33.9 C
Medan
Friday, May 10, 2024

8 Persen Tarif STNK dan BPKB Masuk APBN

Hal tersebut didukung pengamat kebijakan public, Agus Pambagyo. Dia menerangkan, kesalahan pemerintah dalam hal ini adalah buruknya sosialisasi kepada masyarakat. Padahal, kebijakan baru tersebut dinilai tak seburuk yang dikira. ’’Inikan bukan beban yang ditanggung masyarakat setiap bulan atau tahun. Tetapi, biaya yang ditambahkan jika orang ingin membeli atau memindahkan wilayah kendaraan mereka,’’ jelasnya.

Apalagi, lanjut dia, kenaikan tersebut dibarengi dengan janji untuk pemutakhiran sistem layanan kepolisian. Mulai dari pengurusan berkas STNK online hingga tilang online. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keinginan lama masyarakat untuk menghapus praktek calo dan pungli di Indonesia.

’’Daripada uang itu masuk calo, lebih baik masuk ke dana peningkatan layanan Polri. Kalau ternyata tidak meningkat, baru nanti dipertanyakan lagi,’’ ungkapnya.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tidak setuju dengan keputusan tersebut. Menurutnya, alasan Menkeu dalam menaikkan tarif pembuatan STNK dan BPKB karena inflasi kurang tepat. Pasalnya, STNK dan SIM bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.

’’Alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefit. Atau setidaknya produk yang dikelola oleh BUMN,’’ jelasnya.

Namun, jika memang harus ada kenaikan, dia menegaskan harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan. Kenaikan itu harus paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia. Hal tersebut harusnya menjadi penyaluran visi pemerintah untuk mendorong migrasi ke angkutan umum.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan, tidak ada kesimpangsiuran informasi apapun yang berkaitan dengan penerimaan negara bukan pajak. Terutama, soal kenaikan PNBP untuk surat-surat kendaraan. ’’Kan sudah saya teken,’’ ujarnya di sela kunjungan kerja ke Pekalongan, Jateng, kemarin (8/1).

Hanya saja, dia sudah mengingatkan kepada para menteri saat rapat kabinet paripurna belum lama ini terkait kebijakan itu. ’’Hati-hati untuk hal-hal yang bisa memberikan pembebanan yang lebih banyak kepada masyarakat, contohnya PNBP,’’ lanjutnya. Kalkulasinya harus benar-benar matang.

Khusus kenaikan biaya surat-surat kendaraan, saat ini memang banyak yang belum mengerti. ’’Perlu saya tegaskan bahwa yang naik adalah biaya administrasi STNK dan BPKB,’’ tambahnya.

Kenaikan itu bertujuan untk memberi layanan yang lebih cepat dan lebih baik. Masyarakat diimbau untuk tidak terburu-buru berkomentar bila belum mendapatkan penjelasan. (byu)

Sebelumnya, Seknas Fitra juga telah mendesak pemerintah agar membatalkan pemberlakuan kenaikan tarif STNK dan PNBP. Menurut Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto , kenaikan hingga 300 persen tidak sepadan dengan pelayanan yang diberikan Polri pada masyarakat, khususnya pelayanan pengurusan SIM, STNK dan BPKB yang rumit dan tidak transparan. Kemudian, pihaknya juga menyoroti bahan materi STNK dan BPKB yang kenaikan harganya tidak meningkat tajam.

“Proses penyusunan PP Nomor 60 tahun 2016 ini juga tidak transparan. Misalnya, tidak ada uji public sehingga masyarakat kaget tiba-tiba naik. Karena itu, kami merekomendasikan agar PP tersebut dibatalkan dan sebaiknya pemerintah mencari alternative PNBP yang lebih efektif,”paparnya. (ken/bil/wan/byu/jpg/adz)

Hal tersebut didukung pengamat kebijakan public, Agus Pambagyo. Dia menerangkan, kesalahan pemerintah dalam hal ini adalah buruknya sosialisasi kepada masyarakat. Padahal, kebijakan baru tersebut dinilai tak seburuk yang dikira. ’’Inikan bukan beban yang ditanggung masyarakat setiap bulan atau tahun. Tetapi, biaya yang ditambahkan jika orang ingin membeli atau memindahkan wilayah kendaraan mereka,’’ jelasnya.

Apalagi, lanjut dia, kenaikan tersebut dibarengi dengan janji untuk pemutakhiran sistem layanan kepolisian. Mulai dari pengurusan berkas STNK online hingga tilang online. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keinginan lama masyarakat untuk menghapus praktek calo dan pungli di Indonesia.

’’Daripada uang itu masuk calo, lebih baik masuk ke dana peningkatan layanan Polri. Kalau ternyata tidak meningkat, baru nanti dipertanyakan lagi,’’ ungkapnya.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tidak setuju dengan keputusan tersebut. Menurutnya, alasan Menkeu dalam menaikkan tarif pembuatan STNK dan BPKB karena inflasi kurang tepat. Pasalnya, STNK dan SIM bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.

’’Alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefit. Atau setidaknya produk yang dikelola oleh BUMN,’’ jelasnya.

Namun, jika memang harus ada kenaikan, dia menegaskan harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan. Kenaikan itu harus paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia. Hal tersebut harusnya menjadi penyaluran visi pemerintah untuk mendorong migrasi ke angkutan umum.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan, tidak ada kesimpangsiuran informasi apapun yang berkaitan dengan penerimaan negara bukan pajak. Terutama, soal kenaikan PNBP untuk surat-surat kendaraan. ’’Kan sudah saya teken,’’ ujarnya di sela kunjungan kerja ke Pekalongan, Jateng, kemarin (8/1).

Hanya saja, dia sudah mengingatkan kepada para menteri saat rapat kabinet paripurna belum lama ini terkait kebijakan itu. ’’Hati-hati untuk hal-hal yang bisa memberikan pembebanan yang lebih banyak kepada masyarakat, contohnya PNBP,’’ lanjutnya. Kalkulasinya harus benar-benar matang.

Khusus kenaikan biaya surat-surat kendaraan, saat ini memang banyak yang belum mengerti. ’’Perlu saya tegaskan bahwa yang naik adalah biaya administrasi STNK dan BPKB,’’ tambahnya.

Kenaikan itu bertujuan untk memberi layanan yang lebih cepat dan lebih baik. Masyarakat diimbau untuk tidak terburu-buru berkomentar bila belum mendapatkan penjelasan. (byu)

Sebelumnya, Seknas Fitra juga telah mendesak pemerintah agar membatalkan pemberlakuan kenaikan tarif STNK dan PNBP. Menurut Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto , kenaikan hingga 300 persen tidak sepadan dengan pelayanan yang diberikan Polri pada masyarakat, khususnya pelayanan pengurusan SIM, STNK dan BPKB yang rumit dan tidak transparan. Kemudian, pihaknya juga menyoroti bahan materi STNK dan BPKB yang kenaikan harganya tidak meningkat tajam.

“Proses penyusunan PP Nomor 60 tahun 2016 ini juga tidak transparan. Misalnya, tidak ada uji public sehingga masyarakat kaget tiba-tiba naik. Karena itu, kami merekomendasikan agar PP tersebut dibatalkan dan sebaiknya pemerintah mencari alternative PNBP yang lebih efektif,”paparnya. (ken/bil/wan/byu/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/