27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

2 TKW Asal NTT Lapor Polisi

Foto: Tuntun/PM/JPNN Karolina (kanan) dan Katarina (kiri),  warga NTT yang melarikan diri dari penampungan.
Foto: Tuntun/PM/JPNN
Karolina (kanan) dan Katarina (kiri), warga NTT yang melarikan diri dari penampungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Belum tuntas kasus penyekapan dan penganiayaan 15 Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Nusa Tenggara Timur di Kota Medan, sepekan lalu. Kemarin (5/3) siang, dua TKW Asal NTT, yakni Karolina (30) dan Katarina Mau (19) mengadu ke Polsek Sunggal.

Berdasarkan pengaduan keduanya, mereka meninggalkan rumah yayasan yang menampung mereka lantaran tak kunjung dipekerjakan. Sementara mereka sudah dua minggu menganggur di rumah tersebut dan hanya disuruh sebagai pembantu di rumah itu.

“Kami sudah dua minggu di Medan. Tapi tidak juga mendapat pekerjaan. Makanya kami melarikan diri dari yayasan penampungan itu. Kalau kayak gini kami memilih pulang saja,” ujar Lina, warga Une, Kabupaten Sikka, NTT saat berada di Polsek Sunggal.

Dia menambahkan, awal keinginan berangkat ke Medan lantaran diajak oleh seseorang warga Flores untuk dipekerjakan sebagai penjaga toko dan penjaga bayi dengan upah Rp1 juta. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Karolina dan Katarina  pun langsung berangkat ke Medan. Namun setibanya di Medan mereka malah tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Sayangnya, Karolina dan Katarina tak mengetahui alamat Yayasan tempat penampungan mereka. “Kami tadi keluar. Pas keluar kami langsung menumpang becak dengan ongkos 10 ribu agar di antar ke kantor polisi. Kami tidak tahu di mana tempatnya, walau pun diajak sekarang ke sana,” terang Karolina.

Saat ditanya apakah mereka mendapat perlakuan kasar dari pihak pengelola yayasan. Keduanya menjawab tidak ada dan selalu diberi makan. Hanya saja Katarina mengaku pernah ditampar oleh seorang wanita keturunan Tionghoa saat berada di dalam yayasan. “Kami dikasih makan, tapi aku pernah ditampar sama seorang wanita di yayasan tersebut lantaran menangis dan minta pulang. Itu saja memang,” terang Katarina.

Menanggapi laporan tersebut, Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu Adhie Putranto Utomo mengatakan sudah berkoordinasi dengan pihak PPA Polresta Medan. Sebelum mengarahkannya ke Dinas Sosial Pemerintah Sumatera Utara perihal bagaimana kelanjutannya. “Sudah kita arahkan ke PPA Polresta Medan sebelum ke Dinsos Sumut,” ujarnya singakat.

 

ISTRI MOHAR MASIH JADI SAKSI

Sementara itu, Mohar tersangka penyekapan dan penganiayaan 15 TK asal NTT hingga menyebabkan 2 orang meninggal dunia terancam hukuman 15 tahun penjara lantaran dijerat dengan UU Perlindungan Anak No 4 Tahun 2003.

“Tersangka kita jerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak ya. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Jadi keterlibatan yang lainnya juga masih kita selidiki karena korban sudah mulai memberikan informasi,” kata Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta Karo-karo melalui Kasat Reskrim Polresta Medan Kompol Jean Calvijn Simanjuntak, SIK.

Disinggung soal keterlibatan istri dari Mohar bernama Haryanti dan keponakannya bernama Feri, Jean Calvijn menambahkan hingga sekarang istrinya masih sebagai saksi dan tidak tertutup kemungkinan menjadi tersangka. “Istrinya masih saksi, karena sampai sekarang yang bertanggung jawab adalah Mohar. Meskipun demikian, penyidik akan mendalami dan mengembangkan kasus ini,” terangnya.

Sementara itu, kondisi ke 15 pekerja asal Kupang Nusa Tenggaran Timur, masih berada di penampungan KPAI Medan untuk menunggu koordinasi dari pihak Dinsos dan pihak terkait lainnya untuk pemulangan para pekerja tersebut.

Muslim Harahap dari Ketua KPAI mengatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan upaya bimbingan mental terhadap para pekerja yang disekap oleh majikannya. “Kita buat seperti permainan, jadi mereka bisa tersenyum lagi. Karena selama ini mereka sangat tertekan,” katanya. (tun/wel/bd)

Foto: Tuntun/PM/JPNN Karolina (kanan) dan Katarina (kiri),  warga NTT yang melarikan diri dari penampungan.
Foto: Tuntun/PM/JPNN
Karolina (kanan) dan Katarina (kiri), warga NTT yang melarikan diri dari penampungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Belum tuntas kasus penyekapan dan penganiayaan 15 Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Nusa Tenggara Timur di Kota Medan, sepekan lalu. Kemarin (5/3) siang, dua TKW Asal NTT, yakni Karolina (30) dan Katarina Mau (19) mengadu ke Polsek Sunggal.

Berdasarkan pengaduan keduanya, mereka meninggalkan rumah yayasan yang menampung mereka lantaran tak kunjung dipekerjakan. Sementara mereka sudah dua minggu menganggur di rumah tersebut dan hanya disuruh sebagai pembantu di rumah itu.

“Kami sudah dua minggu di Medan. Tapi tidak juga mendapat pekerjaan. Makanya kami melarikan diri dari yayasan penampungan itu. Kalau kayak gini kami memilih pulang saja,” ujar Lina, warga Une, Kabupaten Sikka, NTT saat berada di Polsek Sunggal.

Dia menambahkan, awal keinginan berangkat ke Medan lantaran diajak oleh seseorang warga Flores untuk dipekerjakan sebagai penjaga toko dan penjaga bayi dengan upah Rp1 juta. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Karolina dan Katarina  pun langsung berangkat ke Medan. Namun setibanya di Medan mereka malah tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Sayangnya, Karolina dan Katarina tak mengetahui alamat Yayasan tempat penampungan mereka. “Kami tadi keluar. Pas keluar kami langsung menumpang becak dengan ongkos 10 ribu agar di antar ke kantor polisi. Kami tidak tahu di mana tempatnya, walau pun diajak sekarang ke sana,” terang Karolina.

Saat ditanya apakah mereka mendapat perlakuan kasar dari pihak pengelola yayasan. Keduanya menjawab tidak ada dan selalu diberi makan. Hanya saja Katarina mengaku pernah ditampar oleh seorang wanita keturunan Tionghoa saat berada di dalam yayasan. “Kami dikasih makan, tapi aku pernah ditampar sama seorang wanita di yayasan tersebut lantaran menangis dan minta pulang. Itu saja memang,” terang Katarina.

Menanggapi laporan tersebut, Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu Adhie Putranto Utomo mengatakan sudah berkoordinasi dengan pihak PPA Polresta Medan. Sebelum mengarahkannya ke Dinas Sosial Pemerintah Sumatera Utara perihal bagaimana kelanjutannya. “Sudah kita arahkan ke PPA Polresta Medan sebelum ke Dinsos Sumut,” ujarnya singakat.

 

ISTRI MOHAR MASIH JADI SAKSI

Sementara itu, Mohar tersangka penyekapan dan penganiayaan 15 TK asal NTT hingga menyebabkan 2 orang meninggal dunia terancam hukuman 15 tahun penjara lantaran dijerat dengan UU Perlindungan Anak No 4 Tahun 2003.

“Tersangka kita jerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak ya. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Jadi keterlibatan yang lainnya juga masih kita selidiki karena korban sudah mulai memberikan informasi,” kata Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta Karo-karo melalui Kasat Reskrim Polresta Medan Kompol Jean Calvijn Simanjuntak, SIK.

Disinggung soal keterlibatan istri dari Mohar bernama Haryanti dan keponakannya bernama Feri, Jean Calvijn menambahkan hingga sekarang istrinya masih sebagai saksi dan tidak tertutup kemungkinan menjadi tersangka. “Istrinya masih saksi, karena sampai sekarang yang bertanggung jawab adalah Mohar. Meskipun demikian, penyidik akan mendalami dan mengembangkan kasus ini,” terangnya.

Sementara itu, kondisi ke 15 pekerja asal Kupang Nusa Tenggaran Timur, masih berada di penampungan KPAI Medan untuk menunggu koordinasi dari pihak Dinsos dan pihak terkait lainnya untuk pemulangan para pekerja tersebut.

Muslim Harahap dari Ketua KPAI mengatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan upaya bimbingan mental terhadap para pekerja yang disekap oleh majikannya. “Kita buat seperti permainan, jadi mereka bisa tersenyum lagi. Karena selama ini mereka sangat tertekan,” katanya. (tun/wel/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/