25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Awas! Debt Collector Mengganas di Medan

Foto: Dok Dua debt collector saat mencegat konsumen di pinggir sebuah jalan raya di Medan.
Foto: Dok
Dua debt collector saat mencegat konsumen di pinggir sebuah jalan raya di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hendra harus menahan pilu. Sepeda motor yang dibelinya secara kredit, lanyap dalam sekejab. Meski angsuran tinggal 4 bulan, tapi warga Jalan Ringroad Medan ini hanya terdiam saat debt collector berseragam aparat melakukan perampasan paksa.

Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia masih dianggap angin lalu oleh pihak perusahaan leasing di Medan. Buktinya, hingga kini lembaga pembiayaan itu masih menggunakan jasa debt collector dalam melakukan penarikan/penyitaan barang jaminan. Bahkan untuk mengintervensi para kreditur, tak jarang pihak leasing merekrut preman dan aparat jadi tukang tariknya.

Tindakan pihak leasing itu yang selama ini meresahkan masyarakat. Apalagi dalam menjalankan tugasnya, debt collector yang disebut ‘begal jalanan’ itu kerap melakukan kekerasan terhadap nasabah yang menunggak. Setidaknya hal itu yang menimpa Hendra (43), warga Jalan Ringroad, Parulian (50) warga Km 14 Medan Binjai dan Robert Zega (24) warga Jalan Cemara Asri Medan. Ketiganya mengaku jadi korban kekerasan dan perampasan yang dilakukan aparat nyambi debt collector.

Saat ditemui di waktu berbeda, ketiga korban mengaku kecewa dan trauma dengan aksi debt collector yang merampas sepeda motor mereka secara paksa di tengah jalan. Diceritakan Robert, kasus itu terjadi sebulan lalu, saat ia meminjam sepeda motor jenis matic milik saudaranya bernama Jery. Namun saat melintas di Jalan AH Nasution, tak jauh dari Asrama Haji Medan, Robert tiba-tiba dipepet lalu dicegat oleh 4 pria tegap berperawakan aparat yang boncengan mengendarai sepeda motor sport.

Saat Robert berhenti. Salah seorang pria tegap mengenakan jaket hitam dan helm itu langsung menunjukkan selembar surat penarikan sepeda motor pada Robert. Karena sepeda motor itu bukan miliknya, Robert menolak menyerahkan kunci kontaknya. Hal itu yang membuat ke 4 pelaku marah dan nyaris memukulinya. “Aku sudah bilang, sepeda motor itu bukan punyaku, tapi mereka marah dan mengancam akan mengeroyok dan menghabisiku,” kenang pria berbadan kecil itu.

Tak mau mati konyol, dengan berat hati Robert akhirnya menyerahkan sepeda motor dan kuncinya pada pelaku. “ Mereka ngaku aparat, jadi takutlah aku. Apalagi badan mereka besar dan tegap. Kuserahkan sajalah keretanya. Kata mereka sepeda motor itu sudah 5 bulan nunggak angsuran,”katanya. Sialnya lagi, saat pulang ke rumah naik angkutan umum, Robert malah diamuk oleh Jery. “Gara-gara ulah debt collector itu aku sempat dituduh macam-macam sama saudaraku. Sampai sekarang kami tak cakapan. Taruma aku,” tandasnya.

Jika sepeda motor Robert ditarik paksa di tengah jalan, lain halnya dengan yang dialami Hendra. Sepeda motornya justru ditarik debt collector saat akan melakukan pelunasan sisa angsuran. Diceritakan Hendra, karena ada keperluan mendesak, ia sempat nunggak cicilan 3 bulan. Memasuki bulan ke 4, setelah mendapat pinjaman uang dari saudara, awal bulan Juli lalu Hendra pun mendatangi perusahaan leasing di Jalan Bambu Medan. Kala itu ia berniat melunasi sisa angsuran sepeda motornya yang memang tinggal 4 bulan lagi.

“Selain melunasi semua, aku sekalian mau ngabil BPKB kerataku itu,” kata pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu. Ironisnya, belum sempat menanyakan jumlah uang pelunasanke kasir, Hendra langsung dicegat debt collector di depan kantornya. Tanpa basa-basi dan dengan cara paksa, sepeda motornya langsung disita. “Gawat kali memang debt collector itu. Padahal angsuranku tinggal 4 kali lagi dan mau kulunasi hari itu. Tapi mereka tak mau tau,” kesalnya. Mirisnya lagi, laporan pengaduannya juga ditolak polisi dengan masuk ranah perdata.

“Kata polisi perdata kasusnya. Padahal keretaku dirampas mereka. Sudah 2 tahun lebih sepeda motor itu kukredit dengan hasil keringatku. Aku pun gak ngerti mau ngadu sama siapa lgi. Mereka yang menarik paksa keretaku itu tentara. Aku tau itu tentara karena mereka memakai seragam lengkap,” lirih Hendra. Hal serupa juga menimpa korban lain bernama Parulian. Ia mengaku sepeda motornya dirampas paksa oleh 5 pria berpakaian tentara.

“Mereka stop aku dan tunjukan kertas penyitaan. Mereka bilang ada dua cara pakai kasar apa halus. Karena mendengar perkataan itu, aku langsung takutlah dan kukasih aja keretaku. Padahal baru 2 bulan lebihnya aku nunggak,” ungkap Parulian. Karena itu ketiga korban berharap polisi lebih jeli dan menerima laporan mereka. “Polisi harusnya jangan diam saja. Pasti masih banyak warga jadi korban debt collector ini. Kami juga berharap polisi menindak mereka. Jadi debt collector itu tak bisa berbuat sesuka hatinya,” pinta ketiga korban. (mri/mag-1/deo)

Foto: Dok Dua debt collector saat mencegat konsumen di pinggir sebuah jalan raya di Medan.
Foto: Dok
Dua debt collector saat mencegat konsumen di pinggir sebuah jalan raya di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hendra harus menahan pilu. Sepeda motor yang dibelinya secara kredit, lanyap dalam sekejab. Meski angsuran tinggal 4 bulan, tapi warga Jalan Ringroad Medan ini hanya terdiam saat debt collector berseragam aparat melakukan perampasan paksa.

Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia masih dianggap angin lalu oleh pihak perusahaan leasing di Medan. Buktinya, hingga kini lembaga pembiayaan itu masih menggunakan jasa debt collector dalam melakukan penarikan/penyitaan barang jaminan. Bahkan untuk mengintervensi para kreditur, tak jarang pihak leasing merekrut preman dan aparat jadi tukang tariknya.

Tindakan pihak leasing itu yang selama ini meresahkan masyarakat. Apalagi dalam menjalankan tugasnya, debt collector yang disebut ‘begal jalanan’ itu kerap melakukan kekerasan terhadap nasabah yang menunggak. Setidaknya hal itu yang menimpa Hendra (43), warga Jalan Ringroad, Parulian (50) warga Km 14 Medan Binjai dan Robert Zega (24) warga Jalan Cemara Asri Medan. Ketiganya mengaku jadi korban kekerasan dan perampasan yang dilakukan aparat nyambi debt collector.

Saat ditemui di waktu berbeda, ketiga korban mengaku kecewa dan trauma dengan aksi debt collector yang merampas sepeda motor mereka secara paksa di tengah jalan. Diceritakan Robert, kasus itu terjadi sebulan lalu, saat ia meminjam sepeda motor jenis matic milik saudaranya bernama Jery. Namun saat melintas di Jalan AH Nasution, tak jauh dari Asrama Haji Medan, Robert tiba-tiba dipepet lalu dicegat oleh 4 pria tegap berperawakan aparat yang boncengan mengendarai sepeda motor sport.

Saat Robert berhenti. Salah seorang pria tegap mengenakan jaket hitam dan helm itu langsung menunjukkan selembar surat penarikan sepeda motor pada Robert. Karena sepeda motor itu bukan miliknya, Robert menolak menyerahkan kunci kontaknya. Hal itu yang membuat ke 4 pelaku marah dan nyaris memukulinya. “Aku sudah bilang, sepeda motor itu bukan punyaku, tapi mereka marah dan mengancam akan mengeroyok dan menghabisiku,” kenang pria berbadan kecil itu.

Tak mau mati konyol, dengan berat hati Robert akhirnya menyerahkan sepeda motor dan kuncinya pada pelaku. “ Mereka ngaku aparat, jadi takutlah aku. Apalagi badan mereka besar dan tegap. Kuserahkan sajalah keretanya. Kata mereka sepeda motor itu sudah 5 bulan nunggak angsuran,”katanya. Sialnya lagi, saat pulang ke rumah naik angkutan umum, Robert malah diamuk oleh Jery. “Gara-gara ulah debt collector itu aku sempat dituduh macam-macam sama saudaraku. Sampai sekarang kami tak cakapan. Taruma aku,” tandasnya.

Jika sepeda motor Robert ditarik paksa di tengah jalan, lain halnya dengan yang dialami Hendra. Sepeda motornya justru ditarik debt collector saat akan melakukan pelunasan sisa angsuran. Diceritakan Hendra, karena ada keperluan mendesak, ia sempat nunggak cicilan 3 bulan. Memasuki bulan ke 4, setelah mendapat pinjaman uang dari saudara, awal bulan Juli lalu Hendra pun mendatangi perusahaan leasing di Jalan Bambu Medan. Kala itu ia berniat melunasi sisa angsuran sepeda motornya yang memang tinggal 4 bulan lagi.

“Selain melunasi semua, aku sekalian mau ngabil BPKB kerataku itu,” kata pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu. Ironisnya, belum sempat menanyakan jumlah uang pelunasanke kasir, Hendra langsung dicegat debt collector di depan kantornya. Tanpa basa-basi dan dengan cara paksa, sepeda motornya langsung disita. “Gawat kali memang debt collector itu. Padahal angsuranku tinggal 4 kali lagi dan mau kulunasi hari itu. Tapi mereka tak mau tau,” kesalnya. Mirisnya lagi, laporan pengaduannya juga ditolak polisi dengan masuk ranah perdata.

“Kata polisi perdata kasusnya. Padahal keretaku dirampas mereka. Sudah 2 tahun lebih sepeda motor itu kukredit dengan hasil keringatku. Aku pun gak ngerti mau ngadu sama siapa lgi. Mereka yang menarik paksa keretaku itu tentara. Aku tau itu tentara karena mereka memakai seragam lengkap,” lirih Hendra. Hal serupa juga menimpa korban lain bernama Parulian. Ia mengaku sepeda motornya dirampas paksa oleh 5 pria berpakaian tentara.

“Mereka stop aku dan tunjukan kertas penyitaan. Mereka bilang ada dua cara pakai kasar apa halus. Karena mendengar perkataan itu, aku langsung takutlah dan kukasih aja keretaku. Padahal baru 2 bulan lebihnya aku nunggak,” ungkap Parulian. Karena itu ketiga korban berharap polisi lebih jeli dan menerima laporan mereka. “Polisi harusnya jangan diam saja. Pasti masih banyak warga jadi korban debt collector ini. Kami juga berharap polisi menindak mereka. Jadi debt collector itu tak bisa berbuat sesuka hatinya,” pinta ketiga korban. (mri/mag-1/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/