Diutarakan dia, berbeda dengan di pulau Jawa yang basis industri manufakturnya sudah sangat berkembang, sehingga fluktuasi pada harga komoditas relatif tidak begitu membuat pertumbuhan ekonominya cukup stabil. Padahal, jika berkaca kepada potensial wilayah Sumut menjadi basis industri manufaktur sebenarnya cukup terbuka.
“Pertumbuhan ekonomi Sumut sebenarnya masih jauh dari pertumbuhan potensialnya, dan ini yang belum tercapai hingga saat ini. Realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen memang patut disyukuri, tetapi seharusnya ada upaya lanjutan agar bisa dipacu lebih baik lagi,” ujarnya.
Dikatakannya, ketersediaan infrastruktur dasar memang terus diupayakan untuk hidup belakangan ini. Hal inilah yang cukup menjanjikan untuk terciptanya pertumbuhan yang berkesinambungan, serta dapat ditransmisikan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang bisa diakselerasi lagi.
“Banyak industri yang seharusnya bisa dihidupkan di daerah ini atau bisa kita sebut dengan istilah hilirisasi. Kita menanti kebijakan lanjutan yang bisa dimanfaatkan untuk memacu investasi di sektor hilir. Tahun 2018, ini belum begitu baik bagi perekonomian Sumut karena sisi eksternal juga tidak begitu menjanjikan,” cetusnya.
Ia menambahkan, pertumbuhan sektor keuangan dan asuransi yang cenderung sangat kecil kontribusinya memang saat ini terpukul oleh industri pendukung yang mengalami perlambatan. Lihat saja industri asuransi, dimana pertumbuhannya terpukul akibat melemahnya sektor property maupun industri otomotif.
Sedangkan sektor lainnya seperti industri pengolahan dan pertanian juga mengandalkan kinerja ekonomi di negara lain. Atau, eksternal yang selama tahun 2017 silam terpantau tidak tumbuh signifikan. (ris/ram)