32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pangeran Hisahito Bisa Jadi Kaisar Terakhir Jepang

Foto: Voa Pangeran Jepang, Hisahito (tengah), ditemani ayahnya Pangeran Akishino (kiri) dan ibunya Putri Kiko, tiba di TK yang berafiliasi dengan Universitas Ochanomizu, untuk upacara kelulusannya, 14 Maret 2013.
Foto: Voa
Pangeran Jepang, Hisahito (tengah), ditemani ayahnya Pangeran Akishino (kiri) dan ibunya Putri Kiko, tiba di TK yang berafiliasi dengan Universitas Ochanomizu, untuk upacara kelulusannya, 14 Maret 2013.

TOKYO, SUMUTPOS.CO – Ketika Pangeran Hisahito lahir tahun 2006, mengakhiri paceklik penerus laki-laki selama 41 tahun, pemerintah Jepang dengan senang hati membatalkan usul bahwa perempuan bisa memimpin kerajaan tertua di dunia itu.

Namun 10 tahun kemudian, pangeran kecil itu tetap menjadi harapan terakhir dari Tahta Bunga Krisan yang belum tereformasi itu.

Karena dua kakak perempuan Hisahito berusia 20an dan putri dan anak satu-satunya dari Naruhito, Aiko, baru berusia 15 tahun, pangeran Hisahito yang masih anak-anak bukan saja mungkin menjadi pewaris kekaisaran terakhir, tapi juga satu-satunya anggota keluarga kerajaan. Hal ini karena berdasarkan undang-undang, perempuan anggota kerajaan akan menjadi warga biasa saat menikah.

Masalah ini kembali menjadi fokus setelah Kaisar Akihito, 82, mengindikasikan dua bulan lalu bahwa ia akan turun tahta, dengan hanya lima pewaris dalam garis suksesi, termasuk Hisahito, satu-satunya cucu laki-laki.

Empat pewaris lainnya adalah paman Akihito yang berusia 100 tahun, adiknya yang berusia 80 tahun, dan dua putra setengah baya dengan para istri berusia awal 50 tahunan.

Dalam pidato yang langka di televisi, Akihito mengatakan bulan Agustus bahwa ia khawatir usianya tidak memungkinkannya lagi memenuhi kewajiban-kewajibannya. Pernyataan itu diterjemahkan sebagai keinginan untuk turun tahta, langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam era modern Jepang dan tidak sah secara hukum.

Masalah suksesi ini telah membebani pikiran Akihito sejak lama, menurut media dan pengamat kerajaan Jepang.

“Sebagai kepala kerajaan, kaisar memiliki rasa krisis yang tinggi bahwa kerajaan akan hilang,” ujar seorang wartawan veteran Jepang dan pengamat kerajaan yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah itu.

Di negara dengan penduduk yang semakin menua secara pesat dan diproyeksikan akan berkurang sekitar 30 persen pada 2060, berkurangnya keluarga kerajaan menggarisbawahi tren yang lebih luas mengenai suksesi dalam perusahaan-perusahaan keluarga Jepang.

Minggu depan, sebuah panel yang ditunjuk oleh Perdana Menteri Shinzo Abe akan mulai membahas isu turun tahta.

Hidehiko Kasahara, ahli undang-undang kerajaan di Keio University, memperkirakan panel Abe tidak akan membahas di luar topik suksesi hanya untuk pewaris laki-laki, yang oleh kelompok konservatif dianggap sentral dalam tradisi kekaisaran yang telah berlangsung 2.600 tahun.

Pemerintah akan menghindari isu seperti suksesi perempuan yang akan memecah belah publik, ujarnya.

Meskipun survei-survei menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Jepang mendukung perempuan menjadi pewaris tahta, kelompok konservatif merupakan faktor kunci dukungan politik untuk Abe. (voa)

Foto: Voa Pangeran Jepang, Hisahito (tengah), ditemani ayahnya Pangeran Akishino (kiri) dan ibunya Putri Kiko, tiba di TK yang berafiliasi dengan Universitas Ochanomizu, untuk upacara kelulusannya, 14 Maret 2013.
Foto: Voa
Pangeran Jepang, Hisahito (tengah), ditemani ayahnya Pangeran Akishino (kiri) dan ibunya Putri Kiko, tiba di TK yang berafiliasi dengan Universitas Ochanomizu, untuk upacara kelulusannya, 14 Maret 2013.

TOKYO, SUMUTPOS.CO – Ketika Pangeran Hisahito lahir tahun 2006, mengakhiri paceklik penerus laki-laki selama 41 tahun, pemerintah Jepang dengan senang hati membatalkan usul bahwa perempuan bisa memimpin kerajaan tertua di dunia itu.

Namun 10 tahun kemudian, pangeran kecil itu tetap menjadi harapan terakhir dari Tahta Bunga Krisan yang belum tereformasi itu.

Karena dua kakak perempuan Hisahito berusia 20an dan putri dan anak satu-satunya dari Naruhito, Aiko, baru berusia 15 tahun, pangeran Hisahito yang masih anak-anak bukan saja mungkin menjadi pewaris kekaisaran terakhir, tapi juga satu-satunya anggota keluarga kerajaan. Hal ini karena berdasarkan undang-undang, perempuan anggota kerajaan akan menjadi warga biasa saat menikah.

Masalah ini kembali menjadi fokus setelah Kaisar Akihito, 82, mengindikasikan dua bulan lalu bahwa ia akan turun tahta, dengan hanya lima pewaris dalam garis suksesi, termasuk Hisahito, satu-satunya cucu laki-laki.

Empat pewaris lainnya adalah paman Akihito yang berusia 100 tahun, adiknya yang berusia 80 tahun, dan dua putra setengah baya dengan para istri berusia awal 50 tahunan.

Dalam pidato yang langka di televisi, Akihito mengatakan bulan Agustus bahwa ia khawatir usianya tidak memungkinkannya lagi memenuhi kewajiban-kewajibannya. Pernyataan itu diterjemahkan sebagai keinginan untuk turun tahta, langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam era modern Jepang dan tidak sah secara hukum.

Masalah suksesi ini telah membebani pikiran Akihito sejak lama, menurut media dan pengamat kerajaan Jepang.

“Sebagai kepala kerajaan, kaisar memiliki rasa krisis yang tinggi bahwa kerajaan akan hilang,” ujar seorang wartawan veteran Jepang dan pengamat kerajaan yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah itu.

Di negara dengan penduduk yang semakin menua secara pesat dan diproyeksikan akan berkurang sekitar 30 persen pada 2060, berkurangnya keluarga kerajaan menggarisbawahi tren yang lebih luas mengenai suksesi dalam perusahaan-perusahaan keluarga Jepang.

Minggu depan, sebuah panel yang ditunjuk oleh Perdana Menteri Shinzo Abe akan mulai membahas isu turun tahta.

Hidehiko Kasahara, ahli undang-undang kerajaan di Keio University, memperkirakan panel Abe tidak akan membahas di luar topik suksesi hanya untuk pewaris laki-laki, yang oleh kelompok konservatif dianggap sentral dalam tradisi kekaisaran yang telah berlangsung 2.600 tahun.

Pemerintah akan menghindari isu seperti suksesi perempuan yang akan memecah belah publik, ujarnya.

Meskipun survei-survei menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Jepang mendukung perempuan menjadi pewaris tahta, kelompok konservatif merupakan faktor kunci dukungan politik untuk Abe. (voa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/