27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Serbuan Pekerja Tiongkok Bikin Buruh Lokal Waswas

Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya Warga Negara Asing (WNA) bekerja sebagai teknisi di salah satu perusahaan di Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (22/12). Jelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), KOta Cilegon terancam diserbu para pekerja WNA.
Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya
Warga Negara Asing (WNA) bekerja sebagai teknisi di salah satu perusahaan di Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (22/12). Jelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), KOta Cilegon terancam diserbu para pekerja WNA.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masih ditemukannya tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal Tiongkok mengindikasikan para pekerja itu sengaja dipekerjakan di Indonesia. Kondisi tersebut mengancam tenaga kerja lokal level bawah dalam negeri. Sebab, per Agustus 2016, terhitung masih banyak angkatan kerja berlatarbelakang pendidikan SD-SMP. Yakni, 60,24 persen dari 125,44 juta pekerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, mayoritas buruh tidak mempermasalahkan TKA yang memiliki keterampilan. Kata lain, mereka siap bersaing. TKA terampil (skill worker) itu diatur dalam Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan.

Di aturan itu, pekerja asing yang diperbolehkan minimal menduduki posisi tenaga ahli. Mereka bisa bekerja di industri pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan. Setiap badan atau instansi yang mempekerjakan TKA mesti mengurus izin di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). ”TKA skill worker bekerja di Indonesia harus didampingi satu orang pekerja lokal,” jelasnya kepada Jawa Pos.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mempekerjakan TKA level bawah. Baik itu secara legal maupun ilegal. Bila itu masih ditemukan, mestinya pemerintah tidak hanya menindaktegas para pekerja asing, tapi juga perusahaan yang mempekerjakan mereka. ”TKA Tiongkok banyak yang bekerja sebagai sopir forklift, tukang batu, operator mesin,” jelasnya.

Menurutnya, semua TKA ilegal tidak tercatat di Kemenaker. Dengan demikian, sangat sulit mendapatkan angka pasti berapa jumlah TKA Tiongkok yang bekerja secara legal maupun ilegal. Pihaknya pun mendorong pemerintah bertindak tegas terhadap persoalan itu. ”Kalau dibiarkan, bisa menghilangkan kesempatan kerja buruh lokal (level bawah),” bebernya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri menegaskan, persoalan TKA sejatinya tidak perlu diperdebatkan. Sebab, regulasi penggunaan TKA sudah diatur dalam perundang-undangan. Mulai dari syarat izin kerja, tinggal, serta pendidikan sesuai jabatan, kompetensi, jabatan yang diduduki, dan alih teknologi. Pemerintah juga memiliki sistem kendali yang ketat terkait penggunaan TKA itu.

Sementara itu, Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh dugaan-dugaan yang beredar di masyarakat. Menurut dia, masyarakat tidak mempermasalahkan tenaga kerja asal tiongkok yang berjumlah 21 ribu. Sebab, itu adalah tenaga kerja legal. ’’Yang dipermasalahkan itu adalah yang ilegal,’’ ujarnya kemarin.

Memang, tidak mudah mendeteksi tenaga kerja ilegal asal negeri panda. Namun, pada kenyataannya mereka ada dan bekerja di Indonesia. tidak perlu sampai jutaan. Ribuan saja, bila memang ilegal, tentu menjadi masalah. Lebih sensitif lagi, TKA ilegal itu bekerja di sektor yang tidak memerlukan keahlian khusus.

Padahal, di saat yang sama stok tenaga kerja jenis itu melimpah di Indonesia. ’’Saran saya, pemerintah sebaiknya melakukan pendataan pada industri-industri yang ada saat ini,’’ lanjutnya. Dari situ, diharapkan bisa diketahui mana industri yang memenuhi ketentuan ketenagakerjaan dan mana yang tidak.

Kemenaker, tuturnya, sudah memiliki regulasi mengenai kriteria tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Indonesia. Salah satunya, memiliki keahlian di bidang tertentu. TKA pekerja kasar tidak diizinkan bekerja di Indonesia.

Selain itu, dia juga menyarankan kebijakan bebas visa ditinjau ulang. Jangan sampai kebijakan tersebut disalahgunakan pencari kerja asal luar negeri untuk bekerja di Indonesia. Menurut Enny, masih ada cara yang bisa dilakukan untuk menggenjot kunjungan pariwisata di luar membebaskan visa.

Untuk membuktikan penyalahgunaan bebas visa itu, pihak imigrasi tinggal mengecek jumlah kunjungan turis bebas visa ke Indonesia. Apakah sama antara jumlah yang masuk dnegna yang keluar sesuai tenggat waktu. Bila yang keluar lebih sedikit, maka patut dicurigai.

Enny menambahkan, dia juga masih mempertanyakan motivasi perusahaan yang mempekerjakan TKA ilegal. Apakah memang upah mereka lebih murah dari negara asalnya, atau ada faktor lain. ’’Kalau upahnya di sini lebih tinggi dari UMP misalnya, tentu secara bisnis tidak menguntungkan,’’ tambahnya.

Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya Warga Negara Asing (WNA) bekerja sebagai teknisi di salah satu perusahaan di Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (22/12). Jelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), KOta Cilegon terancam diserbu para pekerja WNA.
Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya
Warga Negara Asing (WNA) bekerja sebagai teknisi di salah satu perusahaan di Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (22/12). Jelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), KOta Cilegon terancam diserbu para pekerja WNA.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masih ditemukannya tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal Tiongkok mengindikasikan para pekerja itu sengaja dipekerjakan di Indonesia. Kondisi tersebut mengancam tenaga kerja lokal level bawah dalam negeri. Sebab, per Agustus 2016, terhitung masih banyak angkatan kerja berlatarbelakang pendidikan SD-SMP. Yakni, 60,24 persen dari 125,44 juta pekerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, mayoritas buruh tidak mempermasalahkan TKA yang memiliki keterampilan. Kata lain, mereka siap bersaing. TKA terampil (skill worker) itu diatur dalam Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan.

Di aturan itu, pekerja asing yang diperbolehkan minimal menduduki posisi tenaga ahli. Mereka bisa bekerja di industri pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan. Setiap badan atau instansi yang mempekerjakan TKA mesti mengurus izin di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). ”TKA skill worker bekerja di Indonesia harus didampingi satu orang pekerja lokal,” jelasnya kepada Jawa Pos.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mempekerjakan TKA level bawah. Baik itu secara legal maupun ilegal. Bila itu masih ditemukan, mestinya pemerintah tidak hanya menindaktegas para pekerja asing, tapi juga perusahaan yang mempekerjakan mereka. ”TKA Tiongkok banyak yang bekerja sebagai sopir forklift, tukang batu, operator mesin,” jelasnya.

Menurutnya, semua TKA ilegal tidak tercatat di Kemenaker. Dengan demikian, sangat sulit mendapatkan angka pasti berapa jumlah TKA Tiongkok yang bekerja secara legal maupun ilegal. Pihaknya pun mendorong pemerintah bertindak tegas terhadap persoalan itu. ”Kalau dibiarkan, bisa menghilangkan kesempatan kerja buruh lokal (level bawah),” bebernya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri menegaskan, persoalan TKA sejatinya tidak perlu diperdebatkan. Sebab, regulasi penggunaan TKA sudah diatur dalam perundang-undangan. Mulai dari syarat izin kerja, tinggal, serta pendidikan sesuai jabatan, kompetensi, jabatan yang diduduki, dan alih teknologi. Pemerintah juga memiliki sistem kendali yang ketat terkait penggunaan TKA itu.

Sementara itu, Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh dugaan-dugaan yang beredar di masyarakat. Menurut dia, masyarakat tidak mempermasalahkan tenaga kerja asal tiongkok yang berjumlah 21 ribu. Sebab, itu adalah tenaga kerja legal. ’’Yang dipermasalahkan itu adalah yang ilegal,’’ ujarnya kemarin.

Memang, tidak mudah mendeteksi tenaga kerja ilegal asal negeri panda. Namun, pada kenyataannya mereka ada dan bekerja di Indonesia. tidak perlu sampai jutaan. Ribuan saja, bila memang ilegal, tentu menjadi masalah. Lebih sensitif lagi, TKA ilegal itu bekerja di sektor yang tidak memerlukan keahlian khusus.

Padahal, di saat yang sama stok tenaga kerja jenis itu melimpah di Indonesia. ’’Saran saya, pemerintah sebaiknya melakukan pendataan pada industri-industri yang ada saat ini,’’ lanjutnya. Dari situ, diharapkan bisa diketahui mana industri yang memenuhi ketentuan ketenagakerjaan dan mana yang tidak.

Kemenaker, tuturnya, sudah memiliki regulasi mengenai kriteria tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Indonesia. Salah satunya, memiliki keahlian di bidang tertentu. TKA pekerja kasar tidak diizinkan bekerja di Indonesia.

Selain itu, dia juga menyarankan kebijakan bebas visa ditinjau ulang. Jangan sampai kebijakan tersebut disalahgunakan pencari kerja asal luar negeri untuk bekerja di Indonesia. Menurut Enny, masih ada cara yang bisa dilakukan untuk menggenjot kunjungan pariwisata di luar membebaskan visa.

Untuk membuktikan penyalahgunaan bebas visa itu, pihak imigrasi tinggal mengecek jumlah kunjungan turis bebas visa ke Indonesia. Apakah sama antara jumlah yang masuk dnegna yang keluar sesuai tenggat waktu. Bila yang keluar lebih sedikit, maka patut dicurigai.

Enny menambahkan, dia juga masih mempertanyakan motivasi perusahaan yang mempekerjakan TKA ilegal. Apakah memang upah mereka lebih murah dari negara asalnya, atau ada faktor lain. ’’Kalau upahnya di sini lebih tinggi dari UMP misalnya, tentu secara bisnis tidak menguntungkan,’’ tambahnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/