25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Dugaan Penggelapan dan Penipuan PT ABL: PH UD NSP Desak Polda Sumut Gelar Perkara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penasihat Hukum (PH) UD Naga Sakti Perkasa (NSP) Ranto Sibarani SH mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) agar segera melaksanakan gelar perkara, terkait kasus penggelapan dan penipuan melibatkan PT Agung Bumi Lestari (ABL) dengan UD Naga Sakti Perkasa (NSP) yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 23-Maret dan 30-Maret-2021 batal digelar.

“Saya atas nama klien saya pemilik UD NSP Edwin mempertanyakan kenapa laporan UD NSP terhadap PT ABL terus ditunda gelar perkaranya tanpa penjelasan yang jelas. Ada apa ini sebenarnya,” ujar Ranto Sibarani di Medan, Selasa (30/03/2021) menyikapi dua kali penundaan gelar perkara oleh Poldasu.

Menurut Ranto yang juga didampingi kliennya Edwin, untuk menghadiri gelar perkara tersebut pihaknya telah mendapat undangan pertama pada tanggal 23-Maret 2021, dan diundur pada tanggal 30/03/2021 dan akhirnya batal juga. Ranto juga menambahkan, bahwa pihak UD NSP sebelumnya telah menaruh harapan dan mempercayakan proses hukum kepada Poldasu dan Polresta Medan untuk memberikan rasa keadilan dan kebenaran terkait permasalahan tindak pidana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

“Saya berharap gelar perkara laporan UD NSP terhadap PT ABL menyangkut keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242) segera digelar. Soalnya putusan PN Medan dan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah inkrach yang menvonis bebas Edwin. Dan putusan vonis PN Medan juga menguatkan bahwa PT ABL yang berutang kepada UD sebanyak Rp300 Juta lebih,” tegas Ranto.

Disinggung gugatan perdata yang dilakukan PT ABL terhadap UD NSP, Ranto menegaskan, bahwa dalam persidangan pemeriksaan saksi pada tanggal 25/03/2021 lalu, saksi dari PT ABL telah mengakui bahwa pihak PT ABL yang berutang kepada UD NSP. Menurut Ranto, gugatan perdata yang dilakukan pihak PT ABL terhadap UD NSP dinilai mengada-ngada karena dilakukan dengan bon kuning.

Ranto Sibarani menambahkan, bahwa dari proses pengadilan tahun 2019 kliennya Edwin ditahan selama 6 bulan, walau akhirnya dibebaskan oleh hakim. Namun kerugian yang dia terima tidak sebatas materi semata. Yang fatal selama ditahan, istri Edwin mengalami depresi sehingga harus keguguran anak pertama.

“Sekarang, semua apa yang telah dialami klien saya dan keluarganya, mana tanggung jawab PT ABL yang telah menuduh Edwin melakukan penggelapan. Ternyata semua penggelapan itu sepenuhnya dilakukan General Manager PT ABL Himawan Loka alias Ahui. Untuk perbuatannya itu, Ahui divonis 1 tahun 6 bulan pada persidangan yang baru lalu,” ujar Ranto.

Dan ada satu hal lagi, tambah Ranto, meski di hadapan Anggota DPRD Sumut Brillian Moktar (sebelumnya masih aktif) dan Tokoh Masyarakat Medan Johor Harun, PT ABL sempat menyatakan ingin berdamai dengan menyerahkan uang sebesar Rp 50 Juta, namun Edwin menolaknya. Untuk itu, tambah Ranto, UD NSP dalam waktu dekat akan membuat laporan ke Poldasu terkait salah satu laporan Komisaris PT ABL di Polres Batu Bara yang diduga laporan palsu.

Disebutkan, perseteruan UD NSP dengan PT ABL bermula saat UD NSP mengorder kertas pembungkus nasi melalui managernya Himawan Loka dan sebaliknya PT ABL mengorder barang dari UD NSP seperti tisu, pipet, tusuk sate, kotak sterofoam dan lanin-lain. Kemudian tahun 2014-Juli 2015 pembayaran PT ABL kepada UD NSP masih lancar, tapi sejak Agustus 2015-2018 PT ABL tidak lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD NSP dengan alasan waktu itu bon merah dari UD NSP tidak ada. Berarti barang tersebut tidak masuk perusahaan.

“Tahun 2016 UD NSP menghubungi Direktur PT ABL berinisial AS tapi tidak di tanggapi. Malahan dengan sombong menutup telepon. Kemudian pemilik UD NSP, Edwin menanyakan hal tersebut kepada Manager PT ABL Himawan Loka dan berharap Edwin sabar karena bon merah masih dicari pihak bagian administrasi berinisial Lan dan hubungan dagang berjalan terus sampai Maret 2018. Dan tiba-tiba awal Maret 2018 pemilik UD NSP dilaporkan oleh salah satu komisaris PT ABL Rusli Alias Bengkok di Polres Batu Bara atas dugaan penggelapan yang dilakukan UD NSP terhadap PT ABL padahal sudah melakukan pembayaran melalui manager PT ABL Himawan Loka dan bon pelunasan pun warna putih sudah ditarik dari Ahui,” beber Ranto.

Tak heran, tambah Ranto kliennya pemilik UD NSP terkejut atas laporan di Polres Batu Bara tersebut. Tetapi sebagai warga negara yang baik, pemilik UD NSP datang menghadap Polres Batu Bara pada tanggal 12/03/2018. Tetapi sesudah UD NSP dilaporkan pada tanggal17/03/2018 dimasukkan lagi kertas pembungkus nasi ke toko UD NSP. Ini membuat UD NSP dan juga pihak penyidik Polres Batubara bingung.

“Makanya pada waktu itu UD NSP menanyakan langsung sama pihak penyidik Polres Batu Bara apakah boleh diterima barang tersebut, padahal UD NSP sudah dilaporkan di sana atas dugaan penggelapan. Kemudian pihak Polres Batu Bara menyarankan pihak UD NSP untuk menerima barang tersebut. Jadi ada pembuktian bahwa pembukuan PT ABL tidak beres dan akhirnya kasus ini di SP3 pihak Polres Batu Bara,” tutur Ranto.

Kemudian Edwin, tambah Ranto, mengejar tagihannya melalui manager PT ABL Himawan Loka. Tetapi Edwin malah dilaporkan lagi atas kasus yang sama penggelapan di Polrestabes Medan April 2018. Dengan laporan di atas, maka Edwin pun melaporkan PT ABL di Poldasu bulan Mei 2018 atas dugaan penggelapan yang dilakukan Manager PT ABL terhadap dirinya.

“Kasus tersebut bergulir sampai persidangan dimana Edwin diputus bebas oleh Majelis Hakim dan diperkuat Mahkamah Agung RI juga menjatuhkan vonis bebas terhadap Edwin. Sedangkan Manager PT ABL Himawan Loka divonis 1 tahun 6 bulan penjara. (ila/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penasihat Hukum (PH) UD Naga Sakti Perkasa (NSP) Ranto Sibarani SH mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) agar segera melaksanakan gelar perkara, terkait kasus penggelapan dan penipuan melibatkan PT Agung Bumi Lestari (ABL) dengan UD Naga Sakti Perkasa (NSP) yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 23-Maret dan 30-Maret-2021 batal digelar.

“Saya atas nama klien saya pemilik UD NSP Edwin mempertanyakan kenapa laporan UD NSP terhadap PT ABL terus ditunda gelar perkaranya tanpa penjelasan yang jelas. Ada apa ini sebenarnya,” ujar Ranto Sibarani di Medan, Selasa (30/03/2021) menyikapi dua kali penundaan gelar perkara oleh Poldasu.

Menurut Ranto yang juga didampingi kliennya Edwin, untuk menghadiri gelar perkara tersebut pihaknya telah mendapat undangan pertama pada tanggal 23-Maret 2021, dan diundur pada tanggal 30/03/2021 dan akhirnya batal juga. Ranto juga menambahkan, bahwa pihak UD NSP sebelumnya telah menaruh harapan dan mempercayakan proses hukum kepada Poldasu dan Polresta Medan untuk memberikan rasa keadilan dan kebenaran terkait permasalahan tindak pidana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

“Saya berharap gelar perkara laporan UD NSP terhadap PT ABL menyangkut keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242) segera digelar. Soalnya putusan PN Medan dan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah inkrach yang menvonis bebas Edwin. Dan putusan vonis PN Medan juga menguatkan bahwa PT ABL yang berutang kepada UD sebanyak Rp300 Juta lebih,” tegas Ranto.

Disinggung gugatan perdata yang dilakukan PT ABL terhadap UD NSP, Ranto menegaskan, bahwa dalam persidangan pemeriksaan saksi pada tanggal 25/03/2021 lalu, saksi dari PT ABL telah mengakui bahwa pihak PT ABL yang berutang kepada UD NSP. Menurut Ranto, gugatan perdata yang dilakukan pihak PT ABL terhadap UD NSP dinilai mengada-ngada karena dilakukan dengan bon kuning.

Ranto Sibarani menambahkan, bahwa dari proses pengadilan tahun 2019 kliennya Edwin ditahan selama 6 bulan, walau akhirnya dibebaskan oleh hakim. Namun kerugian yang dia terima tidak sebatas materi semata. Yang fatal selama ditahan, istri Edwin mengalami depresi sehingga harus keguguran anak pertama.

“Sekarang, semua apa yang telah dialami klien saya dan keluarganya, mana tanggung jawab PT ABL yang telah menuduh Edwin melakukan penggelapan. Ternyata semua penggelapan itu sepenuhnya dilakukan General Manager PT ABL Himawan Loka alias Ahui. Untuk perbuatannya itu, Ahui divonis 1 tahun 6 bulan pada persidangan yang baru lalu,” ujar Ranto.

Dan ada satu hal lagi, tambah Ranto, meski di hadapan Anggota DPRD Sumut Brillian Moktar (sebelumnya masih aktif) dan Tokoh Masyarakat Medan Johor Harun, PT ABL sempat menyatakan ingin berdamai dengan menyerahkan uang sebesar Rp 50 Juta, namun Edwin menolaknya. Untuk itu, tambah Ranto, UD NSP dalam waktu dekat akan membuat laporan ke Poldasu terkait salah satu laporan Komisaris PT ABL di Polres Batu Bara yang diduga laporan palsu.

Disebutkan, perseteruan UD NSP dengan PT ABL bermula saat UD NSP mengorder kertas pembungkus nasi melalui managernya Himawan Loka dan sebaliknya PT ABL mengorder barang dari UD NSP seperti tisu, pipet, tusuk sate, kotak sterofoam dan lanin-lain. Kemudian tahun 2014-Juli 2015 pembayaran PT ABL kepada UD NSP masih lancar, tapi sejak Agustus 2015-2018 PT ABL tidak lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD NSP dengan alasan waktu itu bon merah dari UD NSP tidak ada. Berarti barang tersebut tidak masuk perusahaan.

“Tahun 2016 UD NSP menghubungi Direktur PT ABL berinisial AS tapi tidak di tanggapi. Malahan dengan sombong menutup telepon. Kemudian pemilik UD NSP, Edwin menanyakan hal tersebut kepada Manager PT ABL Himawan Loka dan berharap Edwin sabar karena bon merah masih dicari pihak bagian administrasi berinisial Lan dan hubungan dagang berjalan terus sampai Maret 2018. Dan tiba-tiba awal Maret 2018 pemilik UD NSP dilaporkan oleh salah satu komisaris PT ABL Rusli Alias Bengkok di Polres Batu Bara atas dugaan penggelapan yang dilakukan UD NSP terhadap PT ABL padahal sudah melakukan pembayaran melalui manager PT ABL Himawan Loka dan bon pelunasan pun warna putih sudah ditarik dari Ahui,” beber Ranto.

Tak heran, tambah Ranto kliennya pemilik UD NSP terkejut atas laporan di Polres Batu Bara tersebut. Tetapi sebagai warga negara yang baik, pemilik UD NSP datang menghadap Polres Batu Bara pada tanggal 12/03/2018. Tetapi sesudah UD NSP dilaporkan pada tanggal17/03/2018 dimasukkan lagi kertas pembungkus nasi ke toko UD NSP. Ini membuat UD NSP dan juga pihak penyidik Polres Batubara bingung.

“Makanya pada waktu itu UD NSP menanyakan langsung sama pihak penyidik Polres Batu Bara apakah boleh diterima barang tersebut, padahal UD NSP sudah dilaporkan di sana atas dugaan penggelapan. Kemudian pihak Polres Batu Bara menyarankan pihak UD NSP untuk menerima barang tersebut. Jadi ada pembuktian bahwa pembukuan PT ABL tidak beres dan akhirnya kasus ini di SP3 pihak Polres Batu Bara,” tutur Ranto.

Kemudian Edwin, tambah Ranto, mengejar tagihannya melalui manager PT ABL Himawan Loka. Tetapi Edwin malah dilaporkan lagi atas kasus yang sama penggelapan di Polrestabes Medan April 2018. Dengan laporan di atas, maka Edwin pun melaporkan PT ABL di Poldasu bulan Mei 2018 atas dugaan penggelapan yang dilakukan Manager PT ABL terhadap dirinya.

“Kasus tersebut bergulir sampai persidangan dimana Edwin diputus bebas oleh Majelis Hakim dan diperkuat Mahkamah Agung RI juga menjatuhkan vonis bebas terhadap Edwin. Sedangkan Manager PT ABL Himawan Loka divonis 1 tahun 6 bulan penjara. (ila/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/