30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Bangun Jembatan Samosir, Bersihkan Keramba Apung

Warga, menurut dia, ternyata juga tidak tahu bahwa ada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Begitu pun tentang aturan sejenis, baik berbentuk Perpres, Pergub, dan Perda Kabupaten).

 

“Bahkan menurut mereka, petugas kabupaten terkait pun belum pernah melarang usaha keramba. Belum ada sosialisasi untung-rugi keramba,” ujar Boy.

 

Dikatakan Boy, secara umum warga mau keramba dihentikan dengan solusi kompensasi usaha yang dapat mempertahankan pendapatan mereka tanpa merusak lingkungan, dengan modal awal dan pendampingan pemerintah.

 

“Tuntutan mereka cukup wajar. Peran pemerintah daerah sangat penting membantu mereka dalam mencari solusi tersebut,” tukas Boy.

 

Diketahui, YPDT merupakan komunitas warga Batak di Jakarta yang memberikan perhatian serius terhadap upaya kelestarian Danau Toba, termasuk menjadikannya sebagai kawasan wisata yang bisa diandalkan. Tidak hanya diskusi, mereka juga melakukan aksi-aksi nyata di lapangan.

 

Mereka juga menyoroti keramba jaring apung (KJA) yang semakin banyak jumlahnya di Danau Toba. Disebutkan, KJA itu  sudah jelas melanggar UU RI No. 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi UU RI No. 32 Tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup.

 

“KJA tersebut sangat jelas telah menyebabkan pencemaran Danau Toba sebagaimana dinyatakan dalam UU RI No. 32 Tahun 2009, khususnya Pasal 1 angka 14 sampai dengan 17,” ujar Sandi Ebenezer Situngkir, Ketua Departemen Hukum dan Agraria YPDT, seperti dalam keterangan yang dipublikasikan lewat situs yang mereka kelola. (dik/sam/adz/val)

Warga, menurut dia, ternyata juga tidak tahu bahwa ada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Begitu pun tentang aturan sejenis, baik berbentuk Perpres, Pergub, dan Perda Kabupaten).

 

“Bahkan menurut mereka, petugas kabupaten terkait pun belum pernah melarang usaha keramba. Belum ada sosialisasi untung-rugi keramba,” ujar Boy.

 

Dikatakan Boy, secara umum warga mau keramba dihentikan dengan solusi kompensasi usaha yang dapat mempertahankan pendapatan mereka tanpa merusak lingkungan, dengan modal awal dan pendampingan pemerintah.

 

“Tuntutan mereka cukup wajar. Peran pemerintah daerah sangat penting membantu mereka dalam mencari solusi tersebut,” tukas Boy.

 

Diketahui, YPDT merupakan komunitas warga Batak di Jakarta yang memberikan perhatian serius terhadap upaya kelestarian Danau Toba, termasuk menjadikannya sebagai kawasan wisata yang bisa diandalkan. Tidak hanya diskusi, mereka juga melakukan aksi-aksi nyata di lapangan.

 

Mereka juga menyoroti keramba jaring apung (KJA) yang semakin banyak jumlahnya di Danau Toba. Disebutkan, KJA itu  sudah jelas melanggar UU RI No. 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi UU RI No. 32 Tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup.

 

“KJA tersebut sangat jelas telah menyebabkan pencemaran Danau Toba sebagaimana dinyatakan dalam UU RI No. 32 Tahun 2009, khususnya Pasal 1 angka 14 sampai dengan 17,” ujar Sandi Ebenezer Situngkir, Ketua Departemen Hukum dan Agraria YPDT, seperti dalam keterangan yang dipublikasikan lewat situs yang mereka kelola. (dik/sam/adz/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/