25 C
Medan
Thursday, May 30, 2024

Telantarkan 3 Anak Cacat Mental, Rezeki Pasangan Ini Malah Seret

Ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Orang tua selalu bangga jika anak-anaknya lahir dalam keadaan normal dan cerdas. Nasib terbalik justru dialami oleh pasangan suami istri (pasutri) sebut namanya Tongat (40) dan Butet (37).

Sampai jelang masuk sekolah dasar, keduanya belum bisa menerima keadaan ketiga anaknya.

“Mau selingkuh saya tidak bisa, marah dan meninggalkan mereka juga tidak bisa. Saya stress, terlebih suami enggak bisa menerima keadaan anak-anak kami,” kata Butet dengan mata sembab, seakan ingin menumpahkan air matanya ke lesung pipinya.

Dengan mata seakan menyesal, Butet menyatakan begitu sangat sedih memiliki ketiga anak yang semuanya dinyatakan berkebutuhan khusus. Untuk pola makannya, dia harus ekstra ketat sehingga memang menguras uang dan tenaga.

Ia harus sabar mengajari anak-anaknya supaya bisa bersosialisasi, meski saat ini ia sudah menyerahkan ketiga anak-anaknya ke sekolah inklusi terbaik.

”Dikucilkan tetangga, dikira anak-anak saya gila, itu sangat sakit. Kalau disuruh memilih saya juga ingin anak normal, tapi Allah mempercayakan mereka kepada saya. Artinya, Allah percaya saya mampu,” kata Butet menangis.

Diakuinya, dia dan suaminya sempat shock berat ketika harus mendapati bayi-bayi yang ia lahirkan dalam keadaan cacat mental. Putri pertamanya, mengalami down syndrom, sedangkan putri kedua dan ketiganya mengalami autis yang sering dianggap orang lain suka bikin onar.

”Kami sempat enggak mau mengakui mereka. Anak-anak saya taruh di rumah neneknya, tapi mereka selalu telepon saya dan suami. Kami luluh, terlebih mereka suka mencium saya meskipun sering saya pukul mereka,” kata Butet.

Sang suami juga merasakan dampak menelantarkan anaknya.

Saat tidak mengakui mereka anak, Tongat menyatakan sulit mendapatkan rezeki, bahkan ia sempat stres karena hidup tidak tenang. ”Ketika saya berusaha menerima anak-anak, rezeki lancar. Mungkin Allah meminta saya ikhlas dan harus berjuang demi anak-anak,” jelasnya.

Dalam bulan puasa ini, Tongat berharap Tuhan bisa memaafkan segala kesalahannya di masa lalu. Apalagi, dia kini mulai survive dengan membangun bisnis distribusi baju dan bahan pokok.

”Banyak ilmuwan sukses dari anak-anak berkebutuhan khusus, saya hanya berdoa Allah mengampuni saya,” pungkas Tongat dengan mata berkaca-kaca. (jpg/ras)

Ilustrasi

SUMUTPOS.CO – Orang tua selalu bangga jika anak-anaknya lahir dalam keadaan normal dan cerdas. Nasib terbalik justru dialami oleh pasangan suami istri (pasutri) sebut namanya Tongat (40) dan Butet (37).

Sampai jelang masuk sekolah dasar, keduanya belum bisa menerima keadaan ketiga anaknya.

“Mau selingkuh saya tidak bisa, marah dan meninggalkan mereka juga tidak bisa. Saya stress, terlebih suami enggak bisa menerima keadaan anak-anak kami,” kata Butet dengan mata sembab, seakan ingin menumpahkan air matanya ke lesung pipinya.

Dengan mata seakan menyesal, Butet menyatakan begitu sangat sedih memiliki ketiga anak yang semuanya dinyatakan berkebutuhan khusus. Untuk pola makannya, dia harus ekstra ketat sehingga memang menguras uang dan tenaga.

Ia harus sabar mengajari anak-anaknya supaya bisa bersosialisasi, meski saat ini ia sudah menyerahkan ketiga anak-anaknya ke sekolah inklusi terbaik.

”Dikucilkan tetangga, dikira anak-anak saya gila, itu sangat sakit. Kalau disuruh memilih saya juga ingin anak normal, tapi Allah mempercayakan mereka kepada saya. Artinya, Allah percaya saya mampu,” kata Butet menangis.

Diakuinya, dia dan suaminya sempat shock berat ketika harus mendapati bayi-bayi yang ia lahirkan dalam keadaan cacat mental. Putri pertamanya, mengalami down syndrom, sedangkan putri kedua dan ketiganya mengalami autis yang sering dianggap orang lain suka bikin onar.

”Kami sempat enggak mau mengakui mereka. Anak-anak saya taruh di rumah neneknya, tapi mereka selalu telepon saya dan suami. Kami luluh, terlebih mereka suka mencium saya meskipun sering saya pukul mereka,” kata Butet.

Sang suami juga merasakan dampak menelantarkan anaknya.

Saat tidak mengakui mereka anak, Tongat menyatakan sulit mendapatkan rezeki, bahkan ia sempat stres karena hidup tidak tenang. ”Ketika saya berusaha menerima anak-anak, rezeki lancar. Mungkin Allah meminta saya ikhlas dan harus berjuang demi anak-anak,” jelasnya.

Dalam bulan puasa ini, Tongat berharap Tuhan bisa memaafkan segala kesalahannya di masa lalu. Apalagi, dia kini mulai survive dengan membangun bisnis distribusi baju dan bahan pokok.

”Banyak ilmuwan sukses dari anak-anak berkebutuhan khusus, saya hanya berdoa Allah mengampuni saya,” pungkas Tongat dengan mata berkaca-kaca. (jpg/ras)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/