Politisi Gerindra ini mengatakan, lambatnya wali kota mengeluarkan perwal mengakibatkan miliaran potensi PAD tak masuk ke kas daerah. Dicontohkannya, pertumbuhan tower/menara seluler di Medan sangat pesat. Bentuknya bukan menara tinggi, tapi tower-tower kecil yang ada di pinggir jalan atau berdiri diatas bangunan.
“Begitu banyaknya tower berdiri, kita tak dapat apa-apa. Paling juga retribusi IMB waktu membangunnya dulu. Padahal perdanya sudah ada, tapi Dinas Kominfo tak bisa berbuat apa-apa karena perwalnya belum ada,” kata mantan Ketua pansus Ranperda Retribusi Tower ini.
Retribusi pemotongan hewan juga belum bisa dikutip dari tempat penjualan pada 52 pasar tradisional di Kota Medan. Saat ini, masih sekitar 10% yang beredar itu dari PD Rumah Potong Hewan (RPH). Selebihnya dipotong di luar RPH, bahkan disinyalir mencapai 60% dari luar Kota Medan. “Dilihat penjualan daging, saya kira Pemko Medan bisa meraup Rp 10 miliar per bulanndai 52 pasar tradisional,” katanya.
Potensi pendapatan dari tera ulang (pengujian dan penandaan ulang) alat pengukur yang sudah dilimpahkan ke Kota Medan belum terutip bukan hanya karena ketiadaan sarana dan prasaran. Akan tetapi, hingga kini Wali Kota Medan belum menerbitkan Perwal Tera Ulang.
Estimasi pendapatan dari tera mobil tangki Rp800 juta per tahun. Pendapatan bisa melebih itu, jika tera dilakukan terhadap timbangan-timbangan, alat ukur di laboratorium, nozzle pada SPBU dan argo taxi. Perwal retribusi tempat pelelangan ikan juga harus dibuat, sehingga memudahkan Pemko Medan berkoordinasi dengan tempat pelelangan ikan yang berada di wilayah PT Pelabuhan.”Kita tidak tahu alasan wali kota belum menerbitkan perwalnya. Apakah demi kepentingan pengusaha atau karena apa. Padahal, begitu perda disahkan, sebulan evaluasi gubernur, maka sudah bisa dilaksanakan,” katanya. (prn/ila)
Politisi Gerindra ini mengatakan, lambatnya wali kota mengeluarkan perwal mengakibatkan miliaran potensi PAD tak masuk ke kas daerah. Dicontohkannya, pertumbuhan tower/menara seluler di Medan sangat pesat. Bentuknya bukan menara tinggi, tapi tower-tower kecil yang ada di pinggir jalan atau berdiri diatas bangunan.
“Begitu banyaknya tower berdiri, kita tak dapat apa-apa. Paling juga retribusi IMB waktu membangunnya dulu. Padahal perdanya sudah ada, tapi Dinas Kominfo tak bisa berbuat apa-apa karena perwalnya belum ada,” kata mantan Ketua pansus Ranperda Retribusi Tower ini.
Retribusi pemotongan hewan juga belum bisa dikutip dari tempat penjualan pada 52 pasar tradisional di Kota Medan. Saat ini, masih sekitar 10% yang beredar itu dari PD Rumah Potong Hewan (RPH). Selebihnya dipotong di luar RPH, bahkan disinyalir mencapai 60% dari luar Kota Medan. “Dilihat penjualan daging, saya kira Pemko Medan bisa meraup Rp 10 miliar per bulanndai 52 pasar tradisional,” katanya.
Potensi pendapatan dari tera ulang (pengujian dan penandaan ulang) alat pengukur yang sudah dilimpahkan ke Kota Medan belum terutip bukan hanya karena ketiadaan sarana dan prasaran. Akan tetapi, hingga kini Wali Kota Medan belum menerbitkan Perwal Tera Ulang.
Estimasi pendapatan dari tera mobil tangki Rp800 juta per tahun. Pendapatan bisa melebih itu, jika tera dilakukan terhadap timbangan-timbangan, alat ukur di laboratorium, nozzle pada SPBU dan argo taxi. Perwal retribusi tempat pelelangan ikan juga harus dibuat, sehingga memudahkan Pemko Medan berkoordinasi dengan tempat pelelangan ikan yang berada di wilayah PT Pelabuhan.”Kita tidak tahu alasan wali kota belum menerbitkan perwalnya. Apakah demi kepentingan pengusaha atau karena apa. Padahal, begitu perda disahkan, sebulan evaluasi gubernur, maka sudah bisa dilaksanakan,” katanya. (prn/ila)