31.8 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Mafia Tanah AH Nasution Terancam 7 Tahun Bui

Foto: Bayu Permana/PM Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng, mafia tanah saat mengikuti sidang di PN Medan, Rabu (25/11).
Foto: Bayu Permana/PM
Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng, mafia tanah saat mengikuti sidang di PN Medan, Rabu (25/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng (61), hanya bisa tertunduk saat diadili di ruang Kartika PN Medan, Rabu (25/11) siang. Mafia tanah yang berdomili di Jl. Brigjen Katamso, Gg Datuk, Kel. Kampung Baru, Kec. Medan Maimun, itu terancam 7 tahun penjara.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sindu Humoto, menyatakan kalau terdakwa bersama temannya Herman Wijaya alias Abeng (meninggal dunia), Maret 2006 sampai 2013 lalu, membuat keterangan palsu ke dalam akte autentik jual beli tanah.

Juli 2006 lalu, terdakwa bersama dengan Herman, menemui saksi korban, AKBP Dr Antonius Ginting, guna menawarkan sebidang tanah seluas 4400 M2 yang terletak di Jl. AH Nasution, Kel. Kwala Bekala Kec. Medan Johor, kepada korban.

15 Juli 2006, dibuat dan ditanda tanganilah perjanjian jual beli antara Herman Wijaya dengan korban, yang didalam surat perjanjian tersebut berisi alas hak milik tanah dalam bentuk SK Camat yang terdaftar atas nama Purnama Depari dan belum ada bangunan 4 unit ruko berlantai 5 di atas tanah tersebut. Setelah terjadi kesepakatan harga antara terdakwa dengan Herman Wijaya dan saksi sebesar Rp2,4 miliar. “Korban menyetujui pembelian tanah senilai Rp2,4 miliar dan membayar panjar sebesar Rp500 juta. Tetapi saat mau dibayar oleh korban, terdakwa dan Herman Wijaya selalu mengelak,” terang Jaksa.

Tetapi pada 4 Januari 2013, saksi korban mendapat surat PN Medan, bernomor W2UI/117/Pdt.0410/I/2013, perihal eksekusi pengosongan lahan dalam perkara No. 50/Eks/2012/Pdt/2010/PN.Mdn. Merasa dirugikan, korban mencari tahu konspirasi yang dilakukan terdakwa dengan Herman Wijaya.

“Terdakwa dianggap melakukan perbuatan sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHPidana, dan pasal 263 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Dia terancam 7 tahun penjara,” ujarnya.

Usai menyampaikan dakwaannya, Penasehat Hukum terdakwa pun tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan. Dan majelis hakim yang diketuai, Mirdin,SH, menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi.

Usai persidangan, anak korban, Andre, mengatakan kalau ada beberapa hal yang dilakukan terdakwa adalah keterangan palsu. “Kalau saat keduanya melakukan perjanjian jual beli atas nama pemilik dari SK tanah itu, Purnama Depari tidak dilibatkan dan membuat tanda tangan palsu. Begitu juga dengan objek yang diseksusi berlantai 3. Tapi ruko sudah berlantai 6,” terangnya. (bay/pmg/han)

Foto: Bayu Permana/PM Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng, mafia tanah saat mengikuti sidang di PN Medan, Rabu (25/11).
Foto: Bayu Permana/PM
Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng, mafia tanah saat mengikuti sidang di PN Medan, Rabu (25/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Surya Tjiang alias Surya Wang alias Aseng (61), hanya bisa tertunduk saat diadili di ruang Kartika PN Medan, Rabu (25/11) siang. Mafia tanah yang berdomili di Jl. Brigjen Katamso, Gg Datuk, Kel. Kampung Baru, Kec. Medan Maimun, itu terancam 7 tahun penjara.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sindu Humoto, menyatakan kalau terdakwa bersama temannya Herman Wijaya alias Abeng (meninggal dunia), Maret 2006 sampai 2013 lalu, membuat keterangan palsu ke dalam akte autentik jual beli tanah.

Juli 2006 lalu, terdakwa bersama dengan Herman, menemui saksi korban, AKBP Dr Antonius Ginting, guna menawarkan sebidang tanah seluas 4400 M2 yang terletak di Jl. AH Nasution, Kel. Kwala Bekala Kec. Medan Johor, kepada korban.

15 Juli 2006, dibuat dan ditanda tanganilah perjanjian jual beli antara Herman Wijaya dengan korban, yang didalam surat perjanjian tersebut berisi alas hak milik tanah dalam bentuk SK Camat yang terdaftar atas nama Purnama Depari dan belum ada bangunan 4 unit ruko berlantai 5 di atas tanah tersebut. Setelah terjadi kesepakatan harga antara terdakwa dengan Herman Wijaya dan saksi sebesar Rp2,4 miliar. “Korban menyetujui pembelian tanah senilai Rp2,4 miliar dan membayar panjar sebesar Rp500 juta. Tetapi saat mau dibayar oleh korban, terdakwa dan Herman Wijaya selalu mengelak,” terang Jaksa.

Tetapi pada 4 Januari 2013, saksi korban mendapat surat PN Medan, bernomor W2UI/117/Pdt.0410/I/2013, perihal eksekusi pengosongan lahan dalam perkara No. 50/Eks/2012/Pdt/2010/PN.Mdn. Merasa dirugikan, korban mencari tahu konspirasi yang dilakukan terdakwa dengan Herman Wijaya.

“Terdakwa dianggap melakukan perbuatan sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHPidana, dan pasal 263 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Dia terancam 7 tahun penjara,” ujarnya.

Usai menyampaikan dakwaannya, Penasehat Hukum terdakwa pun tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan. Dan majelis hakim yang diketuai, Mirdin,SH, menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi.

Usai persidangan, anak korban, Andre, mengatakan kalau ada beberapa hal yang dilakukan terdakwa adalah keterangan palsu. “Kalau saat keduanya melakukan perjanjian jual beli atas nama pemilik dari SK tanah itu, Purnama Depari tidak dilibatkan dan membuat tanda tangan palsu. Begitu juga dengan objek yang diseksusi berlantai 3. Tapi ruko sudah berlantai 6,” terangnya. (bay/pmg/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/