27.8 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

LBH: Penarikan Paksa Barang = Tindak Pidana

Debt Collector-Ilustrasi
Debt Collector-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penarikan paksa barang jaminan fidusia yang dilakukan pihak leasing melalui debt collector adalah tindak pidana. Penarikan barang haruslah melalui prosedur, dan yang berhak melakukan eksekusi adalah pengadilan.

“Penarikan paksa terhadap unit kendaraan baik kereta atau mobil itu sudah jelas tindak pidana. Melanggar Pasal 363 KUHPidana tentang pencurian dan Pasal 365 KUHPidana perampokan. Karena yang berhak melakukan eksekusi atau eksekutor itu adalah pengadilan. Jadi pihak leasing tidak berhak untuk melakukan penarikan tersebut,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan, Surya Adinata,SH didampingi Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan, Khaidir Harahap, Senin (31/8).

Penarikan barang secara paksa oleh pihak leasing menurutnya sangat tidak pantas, apalagi pihak leasing terang-terangan memakai jasa preman dan aparat penegak hukum.

“Belakangan ini kan sudah banyak terjadi, pihak leasing menyewa aparat untuk menarik paksa unit kendaraan dengan maksud menakut-nakuti. Ini ’kan sudah bertentangan, masak aparat hukum dijadikan beking untuk tindak kejahatan,” kesalnya.

Karena itu ia mengimbau masyarakat/kreditur yang jadi korban harus mempertanyakan surat keabsahan dan bukti-bukti dari pihak leasing. Dan jika ada oknum yang terlibat harap dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

“Kita imbau masyarakat atau konsumen yang jika mengalami penarikan paksa ini, untuk menanyakan bukti atau surat penyitaan. Dan harus mempertahankan unit kendaraannya, dan jika sudah ditarik paksa diharapkan melapor ke pihak kepolisian. Dan jika ada aparat yang terlibat, dicatat nama, pangkat dan tugas dimana, kemudian laporkan ke Propam untuk Polri dan PM untuk TNI,” ujarnya.

Dalam hal ini pihak leasing mencari alibi kalau sudah memiliki akte atau surat fidusia, yakni kewenangan untuk melakukan eksekusi kendaraan yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman atau sekarang ini Kemenkumham atas barang atau kendaraan yang telah didaftarkan. Tetapi dirinya juga menegaskan kalaupun memiliki surat tersebut, yang berhak melakukan eksekusi tetap pengadilan.

“Pihak leasing banyak yang mengaku telah memiliki akta fidusia untuk mengeksekusi. Tetapi belum tentu itu benar harus dicek dulu, karena banyak pihak leasing tidak mendaftarkan unitnya ke lembaga fidusia, karena proses yang lama dan biaya yang besar. Biasanya pihak leasing mengurus fidusianya jika ada masalah dan untuk yang besar seperti mobil. Begitu pun kalau mengeksekusi haruslah pengadilan, pihak leasing tidak berhak sama sekali,” tegasnya.

Untuk prosedur penarikan unit barang atau kendaraan tersebut pun sudah diatur UU Fidusia No. 42 Tahun 1999 yang tertera pada Pasal 11, tentang setiap barang yang yang menjadi sewa beli harus didaftarkan di lembaga fidusia dibawah Kemenkumham. Dan Pasal 29, mengenai eksekusi harus diberikan teguran. “Jadi untuk eksekusi harus disomasi dulu konsumennya, dan wajib diumumkan di surat kabar selama 2 hari berturut-turut. Dan kalaupun harus eksekusi, pihak leasing harus mengajukan gugatan ke pengadilan, dan pengadilanlah eksekutornya,” tegasnya lagi.

Menurutnya dalam prosedur penarikan itu kalau pengadilan yang berhak melakukan eksekusi atau eksekutor, setelah menerima gugatan dari pihak leasing ke pengadilan. Namun sebelumnya pihak leasing harus memberikan surat teguran atau somasi kepada konsumen, dan jika tidak ditanggapi kemudian harus menerbitkan di surat kabar selama 2 hari berturut-turut. Dan jika tidak diindahkan, maka kemudian pihak leasing harus melengkapi surat fidusia atas barang atau unit tersebut yang kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan dan nantinya pengadilan yang akan melakukan eksekusi. Sekedar diketahui, fidusia adalah perjanjian utang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. (bay/deo)

 

Debt Collector-Ilustrasi
Debt Collector-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penarikan paksa barang jaminan fidusia yang dilakukan pihak leasing melalui debt collector adalah tindak pidana. Penarikan barang haruslah melalui prosedur, dan yang berhak melakukan eksekusi adalah pengadilan.

“Penarikan paksa terhadap unit kendaraan baik kereta atau mobil itu sudah jelas tindak pidana. Melanggar Pasal 363 KUHPidana tentang pencurian dan Pasal 365 KUHPidana perampokan. Karena yang berhak melakukan eksekusi atau eksekutor itu adalah pengadilan. Jadi pihak leasing tidak berhak untuk melakukan penarikan tersebut,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan, Surya Adinata,SH didampingi Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan, Khaidir Harahap, Senin (31/8).

Penarikan barang secara paksa oleh pihak leasing menurutnya sangat tidak pantas, apalagi pihak leasing terang-terangan memakai jasa preman dan aparat penegak hukum.

“Belakangan ini kan sudah banyak terjadi, pihak leasing menyewa aparat untuk menarik paksa unit kendaraan dengan maksud menakut-nakuti. Ini ’kan sudah bertentangan, masak aparat hukum dijadikan beking untuk tindak kejahatan,” kesalnya.

Karena itu ia mengimbau masyarakat/kreditur yang jadi korban harus mempertanyakan surat keabsahan dan bukti-bukti dari pihak leasing. Dan jika ada oknum yang terlibat harap dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

“Kita imbau masyarakat atau konsumen yang jika mengalami penarikan paksa ini, untuk menanyakan bukti atau surat penyitaan. Dan harus mempertahankan unit kendaraannya, dan jika sudah ditarik paksa diharapkan melapor ke pihak kepolisian. Dan jika ada aparat yang terlibat, dicatat nama, pangkat dan tugas dimana, kemudian laporkan ke Propam untuk Polri dan PM untuk TNI,” ujarnya.

Dalam hal ini pihak leasing mencari alibi kalau sudah memiliki akte atau surat fidusia, yakni kewenangan untuk melakukan eksekusi kendaraan yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman atau sekarang ini Kemenkumham atas barang atau kendaraan yang telah didaftarkan. Tetapi dirinya juga menegaskan kalaupun memiliki surat tersebut, yang berhak melakukan eksekusi tetap pengadilan.

“Pihak leasing banyak yang mengaku telah memiliki akta fidusia untuk mengeksekusi. Tetapi belum tentu itu benar harus dicek dulu, karena banyak pihak leasing tidak mendaftarkan unitnya ke lembaga fidusia, karena proses yang lama dan biaya yang besar. Biasanya pihak leasing mengurus fidusianya jika ada masalah dan untuk yang besar seperti mobil. Begitu pun kalau mengeksekusi haruslah pengadilan, pihak leasing tidak berhak sama sekali,” tegasnya.

Untuk prosedur penarikan unit barang atau kendaraan tersebut pun sudah diatur UU Fidusia No. 42 Tahun 1999 yang tertera pada Pasal 11, tentang setiap barang yang yang menjadi sewa beli harus didaftarkan di lembaga fidusia dibawah Kemenkumham. Dan Pasal 29, mengenai eksekusi harus diberikan teguran. “Jadi untuk eksekusi harus disomasi dulu konsumennya, dan wajib diumumkan di surat kabar selama 2 hari berturut-turut. Dan kalaupun harus eksekusi, pihak leasing harus mengajukan gugatan ke pengadilan, dan pengadilanlah eksekutornya,” tegasnya lagi.

Menurutnya dalam prosedur penarikan itu kalau pengadilan yang berhak melakukan eksekusi atau eksekutor, setelah menerima gugatan dari pihak leasing ke pengadilan. Namun sebelumnya pihak leasing harus memberikan surat teguran atau somasi kepada konsumen, dan jika tidak ditanggapi kemudian harus menerbitkan di surat kabar selama 2 hari berturut-turut. Dan jika tidak diindahkan, maka kemudian pihak leasing harus melengkapi surat fidusia atas barang atau unit tersebut yang kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan dan nantinya pengadilan yang akan melakukan eksekusi. Sekedar diketahui, fidusia adalah perjanjian utang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. (bay/deo)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/