30 C
Medan
Tuesday, April 30, 2024

Pemprovsu: Harga Gabah ke Rp3.700 per Kg Masih Normal

Foto: DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/JPNN
Pekerja membalikkan gabah saat menjemur di tempat penggilingan padi di Kampung/Desa Kilasah 3, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, kemarin. Selain faktor cuaca, harga gabah naik Rp 500 ribu per kwintalnya dipicu akibat kurangnya pasokan gabah dari petani karena belum memasuki panen.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anjloknya harga beli gabah kering panen (GKP) di sejumlah daerah Sumatera Utara (Sumut), membuat para petani menjerit. Bagaimana tidak, harga gabah tersebut anjlok dari Rp4.500 per kilogram (Kg) menjadi Rp3.700 per kg.

Meski begitu, Pemprov Sumut masih menganggap harga gabah masih normal. Sebab, harga Rp3.700 per kg merupakan harga pembelian pemerintah (HPP). Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut Azhar Harahap, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) terkait adanya kondisi harga pembelian gabah yang rendah. Namun belum ada langkah yang diambil untuk mengatasi rendahnya pembelian hasil panen petani.

“Kita terus berkoordinasi dengan Bulog, namun memang belum ada langkah membeli, karena harga gabah tersebut tidak berada di bawah HPP,” ujar Azhar kepada Sumut Pos, Senin (31/7).

Dikatakan Azhar, gabah kering petani masih belum melewati batas bawah atau masih di atas HPP, maka Bulog tidak bisa membelinya dari petani. Sebab, hal itu sudah ditetapkan pemerintah. “Ya kalau masih di atas atau sesuai HPP, maka Bulog tidak bisa membelinya dari petani,” katanya.

Begitu juga dengan langkah yang diambil pemerintah, pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak atas kondisi tersebut. Karena umumnya kondisi rendahnya harga gabah, menurut perhitungan pemerintah, masih berada pada angka Rp3.700 per kilogram. Sehingga meskipun kondisi saat ini membuat petani merasa merugi, Pemprov pun tak punya kewenangan untuk membeli atau memberikan semacam subsidi menambah kekurangan.

“Masalahnya kita juga tidak bisa memberikan bantuan harganya. Apalagi Bulog juga kan tidak bisa membeli, karena masih dalam batas HPP,” pungkasnya.

Sementara, Wakil Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumut Syahri Syawal Harahap mengatakan, bila kondisi ini terus bertahan dan berlangsung dalam waktu yang lama, bukan tidak mungkin petani akan gulung tikar alias bangkrut. Sebab, mereka tak mendapatkan untung. “Pemprovsu harus memperjuangkan nasib para petani padi di Sumut. Kalau tidak begitu, kesejahteraan petani terancam. Bisa-bisa, petani tidak akan mau menanam lagi karena rugi,” ungkap Syahri yang dihubungi, Senin (31/7).

Dikatakannya, kebijakan penetapan harga beras medium dan premium sebesar Rp9.000 per kg, imbasnya sangat besar sekali terhadap para petani. Dengan kebijakan itu, otomatis sudah tentu pebisnis padi menurunkan harga beli gabah. “Kalau dengan harga beli gabah Rp3.500 per kg, apalagi yang mau didapat dari petani. Makanya, petani padi tidak ada yang mau memanen karena mereka jelas-jelas mengalami rugi total. Kalaupun ada, itu terpaksa karena alasan ekonomi,” sebut Syahri.

Foto: DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/JPNN
Pekerja membalikkan gabah saat menjemur di tempat penggilingan padi di Kampung/Desa Kilasah 3, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, kemarin. Selain faktor cuaca, harga gabah naik Rp 500 ribu per kwintalnya dipicu akibat kurangnya pasokan gabah dari petani karena belum memasuki panen.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anjloknya harga beli gabah kering panen (GKP) di sejumlah daerah Sumatera Utara (Sumut), membuat para petani menjerit. Bagaimana tidak, harga gabah tersebut anjlok dari Rp4.500 per kilogram (Kg) menjadi Rp3.700 per kg.

Meski begitu, Pemprov Sumut masih menganggap harga gabah masih normal. Sebab, harga Rp3.700 per kg merupakan harga pembelian pemerintah (HPP). Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut Azhar Harahap, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) terkait adanya kondisi harga pembelian gabah yang rendah. Namun belum ada langkah yang diambil untuk mengatasi rendahnya pembelian hasil panen petani.

“Kita terus berkoordinasi dengan Bulog, namun memang belum ada langkah membeli, karena harga gabah tersebut tidak berada di bawah HPP,” ujar Azhar kepada Sumut Pos, Senin (31/7).

Dikatakan Azhar, gabah kering petani masih belum melewati batas bawah atau masih di atas HPP, maka Bulog tidak bisa membelinya dari petani. Sebab, hal itu sudah ditetapkan pemerintah. “Ya kalau masih di atas atau sesuai HPP, maka Bulog tidak bisa membelinya dari petani,” katanya.

Begitu juga dengan langkah yang diambil pemerintah, pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak atas kondisi tersebut. Karena umumnya kondisi rendahnya harga gabah, menurut perhitungan pemerintah, masih berada pada angka Rp3.700 per kilogram. Sehingga meskipun kondisi saat ini membuat petani merasa merugi, Pemprov pun tak punya kewenangan untuk membeli atau memberikan semacam subsidi menambah kekurangan.

“Masalahnya kita juga tidak bisa memberikan bantuan harganya. Apalagi Bulog juga kan tidak bisa membeli, karena masih dalam batas HPP,” pungkasnya.

Sementara, Wakil Ketua Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumut Syahri Syawal Harahap mengatakan, bila kondisi ini terus bertahan dan berlangsung dalam waktu yang lama, bukan tidak mungkin petani akan gulung tikar alias bangkrut. Sebab, mereka tak mendapatkan untung. “Pemprovsu harus memperjuangkan nasib para petani padi di Sumut. Kalau tidak begitu, kesejahteraan petani terancam. Bisa-bisa, petani tidak akan mau menanam lagi karena rugi,” ungkap Syahri yang dihubungi, Senin (31/7).

Dikatakannya, kebijakan penetapan harga beras medium dan premium sebesar Rp9.000 per kg, imbasnya sangat besar sekali terhadap para petani. Dengan kebijakan itu, otomatis sudah tentu pebisnis padi menurunkan harga beli gabah. “Kalau dengan harga beli gabah Rp3.500 per kg, apalagi yang mau didapat dari petani. Makanya, petani padi tidak ada yang mau memanen karena mereka jelas-jelas mengalami rugi total. Kalaupun ada, itu terpaksa karena alasan ekonomi,” sebut Syahri.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/