31.7 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Pertumbuhan Perbankan Syariah Lambat

Foto: dok sumut pos
NASABAH:petugas bank CIMB Niaga Syariah saat melayani nasabah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan jasa keuangan atau perbankan syariah khususnya di Kota Medan, sepertinya masih jauh dari ekspektasi. Padahal, sektor ini berpotensi mendorong kegiatan ekonomi masyarakat di tengah perlambatan kondisi ekonomi global.

Deputi Direktur Kepala Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Budi Trisnanto mengakui, bahwa pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, saat perbankan syariah masih dalam masa awal peluncuran. Meski begitu, Budi memprediksi masih tetap tumbuh di tahun ini.

“Sejak 2014 pertumbuhan jasa keuangan syariah memang sudah mulai melambat. Namun, ke depan akan terus berusaha mendorong kinerja perbankan syariah. Sebab, perbankan syariah merupakan salah satu potensi untuk membantu kegiatan ekonomi masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, kemarin.

Menurut Budi, perlambatan yang terjadi lantaran ada sejumlah permasalahan klasik dalam sektor perbankan syariah. Misalnya, dari sisi internal yakni kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas. Sebab, belum banyak yang memiliki kemampuan menganalisis usaha-usaha yang berprinsip syariah.

Namun demikian, jika dilihat dari sisi eksternal, masyarakat sudah banyak yang sadar terhadap perbankan syariah. Akan tetapi, dikarenakan kondisi ekonomi yang melemah mengakibatkan pertumbuhannya ikut melambat.

Kata Budi, sejauh ini pertumbuhan perbankan kovensional masih lebih besar dibandingkan perbankan syariah. Padahal, sudah banyak masyarakat yang kegiatan usahanya sudah berorientasi syariah. Seperti halnya logistik syariah yang sudah bermunculan.

“Bank-bank syariah hendaknya lebih gencar melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, sehingga lebih dikenal dan dipahami. Selain itu, SDM-nya juga harus menggunakan strategi tepat dalam mencari pangsa pasar yang dapat menjadi sasaran. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan sosialisasi ke pesantren-pesantren yang memang sudah mempelajari sistem syariah,” tuturnya.

Ia menambahkan, walau demikian dia optimis perbankan syariah di Kota Medan pada tahun 2017 tetap mengalami pertumbuhan. Hal ini dilihat dari sisi kinerjanya, di mana pertumbuhan aset bisa mencapai 13,14 persen, kredit 13,20 persen dan dana pihak ketiga (DPK) 22,57 persen.

Sementara, sebelumnya Kepala Departemen Riset Kebanksentralan Bank Indonesia, Darsono mengemukakan, sistem perbankan syariah di Indonesia diyakini mampu menjadi referensi dalam penerapan sistem perbankan syariah di dunia. Baik itu di negara tetangga Malaysia maupun Timur Tengah dan Eropa. Sebab, Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.

Diutarakannya, indikator Indonesia akan menjadi model perbankan syariah dunia yaitu memiliki ‘akar’ yang lebih kuat. Di mana, perkembangan perbankan syariah di Indonesia didukung oleh komitmen dari instrumen masyarakat. Seperti, majelis ulama, badan otoritas dan lain sebagainya.

“Jadi, lapisan masyarakat tersebut cukup kuat, dan perbankannya menjangkau luas nasabah. Ini berbeda dengan model pengembangannya di Malaysia atau negara lainnya,” ungkap Darsono ketika berada di Medan beberapa waktu lalu.

Selain akar yang kuat, lanjut Darsono, ciri khas kedua adalah mengembangkan produk-produk yang memang sesuai dengan sistem perbankan syariah. Artinya, perkembangannya didukung oleh lembaga dewan syariah nasional (DSN). Oleh karenanya, ini menjadi kelebihan, dan lembaga tersebut di negara lain belum tentu ada.

“DSN itu dibentuk secara independen. Fatwa yang dikeluarkan DSN bersifat mengikat bagi semua instansi perbankan syariah di Indonesia untuk tunduk atau mematuhi. Beda di negara lain, karena lembaga fatwa atau DSN dimaksud ada pada bank syariah itu sendiri. Sehingga, dengan begitu banyak lahir fatwa-fatwa dari masing-masing bank dan berbeda-beda,” jelas Darsono.

Oleh sebab itu, dia menyebutkan, dengan ciri khas tersebut maka memungkinkan Indonesia menjadi model pengembangan perbankan syariah yang bagus dan kuat.

“Memang perjalanan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional masih singkat di Indonesia. Untuk itu, kita tidak mudah mengubahnya menjadi langsung besar. Artinya, butuh suatu proses atau perjalanan. Oleh karena itu, kita kuatkan dulu pondasi atau akar dari perbankan syariah di Indonesia,” cetusnya. (ris/ram)

Foto: dok sumut pos
NASABAH:petugas bank CIMB Niaga Syariah saat melayani nasabah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan jasa keuangan atau perbankan syariah khususnya di Kota Medan, sepertinya masih jauh dari ekspektasi. Padahal, sektor ini berpotensi mendorong kegiatan ekonomi masyarakat di tengah perlambatan kondisi ekonomi global.

Deputi Direktur Kepala Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Budi Trisnanto mengakui, bahwa pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, saat perbankan syariah masih dalam masa awal peluncuran. Meski begitu, Budi memprediksi masih tetap tumbuh di tahun ini.

“Sejak 2014 pertumbuhan jasa keuangan syariah memang sudah mulai melambat. Namun, ke depan akan terus berusaha mendorong kinerja perbankan syariah. Sebab, perbankan syariah merupakan salah satu potensi untuk membantu kegiatan ekonomi masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, kemarin.

Menurut Budi, perlambatan yang terjadi lantaran ada sejumlah permasalahan klasik dalam sektor perbankan syariah. Misalnya, dari sisi internal yakni kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas. Sebab, belum banyak yang memiliki kemampuan menganalisis usaha-usaha yang berprinsip syariah.

Namun demikian, jika dilihat dari sisi eksternal, masyarakat sudah banyak yang sadar terhadap perbankan syariah. Akan tetapi, dikarenakan kondisi ekonomi yang melemah mengakibatkan pertumbuhannya ikut melambat.

Kata Budi, sejauh ini pertumbuhan perbankan kovensional masih lebih besar dibandingkan perbankan syariah. Padahal, sudah banyak masyarakat yang kegiatan usahanya sudah berorientasi syariah. Seperti halnya logistik syariah yang sudah bermunculan.

“Bank-bank syariah hendaknya lebih gencar melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, sehingga lebih dikenal dan dipahami. Selain itu, SDM-nya juga harus menggunakan strategi tepat dalam mencari pangsa pasar yang dapat menjadi sasaran. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan sosialisasi ke pesantren-pesantren yang memang sudah mempelajari sistem syariah,” tuturnya.

Ia menambahkan, walau demikian dia optimis perbankan syariah di Kota Medan pada tahun 2017 tetap mengalami pertumbuhan. Hal ini dilihat dari sisi kinerjanya, di mana pertumbuhan aset bisa mencapai 13,14 persen, kredit 13,20 persen dan dana pihak ketiga (DPK) 22,57 persen.

Sementara, sebelumnya Kepala Departemen Riset Kebanksentralan Bank Indonesia, Darsono mengemukakan, sistem perbankan syariah di Indonesia diyakini mampu menjadi referensi dalam penerapan sistem perbankan syariah di dunia. Baik itu di negara tetangga Malaysia maupun Timur Tengah dan Eropa. Sebab, Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.

Diutarakannya, indikator Indonesia akan menjadi model perbankan syariah dunia yaitu memiliki ‘akar’ yang lebih kuat. Di mana, perkembangan perbankan syariah di Indonesia didukung oleh komitmen dari instrumen masyarakat. Seperti, majelis ulama, badan otoritas dan lain sebagainya.

“Jadi, lapisan masyarakat tersebut cukup kuat, dan perbankannya menjangkau luas nasabah. Ini berbeda dengan model pengembangannya di Malaysia atau negara lainnya,” ungkap Darsono ketika berada di Medan beberapa waktu lalu.

Selain akar yang kuat, lanjut Darsono, ciri khas kedua adalah mengembangkan produk-produk yang memang sesuai dengan sistem perbankan syariah. Artinya, perkembangannya didukung oleh lembaga dewan syariah nasional (DSN). Oleh karenanya, ini menjadi kelebihan, dan lembaga tersebut di negara lain belum tentu ada.

“DSN itu dibentuk secara independen. Fatwa yang dikeluarkan DSN bersifat mengikat bagi semua instansi perbankan syariah di Indonesia untuk tunduk atau mematuhi. Beda di negara lain, karena lembaga fatwa atau DSN dimaksud ada pada bank syariah itu sendiri. Sehingga, dengan begitu banyak lahir fatwa-fatwa dari masing-masing bank dan berbeda-beda,” jelas Darsono.

Oleh sebab itu, dia menyebutkan, dengan ciri khas tersebut maka memungkinkan Indonesia menjadi model pengembangan perbankan syariah yang bagus dan kuat.

“Memang perjalanan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional masih singkat di Indonesia. Untuk itu, kita tidak mudah mengubahnya menjadi langsung besar. Artinya, butuh suatu proses atau perjalanan. Oleh karena itu, kita kuatkan dulu pondasi atau akar dari perbankan syariah di Indonesia,” cetusnya. (ris/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/