30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Irjen Sambo Disebut Siapkan 5M untuk Tutupi Kasus, Bharada E Dijanjikan Rp1 M

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengaku dijanjikan akan diberikan uang Rp1 miliar oleh Putri Candrawathi (PC) dan suaminya Irjen Ferdy Sambo, karena telah mengeksekusi dengan menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga meninggal. Uang akan diberikan sebulan kemudian saat kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, di SP3 atau dihentikan penyidikannya oleh polisi.

Hal itu dikatakan eks kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara berdasarkan curhatan Bharada E kepada dirinya, terkait pembunuhan Brigadir J. Menurut Deolipa, pemberi uang nantinya adalah Irjen Ferdy Sambo dan Miss X, yang belakangan diketahui adalah Putri Candrawathi.

“Jadi Miss X ini adalah ibu Putri Candrawathi sendiri. Ini keterangannya Richard. Jadi Ibu Putri sama Pak Sambo, memanggil si Pak Kuwat, Bharada Richard dan Brigadir Ricky,” kata Deolipa di acara Kontroversi di akun YouTube Metro TV, Kamis (11/8) malam.

Pemanggilan oleh Putri Candrawathi, katanya, dilakukan beberapa hari setelah penembakan atau pembunuhan terhadap Brigadir J dilakukan. “Karena ini situasi dirasa sudah mulai aman nih. Skenario pertama sepertinya berhasil. Nah kalau ini sudah beres, lu tetap jangan buka mulut, kan bahasa kasarnya begitu. Ini saya kasih nih ya, kalau sudah beres kamu Rp1 miliar (Bharada E), kamu gope (Rp500 Juta), kamu juga gope,” kata Deolipa.

Ini berarti ada dana Rp2 miliar yang dijanjikan Putri dan Sambo ke Bharada E, Brigadir RR dan Kuwat, di mana ketiganya kini juga menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J. Dimana pembagiannya Bharada E Rp1 miliar karena dia yang menembak langsung Brigadir J, sementara Brigadir R dan Kuwat yang membantu, masing-masing mendapat Rp500 Juta. “Tapi nanti uang akan diberika jika sudah SP3 atau sudah aman sekitar sebulan kemudian, begitu janji Miss X dan Sambo,” kata Deolipa.

Menurut Deolipa, Putri dan Sambo sangat yakin kasus penembakan Brigadir J ini akan SP3 atau dihentikan penyidikannya. “Kenapa mereka yakin, karena semuanya sudah dipegang. Sini dipegang, situ dipegang,” ujar Deolipa.

Tapi ternyata kata Deolipa, kasus tewasnya Brigadir J mendapat perhatian publik dan harapan SP3 ternyata berubah menjadi upaya pengungkapan kasus yang seterangnya. Hingga berujung membuat Kapolri membentuk tim khusus untuk mendalami dan mengungkap kasus ini. “Jadi begitu curhatnya Richard. Benar atau tidak tergantung Richard,” kata Deolipa.

Sementara itu kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, informasi yang didapatnya adalah dana yang disiapkan Sambo untuk menutupi kasus ini mencapai Rp5 miliar. “Kalau saya dapat informasinya dana yang disiapkan Rp5 miliar. Jadi selain ke tersangka juga disiapkan untuk ke orang di institusi lain,” katanya.

Urung Diperiksa Komnas HAM

Sementara, Komnas Perempuan dan Komnas HAM urung memeriksa Putri Candrawati kemarin, Jumat (12/8). Pasalnya, istri Irjen Ferdy Sambo itu membatalkan rencana dirinya untuk diperiksa.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, rencananya Putri Candrawati dimintai keterangan oleh Komnas Perempuan dan Komnas HAM malam ini. Namun, urung atas permintaan yang bersangkutan.

“Bu Putri baru saja mengkonfirmasi meminta untuk ditunda. Jadi, malam ini tidak ada permintaan keterangan pada bu Putri,” ujar Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di Mako Brimob, Jumat (12/8).

Alasan permintaan penundaan pemeriksaan keterangan dari Putri Candrawati adalah kondisi perempuan itu hingga Jumat malam masih belum stabil. “Memang kondisinya naik-turun begitu. Jadi itu yang tadi disampaikan oleh teman-teman Komnas Perempuan dan anggota tim dari Komnas HAM,” imbuhnya.

Agar misteri kematian dari Brigadir Yosua dapat diungkap secara terang, pihak Komnas HAM dan Komnas Perempuan hanya mengambil keterangan jika keadaan yang bersangkutan sudah stabil dan baik-baik saja. “Kita yang terpenting bagaimana mendapat keterangan dari bersangkutan tanpa ada tekanan, nyaman, dan lain sebagainya. Itu prinsip HAM,” katanya.

Berdasarkan informasi yang didapat Komnas HAM dari pengacara Putri Candrawati bahwa kliennya sudah berniat untuk berangkat memenuhi panggilan Komnas HAM. Namun, saat di perjalanan tiba-tiba Putri Candrawati berubah pikiran.

Maka dari itu, Komnas HAM dan Komnas Perempuan menegaskan tidak mau mengambil keterangan dari Putri Candrawati, jika hal itu berdampak buruk. “Kami tidak ingin menyebabkan bu Putri trauma lagi,” tambahnya.

Selanjutnya, kata Beka, pihaknya akan menjadwal ulang pertemuan dengan Putri Candrawati untuk meminta keterangan.

Cabut Kuasa

Sebelumnya, tersangka pembunuhan Brigadir J yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mencabut pemberian kuasa kepada pengacaranya, Deolipa Yumara dan Burhanuddin.

Kabar pencabutan kuasa dari Bharada E itu diungkapkan Deolipa saat sedang live di acara Kontroversi di Metro TV, Kamis (11/8) malam.

“Saya baru dapat WA dari anak buah saya, pengacara dari kantor saya di Condet,” kata Deolipa.

Dalam pesan WhatsApp itu katanya berupa foto surat resmi pencabutan kuasa yang ditandatangani Richard Eliezer di atas meterai. “Surat cabut kuasa, tapi tulisannya diketik. Tentunya posisinya Bharada E di tahanan gak mungkin mengetik. Biasanya dia tulis tangan,” kata Deolipa.

Ia kemudian membacakan surat pencabutan kuasa itu, yang disebutkan dalam surat ditandatangani langsung oleh Bharada Richard Eliezer. “Terhitung tanggal 10 Agustus 2022 mencabut kuasa yang telah diberikan kepada kami,” ujar Deolipa.

Deolipa menilai surat pencabutan kuasa sangat janggal. Apalagi bahasa yang digunakan sangat bahasa hukum dan ia tidak yakin pencabutan kuasa benar-benar atas kemauan Bharada Eliezer.

Dengan surat itu, kata Deolipa, maka saat ini Bharada E tidak didampingi pengacara.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengecam pencabutan kuasa Bharada E dari pengacara Deolipa.

Ia merasa ada intervensi penyidik yang memaksa Bharada E mencabut kuasanya dari Deolipa dan tim. “Saya sangat paham soal kode etik advokat. Saya mengingatkan Polri, ini jangan intervensi pekerjaan pengacara. Walaupun Anda yang menunjuk pengacara, anda tidak berhak mengintervensi pekerjaan pengacara. Pengacara berhak menyampaikan satu pernyataan di depan publik untuk mempertahankan prinsip-prinsip hukum yang diperlukan,” kata Sugeng.

Menurutnya terjadi konflik saat Kabareskrim mengkritik pengacara Bharada E, saat Kapolri mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka. “Saya melihat terjadi konflik ketika pengacara menyampaikan sesuatu dan Kabareskrim mengkritik. Saya mau mengingatkan, Polri tidak di atas pengacara. Pengacara apapun posisinya bekerja untuk membuat satu proses menjadi lebih bertanggung jawab,” kata Sugeng.

Karenanya Sugeng yakin pencabutan kuasa Bharada E dari Deolipa dan tim, ada intervensi dari penyidik. “Ini saya yakin bukan pencabutan dari Bharada E ya, tapi ada intervensi dari penyidik. Saya minta bahwa ini diperiksa, Kapolri harus memeriksa proses pencabutan kuasa ini karena sudah ditemukan, ini tidak main-main, karena mengintervensi pekerjaan pengacara,” katanya.

Menurutnya pengacara tidak bisa diintervensi tidak bisa dipengaruhi. “Ketika dia ditunjuk, maka ada hak istimewa yang terbentuk antara klien dan advokatnya,” ujar Sugeng. (trb/jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengaku dijanjikan akan diberikan uang Rp1 miliar oleh Putri Candrawathi (PC) dan suaminya Irjen Ferdy Sambo, karena telah mengeksekusi dengan menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga meninggal. Uang akan diberikan sebulan kemudian saat kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, di SP3 atau dihentikan penyidikannya oleh polisi.

Hal itu dikatakan eks kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara berdasarkan curhatan Bharada E kepada dirinya, terkait pembunuhan Brigadir J. Menurut Deolipa, pemberi uang nantinya adalah Irjen Ferdy Sambo dan Miss X, yang belakangan diketahui adalah Putri Candrawathi.

“Jadi Miss X ini adalah ibu Putri Candrawathi sendiri. Ini keterangannya Richard. Jadi Ibu Putri sama Pak Sambo, memanggil si Pak Kuwat, Bharada Richard dan Brigadir Ricky,” kata Deolipa di acara Kontroversi di akun YouTube Metro TV, Kamis (11/8) malam.

Pemanggilan oleh Putri Candrawathi, katanya, dilakukan beberapa hari setelah penembakan atau pembunuhan terhadap Brigadir J dilakukan. “Karena ini situasi dirasa sudah mulai aman nih. Skenario pertama sepertinya berhasil. Nah kalau ini sudah beres, lu tetap jangan buka mulut, kan bahasa kasarnya begitu. Ini saya kasih nih ya, kalau sudah beres kamu Rp1 miliar (Bharada E), kamu gope (Rp500 Juta), kamu juga gope,” kata Deolipa.

Ini berarti ada dana Rp2 miliar yang dijanjikan Putri dan Sambo ke Bharada E, Brigadir RR dan Kuwat, di mana ketiganya kini juga menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J. Dimana pembagiannya Bharada E Rp1 miliar karena dia yang menembak langsung Brigadir J, sementara Brigadir R dan Kuwat yang membantu, masing-masing mendapat Rp500 Juta. “Tapi nanti uang akan diberika jika sudah SP3 atau sudah aman sekitar sebulan kemudian, begitu janji Miss X dan Sambo,” kata Deolipa.

Menurut Deolipa, Putri dan Sambo sangat yakin kasus penembakan Brigadir J ini akan SP3 atau dihentikan penyidikannya. “Kenapa mereka yakin, karena semuanya sudah dipegang. Sini dipegang, situ dipegang,” ujar Deolipa.

Tapi ternyata kata Deolipa, kasus tewasnya Brigadir J mendapat perhatian publik dan harapan SP3 ternyata berubah menjadi upaya pengungkapan kasus yang seterangnya. Hingga berujung membuat Kapolri membentuk tim khusus untuk mendalami dan mengungkap kasus ini. “Jadi begitu curhatnya Richard. Benar atau tidak tergantung Richard,” kata Deolipa.

Sementara itu kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, informasi yang didapatnya adalah dana yang disiapkan Sambo untuk menutupi kasus ini mencapai Rp5 miliar. “Kalau saya dapat informasinya dana yang disiapkan Rp5 miliar. Jadi selain ke tersangka juga disiapkan untuk ke orang di institusi lain,” katanya.

Urung Diperiksa Komnas HAM

Sementara, Komnas Perempuan dan Komnas HAM urung memeriksa Putri Candrawati kemarin, Jumat (12/8). Pasalnya, istri Irjen Ferdy Sambo itu membatalkan rencana dirinya untuk diperiksa.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, rencananya Putri Candrawati dimintai keterangan oleh Komnas Perempuan dan Komnas HAM malam ini. Namun, urung atas permintaan yang bersangkutan.

“Bu Putri baru saja mengkonfirmasi meminta untuk ditunda. Jadi, malam ini tidak ada permintaan keterangan pada bu Putri,” ujar Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di Mako Brimob, Jumat (12/8).

Alasan permintaan penundaan pemeriksaan keterangan dari Putri Candrawati adalah kondisi perempuan itu hingga Jumat malam masih belum stabil. “Memang kondisinya naik-turun begitu. Jadi itu yang tadi disampaikan oleh teman-teman Komnas Perempuan dan anggota tim dari Komnas HAM,” imbuhnya.

Agar misteri kematian dari Brigadir Yosua dapat diungkap secara terang, pihak Komnas HAM dan Komnas Perempuan hanya mengambil keterangan jika keadaan yang bersangkutan sudah stabil dan baik-baik saja. “Kita yang terpenting bagaimana mendapat keterangan dari bersangkutan tanpa ada tekanan, nyaman, dan lain sebagainya. Itu prinsip HAM,” katanya.

Berdasarkan informasi yang didapat Komnas HAM dari pengacara Putri Candrawati bahwa kliennya sudah berniat untuk berangkat memenuhi panggilan Komnas HAM. Namun, saat di perjalanan tiba-tiba Putri Candrawati berubah pikiran.

Maka dari itu, Komnas HAM dan Komnas Perempuan menegaskan tidak mau mengambil keterangan dari Putri Candrawati, jika hal itu berdampak buruk. “Kami tidak ingin menyebabkan bu Putri trauma lagi,” tambahnya.

Selanjutnya, kata Beka, pihaknya akan menjadwal ulang pertemuan dengan Putri Candrawati untuk meminta keterangan.

Cabut Kuasa

Sebelumnya, tersangka pembunuhan Brigadir J yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mencabut pemberian kuasa kepada pengacaranya, Deolipa Yumara dan Burhanuddin.

Kabar pencabutan kuasa dari Bharada E itu diungkapkan Deolipa saat sedang live di acara Kontroversi di Metro TV, Kamis (11/8) malam.

“Saya baru dapat WA dari anak buah saya, pengacara dari kantor saya di Condet,” kata Deolipa.

Dalam pesan WhatsApp itu katanya berupa foto surat resmi pencabutan kuasa yang ditandatangani Richard Eliezer di atas meterai. “Surat cabut kuasa, tapi tulisannya diketik. Tentunya posisinya Bharada E di tahanan gak mungkin mengetik. Biasanya dia tulis tangan,” kata Deolipa.

Ia kemudian membacakan surat pencabutan kuasa itu, yang disebutkan dalam surat ditandatangani langsung oleh Bharada Richard Eliezer. “Terhitung tanggal 10 Agustus 2022 mencabut kuasa yang telah diberikan kepada kami,” ujar Deolipa.

Deolipa menilai surat pencabutan kuasa sangat janggal. Apalagi bahasa yang digunakan sangat bahasa hukum dan ia tidak yakin pencabutan kuasa benar-benar atas kemauan Bharada Eliezer.

Dengan surat itu, kata Deolipa, maka saat ini Bharada E tidak didampingi pengacara.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengecam pencabutan kuasa Bharada E dari pengacara Deolipa.

Ia merasa ada intervensi penyidik yang memaksa Bharada E mencabut kuasanya dari Deolipa dan tim. “Saya sangat paham soal kode etik advokat. Saya mengingatkan Polri, ini jangan intervensi pekerjaan pengacara. Walaupun Anda yang menunjuk pengacara, anda tidak berhak mengintervensi pekerjaan pengacara. Pengacara berhak menyampaikan satu pernyataan di depan publik untuk mempertahankan prinsip-prinsip hukum yang diperlukan,” kata Sugeng.

Menurutnya terjadi konflik saat Kabareskrim mengkritik pengacara Bharada E, saat Kapolri mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka. “Saya melihat terjadi konflik ketika pengacara menyampaikan sesuatu dan Kabareskrim mengkritik. Saya mau mengingatkan, Polri tidak di atas pengacara. Pengacara apapun posisinya bekerja untuk membuat satu proses menjadi lebih bertanggung jawab,” kata Sugeng.

Karenanya Sugeng yakin pencabutan kuasa Bharada E dari Deolipa dan tim, ada intervensi dari penyidik. “Ini saya yakin bukan pencabutan dari Bharada E ya, tapi ada intervensi dari penyidik. Saya minta bahwa ini diperiksa, Kapolri harus memeriksa proses pencabutan kuasa ini karena sudah ditemukan, ini tidak main-main, karena mengintervensi pekerjaan pengacara,” katanya.

Menurutnya pengacara tidak bisa diintervensi tidak bisa dipengaruhi. “Ketika dia ditunjuk, maka ada hak istimewa yang terbentuk antara klien dan advokatnya,” ujar Sugeng. (trb/jpc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/