32.8 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Dengan Koperasi, Prinsip Bisnisnya Sama-sama Untung

Foto: Dame Ambarita/Sumut Pos
Bona Pakpahan (kanan), bersama Manager Koperasi Elshira Nauli Rata, Richard Munthe (tengah), dan penanggungjawab budidaya talas Satoimo, Muara Sirait (kiri), memamerkan beras Pratanak Nuhra, produksi Koperasi Elshira.

Berbasis temuan-temuan masalah yang dihadapi petani dan peternak di lapangan, dipadu ilmu-ilmu yang diperoleh dari komunitas IdeCreator, Bona Pakpahan mulai merancang sebuah sistem. “Yang sebenarnya sudah ada di daerah lain. Tapi baru kami terapkan di sini, di Siantar-Simalungun,” katanya.

———————————————

Dame Ambarita, Pematangsiantar

———————————————

Bona ingin membentuk komunitas petani dan peternak yang langsung berhubungan satu sama lain. Yang mampu membuat produk unggulan, dan menjualnya ke masyarakat. Bahkan hingga ke pasar luar negeri.

“Saya tidak berminat membentuk perusahaan sendiri atau membuat yayasan. Tapi koperasi,” sebutnya.

Gayung bersambut. Tahun 2017, Pengmas HKBP mendengar tentang inovasi dan gagasan-gagasannya. Ia diundang sebagai pembicara dan motivator kepada anggota CU Elsira Nauli Rata binaan HKBP. Yang anggotanya ratusan orang. CU ini berkiprah sebagai wadah simpan pinjam bagi anggota.

Namun sejak berdiri tahun 2008 lalu, anggota yang tersebar di lima kabupaten di Sumut (Siantar, Simalungun, Samosir, Langkat, dan Humbahas) merasa pertumbuhan CU sangat lambat. Begitu-begtu saja sejak dulu sampai sekarang. Mereka sepakat, CU takkan bisa berkembang lebih besar jika hanya bergerak di simpan pinjam.

Bona diharapkan memberi ide-ide baru bagi anggota CU. Usai Bona berbicara di acara lokakarya, para anggota CU mengajukan usul mengubah CU menjadi Koperasi. Sepakat. Tahun itu juga, CU berubah menjadi badan hukum Koperasi Elsira Nauli Rata. Tetap berbentuk Koperasi Simpan Pinjam.

Saat itu, aset Koperasi Rp900 juta. Anggota boleh meminjam maksimal Rp40 juta. Simpanan pokok R300 ribu, simpanan wajib Rp20 ribu per bulan, dan simpanan sukarela minimal Rp5.000 per bulan, maksimal Rp5 juta.

“Sejumlah anggota berharap CU yang sudah berubah menjadi koperasi, dapat memberi bantuan pupuk, benih, dan alat-alatprofuksi. Permintaan yang tidak bisa dipenuhi, jika koperasi masih bergerak di simpan-pinjam,” kata Richard Munthe, Manajer Koperasi, yang diundang Bona Pakpahan ke rumahnya untuk mendampingi wawancara.

Tertarik dengan ide-ide yang dipaparkan Bona Pakpahan saat jadi pembicara di lokakarya, beberapa pengurus Koperasi melanjutkan komunikasi dengan Bona. Salahsatunya Richard Munthe. Hasil komunikasi, Koperasi sepakat menerapkan ide-ide Bona. Dan berubah dari Koperasi Simpan Pinjam menjadi Koperasi Produktif. Di bawah binaan Bona Pakpahan sebagai konsultan.

Bona sendiri mengaku senang bekerja sama dengan koperasi. Alasannya, Koperasi punya anggota. Sehingga ke depan, pasokan bahan baku produksi lebih terjamin. Jaringan pemasaran juga jelas. “Lebih gampang membuat sistem yang benar lewat koperasi. Pada akhirnya semua akan meraih keuntungan,” katanya.

Tahap pertama, Bona mengusulkan agar Koperasi Elsira memproduksi beras pratanak (proboiling) + Probiotik, beras nongula yang telah diujicobanya di ‘lab manual’ di rumahnya.

Mengapa beras nongula?

“Karena orang Indonesia banyak sakit diabetes, jantung, gula. Mengapa? Karena pola makan kita kebanyakan makan nasi tapi kurang gerak. Sementara 80 persen kandungan beras itu karbo. Solusinya, saya kira ya beras rendah karbo,” katanya.

Menurutnya, Koperasi harus membuat produk yang belum banyak dibuat orang. Di Indonesia banyak macam beras dan kopi. “Produk yang memiliki nilai jual, tentunya produk yang dibutuhkan masyarakat. Tak hanya penderita diabetes, orang sehat juga butuh beras nongula,” katanya mantap.

Di Sumatera, menurut survey Bona, belum ada produksi beras pratanak. Baru petani Jawa yang memproduksi.

Awalnya, Bona memproduksi beras pratanak berdasarkan literatur yang dibacanya, plus berbagai masukan dari komunitas IdeaCreator. “Karena belum punya alat, saya membuat beras pratanak secara manual. Beras saya cuci, kukus, tiriskan, fermentasikan, keringkan, semua secara manual,” jelasnya.

Testnya pun dilakukan manual. Bona memasak beras pratanak nongula buatannya. Sebelum makan, ia mengecek kadar gula darahnya ke dokter. Kemudian ia pulang ke rumah, makan nasi pratanak plus ikan dan sayur.

Dua jam kemudian usai makan, ia kembali ke dokter mengecek gula darah. Hasilnya, sebelum makan nasi pratanak, kadar gula darahnya 130. Sesudah makan hanya naik jadi 140. “Jadi naiknya hanya 10 saja. Padahal biasanya pasti melonjak ke angka 180 usai makan nasi dari beras non pratanak,” cetusnya.

Untuk memproduksi beras pratanak skala Koperasi, Bona menciptakan peralatan di bengkel rumahnya. Tukang las didatangkan untuk membuat mesin sesuai disain yang digambarnya. “Satu set mesin mulai mesin pencuci, pengukus, pemasak, fermentasi, dan pengering, dibuat dengan biaya semurah-murahnya. Koperasi membeli mesin dari saya dengan harga di bawah Rp100 juta set lengkap. Kapasitasnya 400-500 kg beras per hari,” ungkap Bona.

Manajer Koperasi Elsira, Richard Munthe, mengatakan, koperasi bereformasi menjadi Koperasi Produktif mengarah ke industri, persisnya pada 1 Juni 2018. Produk unggulan pertama adalah beras pratanak dan kopi fermented. Maklum, anggota didominasi petani padi dan kopi.

Produksi beras dimulai pertengahan September 2018. Beras pratanak nongula itu diberi merek Beras Nuhra. Adapun beras yang bisa dijadikan beras pratanak adalah: semua jenis beras.

“Launching perdana dilakukan di komunitas lansia Pematangsiantar tanggal 24 September. Responnya bagus. Terjual 25 kg. Para lansia yang diwawancarai pascapenjualan, mengaku merasa lebih enak usai mengonsumsi beras Nuhra,” kata Richard.

Beras pratanak kemasan 1 kg dijual seharga Rp25 ribu. Komposisi beras sudah didaftarkan ke Disperindag Siantar. Koperasi berharap segera mendapat izin dan legalitas. “Hingga saat ini, penjualan dilakukan secara online atau pembeli datang langsung ke Koperasi. Permintaan yang kami terima sudah melebihi kapasitas produksi,” katanya.

Karena baru tahap ujicoba, koperasi baru mampu memproduksi 190 kg per hari. Pemesan datang dari Jakarta, Lampung, dan Batam. “Sebenarnya, di Jakarta ada beras pratanak dijual. Tapi harganya lebih mahal,” cetusnya.

Koperasi mengambil keuntungan sekitar Rp3.000 per kemasan 1 kg.

Banyak untung dong?

“Oh… sebenarnya tidak terlalu banyak. Biaya yang dikeluarkan juga lumayan. Mulai modal beli beras Rp10 ribu per kg, ditambah biaya produksi meliputi biaya air, listrik, probiotok lacto, dan packing,” sebutnya.

Saat ini, anggota Koperasi mecapai 1.000-an orang. “Semua anggota bersemangat. Ada gairah pascaperubahan CU menjadi koperasi simpan pinjam, dan berubah lagi menjadi koperasi produktif. Dari sebelumnya pertumbuhan dinilai begitu lambat, kini ada prospek cerah dengan pendampingan dari Bona Pakpahan,” kata lulusan Teknik Mesin USU ini.

Bagaimana persisnya bentuk kerjasama Bona Pakpahan dengan Koperasi?

“Saya pegang profit paten untuk produk Beras Nuhra dan Kopi Fermented Nuhra. Saya ambil fee 10 persen dari penjualan. Prinsipnya sama-sama untung. Saya untung dengan menguntungkan masyarakat. Saya rasa itu lebih fair,” jelasnya.

Saat ini, seluruh anggota Koperasi Elsira berlomba menanam saham untuk proses produksi beras dan kopi Nuhra. Di akhir tahun, seluruh anggota akan menerima pembagian deviden sesuai jumlah sahamnya.

“Rencananya, setelah pegang legalitas sebagai koperasi produktif, kami akan ekspansi mencari pasar yang lebih luas. Bahkan sampai ke supermarket. Kami ingin menjadi koperasi produktif berskala besar dan bersifat industri,” kata Richard dengan wajah berbinar.

Jika ada koperasi lain yang berminat memproduksi beras pratanak atau kopi fermented, Bona Pakpahan bersikap terbuka. Syaratnya, koperasi itu harus bekerja sama dengan Koperasi Elsira. Baik dalam hal pemasaran maupun proses produksi.

“Kami bisa kirim mesin produksi. Kami ajari mereka proses produksi. Tapi mereknya tetap Beras Nuhra dengan label Koperasi Elsira. Saya sendiri mendapat fee sebagai konsultan,” kata Bona.

Jika ada pihak yang mengcopy paste sistemnya, Bona mempersilakan. “Sah saja kalau mau ditiru. Yang pasti, merek Nuhra sudah kami pegang,” ucapnya.

Tak hanya memproduksi beras dan kopi Nuhra, menurut Bona, Koperasi Elsira juga akan mengatur distribusi pupuk cair produksinya, agar penjualan lebih lancar. Bona sendiri akan mengajari anggota koperasi cara menggunakan pupuk cair, berbagi ilmu pertanian dan ilmu bisnis.

“Lewat koperasi, lebih mudah menciptakan sistem manajemen pertanian. Dan secara bertahap mengubahnya ke arah yang benar dan tersistem,” sebutnya. (dame/bersambung)

Foto: Dame Ambarita/Sumut Pos
Bona Pakpahan (kanan), bersama Manager Koperasi Elshira Nauli Rata, Richard Munthe (tengah), dan penanggungjawab budidaya talas Satoimo, Muara Sirait (kiri), memamerkan beras Pratanak Nuhra, produksi Koperasi Elshira.

Berbasis temuan-temuan masalah yang dihadapi petani dan peternak di lapangan, dipadu ilmu-ilmu yang diperoleh dari komunitas IdeCreator, Bona Pakpahan mulai merancang sebuah sistem. “Yang sebenarnya sudah ada di daerah lain. Tapi baru kami terapkan di sini, di Siantar-Simalungun,” katanya.

———————————————

Dame Ambarita, Pematangsiantar

———————————————

Bona ingin membentuk komunitas petani dan peternak yang langsung berhubungan satu sama lain. Yang mampu membuat produk unggulan, dan menjualnya ke masyarakat. Bahkan hingga ke pasar luar negeri.

“Saya tidak berminat membentuk perusahaan sendiri atau membuat yayasan. Tapi koperasi,” sebutnya.

Gayung bersambut. Tahun 2017, Pengmas HKBP mendengar tentang inovasi dan gagasan-gagasannya. Ia diundang sebagai pembicara dan motivator kepada anggota CU Elsira Nauli Rata binaan HKBP. Yang anggotanya ratusan orang. CU ini berkiprah sebagai wadah simpan pinjam bagi anggota.

Namun sejak berdiri tahun 2008 lalu, anggota yang tersebar di lima kabupaten di Sumut (Siantar, Simalungun, Samosir, Langkat, dan Humbahas) merasa pertumbuhan CU sangat lambat. Begitu-begtu saja sejak dulu sampai sekarang. Mereka sepakat, CU takkan bisa berkembang lebih besar jika hanya bergerak di simpan pinjam.

Bona diharapkan memberi ide-ide baru bagi anggota CU. Usai Bona berbicara di acara lokakarya, para anggota CU mengajukan usul mengubah CU menjadi Koperasi. Sepakat. Tahun itu juga, CU berubah menjadi badan hukum Koperasi Elsira Nauli Rata. Tetap berbentuk Koperasi Simpan Pinjam.

Saat itu, aset Koperasi Rp900 juta. Anggota boleh meminjam maksimal Rp40 juta. Simpanan pokok R300 ribu, simpanan wajib Rp20 ribu per bulan, dan simpanan sukarela minimal Rp5.000 per bulan, maksimal Rp5 juta.

“Sejumlah anggota berharap CU yang sudah berubah menjadi koperasi, dapat memberi bantuan pupuk, benih, dan alat-alatprofuksi. Permintaan yang tidak bisa dipenuhi, jika koperasi masih bergerak di simpan-pinjam,” kata Richard Munthe, Manajer Koperasi, yang diundang Bona Pakpahan ke rumahnya untuk mendampingi wawancara.

Tertarik dengan ide-ide yang dipaparkan Bona Pakpahan saat jadi pembicara di lokakarya, beberapa pengurus Koperasi melanjutkan komunikasi dengan Bona. Salahsatunya Richard Munthe. Hasil komunikasi, Koperasi sepakat menerapkan ide-ide Bona. Dan berubah dari Koperasi Simpan Pinjam menjadi Koperasi Produktif. Di bawah binaan Bona Pakpahan sebagai konsultan.

Bona sendiri mengaku senang bekerja sama dengan koperasi. Alasannya, Koperasi punya anggota. Sehingga ke depan, pasokan bahan baku produksi lebih terjamin. Jaringan pemasaran juga jelas. “Lebih gampang membuat sistem yang benar lewat koperasi. Pada akhirnya semua akan meraih keuntungan,” katanya.

Tahap pertama, Bona mengusulkan agar Koperasi Elsira memproduksi beras pratanak (proboiling) + Probiotik, beras nongula yang telah diujicobanya di ‘lab manual’ di rumahnya.

Mengapa beras nongula?

“Karena orang Indonesia banyak sakit diabetes, jantung, gula. Mengapa? Karena pola makan kita kebanyakan makan nasi tapi kurang gerak. Sementara 80 persen kandungan beras itu karbo. Solusinya, saya kira ya beras rendah karbo,” katanya.

Menurutnya, Koperasi harus membuat produk yang belum banyak dibuat orang. Di Indonesia banyak macam beras dan kopi. “Produk yang memiliki nilai jual, tentunya produk yang dibutuhkan masyarakat. Tak hanya penderita diabetes, orang sehat juga butuh beras nongula,” katanya mantap.

Di Sumatera, menurut survey Bona, belum ada produksi beras pratanak. Baru petani Jawa yang memproduksi.

Awalnya, Bona memproduksi beras pratanak berdasarkan literatur yang dibacanya, plus berbagai masukan dari komunitas IdeaCreator. “Karena belum punya alat, saya membuat beras pratanak secara manual. Beras saya cuci, kukus, tiriskan, fermentasikan, keringkan, semua secara manual,” jelasnya.

Testnya pun dilakukan manual. Bona memasak beras pratanak nongula buatannya. Sebelum makan, ia mengecek kadar gula darahnya ke dokter. Kemudian ia pulang ke rumah, makan nasi pratanak plus ikan dan sayur.

Dua jam kemudian usai makan, ia kembali ke dokter mengecek gula darah. Hasilnya, sebelum makan nasi pratanak, kadar gula darahnya 130. Sesudah makan hanya naik jadi 140. “Jadi naiknya hanya 10 saja. Padahal biasanya pasti melonjak ke angka 180 usai makan nasi dari beras non pratanak,” cetusnya.

Untuk memproduksi beras pratanak skala Koperasi, Bona menciptakan peralatan di bengkel rumahnya. Tukang las didatangkan untuk membuat mesin sesuai disain yang digambarnya. “Satu set mesin mulai mesin pencuci, pengukus, pemasak, fermentasi, dan pengering, dibuat dengan biaya semurah-murahnya. Koperasi membeli mesin dari saya dengan harga di bawah Rp100 juta set lengkap. Kapasitasnya 400-500 kg beras per hari,” ungkap Bona.

Manajer Koperasi Elsira, Richard Munthe, mengatakan, koperasi bereformasi menjadi Koperasi Produktif mengarah ke industri, persisnya pada 1 Juni 2018. Produk unggulan pertama adalah beras pratanak dan kopi fermented. Maklum, anggota didominasi petani padi dan kopi.

Produksi beras dimulai pertengahan September 2018. Beras pratanak nongula itu diberi merek Beras Nuhra. Adapun beras yang bisa dijadikan beras pratanak adalah: semua jenis beras.

“Launching perdana dilakukan di komunitas lansia Pematangsiantar tanggal 24 September. Responnya bagus. Terjual 25 kg. Para lansia yang diwawancarai pascapenjualan, mengaku merasa lebih enak usai mengonsumsi beras Nuhra,” kata Richard.

Beras pratanak kemasan 1 kg dijual seharga Rp25 ribu. Komposisi beras sudah didaftarkan ke Disperindag Siantar. Koperasi berharap segera mendapat izin dan legalitas. “Hingga saat ini, penjualan dilakukan secara online atau pembeli datang langsung ke Koperasi. Permintaan yang kami terima sudah melebihi kapasitas produksi,” katanya.

Karena baru tahap ujicoba, koperasi baru mampu memproduksi 190 kg per hari. Pemesan datang dari Jakarta, Lampung, dan Batam. “Sebenarnya, di Jakarta ada beras pratanak dijual. Tapi harganya lebih mahal,” cetusnya.

Koperasi mengambil keuntungan sekitar Rp3.000 per kemasan 1 kg.

Banyak untung dong?

“Oh… sebenarnya tidak terlalu banyak. Biaya yang dikeluarkan juga lumayan. Mulai modal beli beras Rp10 ribu per kg, ditambah biaya produksi meliputi biaya air, listrik, probiotok lacto, dan packing,” sebutnya.

Saat ini, anggota Koperasi mecapai 1.000-an orang. “Semua anggota bersemangat. Ada gairah pascaperubahan CU menjadi koperasi simpan pinjam, dan berubah lagi menjadi koperasi produktif. Dari sebelumnya pertumbuhan dinilai begitu lambat, kini ada prospek cerah dengan pendampingan dari Bona Pakpahan,” kata lulusan Teknik Mesin USU ini.

Bagaimana persisnya bentuk kerjasama Bona Pakpahan dengan Koperasi?

“Saya pegang profit paten untuk produk Beras Nuhra dan Kopi Fermented Nuhra. Saya ambil fee 10 persen dari penjualan. Prinsipnya sama-sama untung. Saya untung dengan menguntungkan masyarakat. Saya rasa itu lebih fair,” jelasnya.

Saat ini, seluruh anggota Koperasi Elsira berlomba menanam saham untuk proses produksi beras dan kopi Nuhra. Di akhir tahun, seluruh anggota akan menerima pembagian deviden sesuai jumlah sahamnya.

“Rencananya, setelah pegang legalitas sebagai koperasi produktif, kami akan ekspansi mencari pasar yang lebih luas. Bahkan sampai ke supermarket. Kami ingin menjadi koperasi produktif berskala besar dan bersifat industri,” kata Richard dengan wajah berbinar.

Jika ada koperasi lain yang berminat memproduksi beras pratanak atau kopi fermented, Bona Pakpahan bersikap terbuka. Syaratnya, koperasi itu harus bekerja sama dengan Koperasi Elsira. Baik dalam hal pemasaran maupun proses produksi.

“Kami bisa kirim mesin produksi. Kami ajari mereka proses produksi. Tapi mereknya tetap Beras Nuhra dengan label Koperasi Elsira. Saya sendiri mendapat fee sebagai konsultan,” kata Bona.

Jika ada pihak yang mengcopy paste sistemnya, Bona mempersilakan. “Sah saja kalau mau ditiru. Yang pasti, merek Nuhra sudah kami pegang,” ucapnya.

Tak hanya memproduksi beras dan kopi Nuhra, menurut Bona, Koperasi Elsira juga akan mengatur distribusi pupuk cair produksinya, agar penjualan lebih lancar. Bona sendiri akan mengajari anggota koperasi cara menggunakan pupuk cair, berbagi ilmu pertanian dan ilmu bisnis.

“Lewat koperasi, lebih mudah menciptakan sistem manajemen pertanian. Dan secara bertahap mengubahnya ke arah yang benar dan tersistem,” sebutnya. (dame/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/