditemui di lokasi tambang, lapisan yang layak tambang harus memiliki grade minimal 1,5 persen nikel laterit per ton tanah. Lapisan itu disebut ore. Dari 1 ton ore, akan diperoleh 0,5 ton SSP (Screening Station Product).

Selanjutnya ore yang sudah disaring di SSP, dijemur dan dikeringkan di drier. Hasilnya 0,25 ton dried kiln product (DKP). DKP ini kemudian dilebur di pabrik peleburan menggunakan campuran sulfur. Dari satu ton ore awal, akan diperoleh 0,004 ton nikel matte. Produk nikel matte ini kadarnya 78 persen.

Sederhananya, proses penambangan nikel di Sorowako dimulai dari area Stripping, Ore Mining, Screening Station, Stockpile, Apron Feeder, Dryer, Dry Ore Storage, Reduction Kiln, Furnace, Converter hingga Packaging.

“Per tahun, PT Vale mampu menambang 14 juta ton ore dari 15 pit. Dan memproduksi sekitar 75.000 ton nikel,” kata Budi.

Processing Plant Tambang Emas Martabe dilihat dari udara.

Jika dibandingkan dengan tambang nikel Sorowako yang sudah berusia 50 tahun, tambang emas Martabe di Batangtoru, Tapsel, Sumut, relatif masih muda. Tambang ini baru berusia 6 tahun lebih, dihitung sejak mulai produksi emas dan perak tahun 2012.

Deposit emas di tambang yang dikelola PT Agincourt Resources ini berada di beberapa cebakan. Ada enam cebakan yang ditemukan. Tetapi yang digali baru tiga, yakni di Pit Purnama, Pit Ramba Joring, dan Pit Barani. Pit tidak berpindah-pindah seperti halnya pit tambang nikel Sorowako.

Luas kontrak karya Martabe juga relatif kecil. Hanya 1.303 hektare. Wilayah tambangnya lebih sedikit lagi. Hanya area 30 km². “Sangat mini dibandingkan dengan luas tambang nikel Sorowako,” kata Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, usai mendengar penjelasan Budi Handoko mengenai tambang nikel PT Vale.

Karena emasnya mengumpul dalam cebakan, bentuk lahan yang ditambang Martabe cenderung mengerucut ke perut bumi. Hasil kerukan sisa peleburan nantinya disimpan di tailing storage facility (TSF).

Tentang deposit emas, Martabe memperoleh 1,5-2 gram emas per 1 ton ore (batuan mengandung bijih emas). Per tahun Tambang Emas Martabe mampu memproduksi lebih dari 300.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak.

Meski demikian, proses pertambangan tambang nikel Sorowako dan tambang emas Martabe memiliki kemiripan. Mulai dari pengeboran untuk mengetahui kadar kandungan mineral, peledakan, pengerukan ore, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian.

Kedua tambang ini juga sama-sama beraktivitas 24 jam sehari.  Dilakukan dalam 3 shift, di mana masing-masing shiftnya beroperasi selama 8 jam.

Bedanya, di Tambang Emas Martabe, mineral emas berada di bebatuan. Bukan di lapisan tanah. Bebatuan yang juga disebut ore ini harus digiling hingga mencapai ukuran tertentu, sebelum diekstraksi di tangki dengan campuran sianida.

Sedangkan di tambang nikel Sorowako, bebatuan justru disisihkan. Bebatuan yang ikut terkeruk hanya dijadikan material pelapisan jalan dan landasan.

Perbedaan lainnya, untuk peleburan nikel ditambahkan sulfur. Sedangkan peleburan emas dicampurkan siniadia. (bersambung/mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/