31.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Erry: Aneh, Orang Jujur Malah Dianggap Salah

Tengku Erry Nuradi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.
Tengku Erry Nuradi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelaksana Tugas Gubernur Sumut (Plt Gubsu) Tengku Erry Nuradi mengklaim dirinya dan istrinya Evie Diana Sitorus, yang juga mantan Anggota DPRD Sumut tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial tahun anggaran 2012-2013 maupun intreplasi yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Istri Erry Nuradi, Evy Diana Sitorus telah diperiksa KPK terkait dugaan suap interpelasi beberapa waktu lalu, baik di Jakarta maupun di Mako Brimo Medan. Erry menyebutkan, istrinya sudah mengembalikan uang, dan Evy juga bukanlah seorang inisiator dalam kasus tersebut.

“Orang berniat baik jangan sampai dipersalahkan. Saya melihat kita jujur, mengembalikan uang, melaporkan yang sebenarnya malah dianggap salah. Jadinya kok aneh. Saya jadi melihat agak sakit orang sekarang. Malah yang berbohong dianggap jadi benar dan jadi pahlawan,” ujar Erry menjawab wartawan, usai melantik Pj Bupati Simalungun di Aula Martabe Kantor Gubsu, Jumat (4/12).

Dia memaparkan, masalah yang menimpa istrinya bisa menjadi yurisprudensi yakni keputusan hakim yang terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan sebagai pedoman bagi hakim lainnya untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama. “Yurisprudensi sudah ada di Medan dan Langkat, tentu hakim nantikan bisa melihat kategorinya dia sebagai apa? Apakah personal yang aktif, pasif atau menjadi inisiator. Makanya, saya tidak mau berandai-andai. Hakim bisa melihat posisinya di mana, yurisprudensi untuk ini sudah ada apakah dia menjadi inisiator, aktif atau pasif,” jelas Erry.

Sementara itu, terkait pemeriksaannya oleh penyidik Kejagung, Erry mengakui memang sebagai Wagubsu sesuai dengan Pergub No 14/2013, dirinya memiliki kewenangan untuk menandatangani penyaluran bansos. Namun, dalam aturan itu disebutkan bahwa dana bansos di bawah Rp100 juta menjadi kewenangan Kabiro Keuangan, Rp100-Rp150 juta menjadi kewenangan Sekda, Rp151-Rp200 juta menjadi kewenangan Wagubsu dan Rp200 juta ke atas menjadi kewenangan Gubsu.

“Jadi sesuai Pergub itu memang saya memiliki kewenangan untuk meneken penyaluran bansos Rp151 juta hingga Rp200 juta. Dan dari dana hibah bansos 2013 itu dari sebanyak 1400 proposal, yang dicairkan sebanyak 900 lebih dan 37 di antaranya merupakan tupoksi saya untuk menekennya,” jelas Erry.

Diakuinya dari 37 penyaluran dana bansos tersebut terdapat sebanyak 12 lembaga yang laporannya baru diserahkan setelah audit dilakukan. “Memang ada 12 lembaga lagi yang laporan pertanggungjawabannya baru diserahkan setelah diaudit, tapi itu tidak menjadi masalah, karena laporan pertanggung jawabannya jelas ada,” paparnya. (prn)

Tengku Erry Nuradi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.
Tengku Erry Nuradi, usai menjalani pemeriksaan di KPK.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pelaksana Tugas Gubernur Sumut (Plt Gubsu) Tengku Erry Nuradi mengklaim dirinya dan istrinya Evie Diana Sitorus, yang juga mantan Anggota DPRD Sumut tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial tahun anggaran 2012-2013 maupun intreplasi yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Istri Erry Nuradi, Evy Diana Sitorus telah diperiksa KPK terkait dugaan suap interpelasi beberapa waktu lalu, baik di Jakarta maupun di Mako Brimo Medan. Erry menyebutkan, istrinya sudah mengembalikan uang, dan Evy juga bukanlah seorang inisiator dalam kasus tersebut.

“Orang berniat baik jangan sampai dipersalahkan. Saya melihat kita jujur, mengembalikan uang, melaporkan yang sebenarnya malah dianggap salah. Jadinya kok aneh. Saya jadi melihat agak sakit orang sekarang. Malah yang berbohong dianggap jadi benar dan jadi pahlawan,” ujar Erry menjawab wartawan, usai melantik Pj Bupati Simalungun di Aula Martabe Kantor Gubsu, Jumat (4/12).

Dia memaparkan, masalah yang menimpa istrinya bisa menjadi yurisprudensi yakni keputusan hakim yang terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan sebagai pedoman bagi hakim lainnya untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama. “Yurisprudensi sudah ada di Medan dan Langkat, tentu hakim nantikan bisa melihat kategorinya dia sebagai apa? Apakah personal yang aktif, pasif atau menjadi inisiator. Makanya, saya tidak mau berandai-andai. Hakim bisa melihat posisinya di mana, yurisprudensi untuk ini sudah ada apakah dia menjadi inisiator, aktif atau pasif,” jelas Erry.

Sementara itu, terkait pemeriksaannya oleh penyidik Kejagung, Erry mengakui memang sebagai Wagubsu sesuai dengan Pergub No 14/2013, dirinya memiliki kewenangan untuk menandatangani penyaluran bansos. Namun, dalam aturan itu disebutkan bahwa dana bansos di bawah Rp100 juta menjadi kewenangan Kabiro Keuangan, Rp100-Rp150 juta menjadi kewenangan Sekda, Rp151-Rp200 juta menjadi kewenangan Wagubsu dan Rp200 juta ke atas menjadi kewenangan Gubsu.

“Jadi sesuai Pergub itu memang saya memiliki kewenangan untuk meneken penyaluran bansos Rp151 juta hingga Rp200 juta. Dan dari dana hibah bansos 2013 itu dari sebanyak 1400 proposal, yang dicairkan sebanyak 900 lebih dan 37 di antaranya merupakan tupoksi saya untuk menekennya,” jelas Erry.

Diakuinya dari 37 penyaluran dana bansos tersebut terdapat sebanyak 12 lembaga yang laporannya baru diserahkan setelah audit dilakukan. “Memang ada 12 lembaga lagi yang laporan pertanggungjawabannya baru diserahkan setelah diaudit, tapi itu tidak menjadi masalah, karena laporan pertanggung jawabannya jelas ada,” paparnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/