26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Bangun Jembatan Samosir, Bersihkan Keramba Apung

Menurutnya, perusahaan tersebut perlu menyiapkan langkah-langkah terkait usulan relokasi yang ditawarkan. Sebab, tahun depan seluruh perusahaan-perusahaan KJA harus meninggalkan Danau Toba agar program pengembangan melalui Badan Otorita Danau Toba (BDOT) dapat berjalan mulus.

 

Bukan hanya itu, apa yang disampaikan Komisi B juga sudah sesuai arahan dari Menko Maritim SDA, Rizal Ramli beberapa waktu lalu.

 

“Perusahaan KJA juga masih terlihat bingung, makanya kami datang menyampaikan solusi. Terhadap tawaran yang kami sampaikan dilakukan studi kelayakan, ini masih saran, apa pilihan selanjutnya kita lihat nanti,” beber politisi PAN ini.

 

Guna mensukseskan program BDOT, kata dia, peran masyarakat yang selama ini bermukim di sekitar Danau Toba perlu ditingkatkan. Masyarakat juga perlu diberitahukan manfaat dari pengembangan wisata Danau Toba.

 

“Mustahil program BDOT akan berhasil kalau masyarakat tidak dilibatkan,” akunya.

Anggota Komisi C DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan menambahkan, pengembangan wisata Danau Toba dapat menimbulkan banyak manfaat bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) khususnya dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

 

Bukan hanya itu, perekonomian masyarakat sekitar juga akan tumbuh seiring banyaknya masuk wisatawan ke danau toba. Sehingga ketika ekonomi riil tumbuh maka beban pemerintah akan berkurang.

 

“Dari sektor perizinan, seperti izin investasi dalam dan luar negeri.  Pajak dan retribusi daerah juga akan naik,” kata Sutrisno.

 

Ketika investasi bidang properti di kawasan Danau Toba meningkat khususnya pembangunan hotel maka akan semakin banyak penggunaan air permukaan. “Pajak air permukaan juga akan ditarik Pemprovsu,” tutur Politisi PDIP ini.

 

Terpisah, warga sekitar Danau Toba yang memiliki usaha peternakan ikan (fish farming) dengan menggunakan KJA siap alih profesi. Hanya saja, mereka harus mendapatkan modal awal untuk usaha baru dari pemerintah, termasuk pendampingan. Demikian kesimpulan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), berdasar hasil perbincangan salah satu aktivisnya, Johannes Silalahi, dengan sejumlah warga pemilik KJA.

 

Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.

 

“Mereka mengakui, KJA mencemari lingkungan perairan Danau Toba, tetapi di sisi lain mereka juga mengakui keramba dapat meningkatkan pendapatan dan menampung tenaga kerja,” terang Boy Tonggor, menjelaskan hasil investigasi Johannes Silalahi.

 

Dijelaskan, Johannes pada Selasa (26/4), menemui sejumlah warga, antara lain di salah satu lapo di Silalahi Nabolak. Dari hasil perbincangan disimpulkan juga, pada awal memulai usaha itu, warga belum menyadari kalau KJA dapat mencemari lingkungan perairan Danau Toba.

 

“Namun ketika mereka sadar sudah makin jelas melihat bahwa KJA memang mencemari Danau Toba, mereka bingung harus bagaimana. Apakah mereka harus meninggalkan usaha KJA tersebut yang jelas-jelas menopang mata pencarian mereka untuk keluarga atau tetap mempertahankan usaha KJA sementara Danau Toba terus-menerus tercemar karena pelet ikan yang berkontribusi besar merusak kejernihan air Danau Toba,” tukasnya.

Menurutnya, perusahaan tersebut perlu menyiapkan langkah-langkah terkait usulan relokasi yang ditawarkan. Sebab, tahun depan seluruh perusahaan-perusahaan KJA harus meninggalkan Danau Toba agar program pengembangan melalui Badan Otorita Danau Toba (BDOT) dapat berjalan mulus.

 

Bukan hanya itu, apa yang disampaikan Komisi B juga sudah sesuai arahan dari Menko Maritim SDA, Rizal Ramli beberapa waktu lalu.

 

“Perusahaan KJA juga masih terlihat bingung, makanya kami datang menyampaikan solusi. Terhadap tawaran yang kami sampaikan dilakukan studi kelayakan, ini masih saran, apa pilihan selanjutnya kita lihat nanti,” beber politisi PAN ini.

 

Guna mensukseskan program BDOT, kata dia, peran masyarakat yang selama ini bermukim di sekitar Danau Toba perlu ditingkatkan. Masyarakat juga perlu diberitahukan manfaat dari pengembangan wisata Danau Toba.

 

“Mustahil program BDOT akan berhasil kalau masyarakat tidak dilibatkan,” akunya.

Anggota Komisi C DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan menambahkan, pengembangan wisata Danau Toba dapat menimbulkan banyak manfaat bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) khususnya dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

 

Bukan hanya itu, perekonomian masyarakat sekitar juga akan tumbuh seiring banyaknya masuk wisatawan ke danau toba. Sehingga ketika ekonomi riil tumbuh maka beban pemerintah akan berkurang.

 

“Dari sektor perizinan, seperti izin investasi dalam dan luar negeri.  Pajak dan retribusi daerah juga akan naik,” kata Sutrisno.

 

Ketika investasi bidang properti di kawasan Danau Toba meningkat khususnya pembangunan hotel maka akan semakin banyak penggunaan air permukaan. “Pajak air permukaan juga akan ditarik Pemprovsu,” tutur Politisi PDIP ini.

 

Terpisah, warga sekitar Danau Toba yang memiliki usaha peternakan ikan (fish farming) dengan menggunakan KJA siap alih profesi. Hanya saja, mereka harus mendapatkan modal awal untuk usaha baru dari pemerintah, termasuk pendampingan. Demikian kesimpulan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), berdasar hasil perbincangan salah satu aktivisnya, Johannes Silalahi, dengan sejumlah warga pemilik KJA.

 

Boy Tonggor Siahaan dari YPDT dalam publikasinya menjelaskan, memang warga pemilik KJA dihadapkan pada pilihan sulit, yakni antara mempertahankan mata pencaharian yang menopang hidup keluarga mereka dan melestarikan lingkungan hidup di Danau Toba.

 

“Mereka mengakui, KJA mencemari lingkungan perairan Danau Toba, tetapi di sisi lain mereka juga mengakui keramba dapat meningkatkan pendapatan dan menampung tenaga kerja,” terang Boy Tonggor, menjelaskan hasil investigasi Johannes Silalahi.

 

Dijelaskan, Johannes pada Selasa (26/4), menemui sejumlah warga, antara lain di salah satu lapo di Silalahi Nabolak. Dari hasil perbincangan disimpulkan juga, pada awal memulai usaha itu, warga belum menyadari kalau KJA dapat mencemari lingkungan perairan Danau Toba.

 

“Namun ketika mereka sadar sudah makin jelas melihat bahwa KJA memang mencemari Danau Toba, mereka bingung harus bagaimana. Apakah mereka harus meninggalkan usaha KJA tersebut yang jelas-jelas menopang mata pencarian mereka untuk keluarga atau tetap mempertahankan usaha KJA sementara Danau Toba terus-menerus tercemar karena pelet ikan yang berkontribusi besar merusak kejernihan air Danau Toba,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/