27.8 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Endemik Malaria Ovale Ditemukan di Langkat

Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), baru-baru ini berhasil menemukan endemik baru penyakit malaria ovale di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. Sebelumnya, penyakit yang disebabkan plasmodium ovale dengan vektor nyamuk anopheles betina ini, sejak tahun 1975 penyebaran endemisnya dilaporkan hanya terdapat di Papua serta wilayah Belu di Flores Timur atau Sunda kecil.

“Kita menemukan satu kasus di Kabupaten Langkat yang setelah diteliti dan diidentifikasi sebagai plasmodium ovale. Dengan penemuan ini, peta endemik malaria ovale atau malaria tertiana di Indonesia sudah bertambah. Langkat sebagai daerah ketiga di Indonesia,” ungkap Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI saat gelaran orasi ilmiahnya bertajuk Malaria dari Era Misterius hingga Biomolekuler di FK UISU Jalan STM, Medan, Senin (30/10).

Umar Zein menjelaskan, awalnya, penelitian dilakukan bersama mahasiswa FK UISU pada tahun 2016. Setelah tim peneliti mengumpulkan sampel darah dan melakukan deteksi, ternyata ditemukan indikasi penyakit malaria ovale pada salah seorang pasien.

Namun sebelum di publis, Umar Zein mengaku, butuh waktu yang panjang untuk memastikan identifikasi dari sampel tersebut. Setelah mendapat konfirmasi ke bagian Parasitologi FK Universitas Brawijaya, baru kemudian temuan itu pada 2017 dipublikasikan melalui tulisan internasional.

“Penelitian akan kita lanjutkan lagi untuk mengetahui sejauh mana penyebaran penyakit itu di Langkat,” jelasnya dalam kegiatan yang dirangkai dengan Milad FK UISU ke-52 tahun tersebut.

Apakah pasien pernah mengunjungi dua wilayah endemis lainnya sehingga terkena gigitan? Umar Zein menegaskan, pasien merupakan penduduk asli Langkat dan belum pernah meninggalkan kampung halamannya.

“Jadi tidak mungkin tertular. Penanganan malaria jenis ini sama dengan malaria lain. Namun ovale ini, bisa berulang dan kambuh lagi suatu saat,” terangnya.

Malaria ovale, umumnya lebih ringan tetapi bisa bertahan lama dan berulang-ulang muncul. Jika satu orang terinfeksi, bisa saja dua tahun kemudian kambuh lagi, meskipun tidak mendapatkan gigitan nyamuk yang merupakan vektornya.

Umar Zein menambahkan, malaria ovale ditandai dengan demam muncul setiap empat hari. Namun, pembagian diagnosis berdasarkan gambaran demam sudah tidak relevan secara klinis.

Sebab, diagnosis malaria harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis dan bila perlu diperkuat pemeriksaan molekuler.

Sementara, Rektor UISU, Prof Dr Ir Mhd Asaad MSi mengapresiasi penemuan endemis terbaru untuk penyakit tropius tersebut. Penyakit ini akan segera ditindaklanjuti oleh tim peneliti.

Menurutnya, hasil penelitian ini bisa mempercepat FK UISU mencapai akreditas B. Ia berharap dengan banyaknya dosen yang melakukan hal sama, dapat menjadikan kampusnya menjadi research university.

“Saya harap semangat meneliti bisa menular ke dosen-dosen lain. Semoga sebelum 2042, kita bisa menjadi research university,” harapnya.

Sementara, Dekan FK UISU dr Abdul Harris Pane SpOG mengatakan, saat ini penemuan malaria ovale di Langkat masih temuan awal. Kedepan, pihaknya akan membentuk tim. Ia berharap FK UISU menjadi pusat penelitian penyakit tropis di wilayah barat.

“Kalau untuk daerah timur ada Universitas Udayana dan Univesitas Brawijaya. Karenanya kita ingin mengembangkan FK UISU seiring dengan tujuan menjadi research university,” pungkasnya.(ain/ala)

Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), baru-baru ini berhasil menemukan endemik baru penyakit malaria ovale di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. Sebelumnya, penyakit yang disebabkan plasmodium ovale dengan vektor nyamuk anopheles betina ini, sejak tahun 1975 penyebaran endemisnya dilaporkan hanya terdapat di Papua serta wilayah Belu di Flores Timur atau Sunda kecil.

“Kita menemukan satu kasus di Kabupaten Langkat yang setelah diteliti dan diidentifikasi sebagai plasmodium ovale. Dengan penemuan ini, peta endemik malaria ovale atau malaria tertiana di Indonesia sudah bertambah. Langkat sebagai daerah ketiga di Indonesia,” ungkap Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI saat gelaran orasi ilmiahnya bertajuk Malaria dari Era Misterius hingga Biomolekuler di FK UISU Jalan STM, Medan, Senin (30/10).

Umar Zein menjelaskan, awalnya, penelitian dilakukan bersama mahasiswa FK UISU pada tahun 2016. Setelah tim peneliti mengumpulkan sampel darah dan melakukan deteksi, ternyata ditemukan indikasi penyakit malaria ovale pada salah seorang pasien.

Namun sebelum di publis, Umar Zein mengaku, butuh waktu yang panjang untuk memastikan identifikasi dari sampel tersebut. Setelah mendapat konfirmasi ke bagian Parasitologi FK Universitas Brawijaya, baru kemudian temuan itu pada 2017 dipublikasikan melalui tulisan internasional.

“Penelitian akan kita lanjutkan lagi untuk mengetahui sejauh mana penyebaran penyakit itu di Langkat,” jelasnya dalam kegiatan yang dirangkai dengan Milad FK UISU ke-52 tahun tersebut.

Apakah pasien pernah mengunjungi dua wilayah endemis lainnya sehingga terkena gigitan? Umar Zein menegaskan, pasien merupakan penduduk asli Langkat dan belum pernah meninggalkan kampung halamannya.

“Jadi tidak mungkin tertular. Penanganan malaria jenis ini sama dengan malaria lain. Namun ovale ini, bisa berulang dan kambuh lagi suatu saat,” terangnya.

Malaria ovale, umumnya lebih ringan tetapi bisa bertahan lama dan berulang-ulang muncul. Jika satu orang terinfeksi, bisa saja dua tahun kemudian kambuh lagi, meskipun tidak mendapatkan gigitan nyamuk yang merupakan vektornya.

Umar Zein menambahkan, malaria ovale ditandai dengan demam muncul setiap empat hari. Namun, pembagian diagnosis berdasarkan gambaran demam sudah tidak relevan secara klinis.

Sebab, diagnosis malaria harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis dan bila perlu diperkuat pemeriksaan molekuler.

Sementara, Rektor UISU, Prof Dr Ir Mhd Asaad MSi mengapresiasi penemuan endemis terbaru untuk penyakit tropius tersebut. Penyakit ini akan segera ditindaklanjuti oleh tim peneliti.

Menurutnya, hasil penelitian ini bisa mempercepat FK UISU mencapai akreditas B. Ia berharap dengan banyaknya dosen yang melakukan hal sama, dapat menjadikan kampusnya menjadi research university.

“Saya harap semangat meneliti bisa menular ke dosen-dosen lain. Semoga sebelum 2042, kita bisa menjadi research university,” harapnya.

Sementara, Dekan FK UISU dr Abdul Harris Pane SpOG mengatakan, saat ini penemuan malaria ovale di Langkat masih temuan awal. Kedepan, pihaknya akan membentuk tim. Ia berharap FK UISU menjadi pusat penelitian penyakit tropis di wilayah barat.

“Kalau untuk daerah timur ada Universitas Udayana dan Univesitas Brawijaya. Karenanya kita ingin mengembangkan FK UISU seiring dengan tujuan menjadi research university,” pungkasnya.(ain/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/