26 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

‘Main Mata’ dengan ACK, PT KAI Ancam Direksi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero akan memecat direksinya jika terlibat dalam kasus penyerobotan aset milik KAI yang terletak di Medan. Aset berupa lahan tersebut kedapatan memiliki luas 7,3 hektare yang lokasinya di sekitar Stasiun Medan.

Saat ini, aset milik negara tersebut sudah dimiliki oleh pihak swasta, yakni PT Agra Citra Kharisma (ACK). Kepemilikan tersebut pun terasa legal lantaran ACK selalu menang dalam proses pengadilan. Namun, menurut data, aset negara tidak bisa diambil alih oleh pihak swasta, bagaimanapun caranya.

“Kalau ada putusan hukum maka sanksi administrasi ya pecat dari kita. Di samping ada proses lain secara pidana bahwa ada pihak- pihak terlibat itu merugikan,” jelas Direktur Utama PT PT KAI Ignasius Jonan di Warung Daun Cikini, Jakarta, Rabu (5/3).

Jonan mengaku tidak akan memberikan sanksi pecat kepada jajaran direksi jikalau tidak ada kasus yang dibuatnya. Pasalnya, dalam kasus penyerobotan aset ini, sesuai dengan proses hukum pidana sudah merujuk adanya tiga orang yang kemungkinan menjadi saksi. Di mana, dari tiga saksi tersebut, salah satunya Direktur Aset PT KAI Edi Sukmoro.

“Semua instansi sudah diperiksa, proses PT KAI digugat itu bersyarat, 3 kemungkinan jadi tersangka,” jelasnya.

PT KAI sendiri sudah menempuh jalur hukum melalui pengadilan untuk mengembalikan aset yang telah diserobot pihak swasta baik perorangan maupun korporasi. Salah satu aset yang sedang dalam proses pengembalian adalah tanah milik perusahaan pelat merah tersebut seluas 7,3 hektare di sekitar Stasiun Kota Medan. 

Jika PT KAI tersungkur dalam proses hukum yang telah memasuki tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) itu, dikhawatirkan akan menjadi tren penyerobotan aset di masa mendatang.

Direktur Aset Nonrailway PT KAI Edi Sukmoro menjelaskan, aset berupa tanah yang dimiliki PT KAI mencapai 270 juta meter persegi (270 ribu hektare) dan tersebar di Jawa dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, yang telah disertifikasi tercatat 90 juta meter persegi, sedangkan sisanya dalam proses sertifikasi.

“Nilainya belum bisa kami estimasi karena NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di setiap daerah berbeda. Mungkin puluhan triliun,” ujar Edi. 

Walaupun sebagian tanah telah disertifikasi dan sedang dalam proses sertifikasi, bukan berarti penyerobotan tanah tidak terjadi.

Edi mengatakan, tanah berupa jalur kereta yang mati, kondisinya dikuasai oleh pihak ketiga, entah itu perorangan maupun korporasi.  “Ada juga yang sengaja dibuatkan sertifikat oleh pihak-pihak tertentu,” ujar Edi. 

Secara prinsip, Edi menjelaskan, PT KAI sejak 2013, berupaya untuk melakukan perbaikan pencatatan aset. “Apalagi, kebutuhan angkutan massal semakin bertambah. Penambahan trayek hingga stasiun butuh kepastian lahan,” kata Edi. 

Khusus untuk penyelamatan aset di Medan, tanah seluas 7,3 hektare tersebut diklaim oleh PT ACK. Pada 2011, PT ACK menggugat PT KAI, Pemkot Medan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Pengadilan Negeri Medan. 

Salah satu anggota tim pengacara PT KAI dari Radjiman Billitea dan Partners, Savitri Kusumawardhani, menjelaskan, proses PK yang diajukan tengah memasuki tahap pemeriksaan. 

“Kita sudah cek di website. Sekarang menunggu proses administrasi. Mudah-mudahan putusannya bisa keluar pada tahun ini dan semoga kami bisa menang,” kata Savitri. 

Bagaimana jika PK ditolak? Savitri menilai hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi kasus semacam ini. Dikhawatirkan ke depannya, aset-aset berupa tanah milik PT KAI yang tersebar di beberapa kota besar seperti Bandung, Semarang dan Surabaya, akan diserobot dengan cara serupa. 

“Apalagi ini aset negara. PT KAI berdasarkan peraturan menteri agraria tahun 1965 sah memiliki hak pengelolaan tanah yang ada. Kami mengharapkan MA mempertimbangkan dengan baik,” ujar Savitri. 

Secara keseluruhan, Edi menyebut PT KAI terus berupaya menjaga aset agar tidak menjadi beban ekonomi perusahaan. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi penjagaan, penandaan pada rumah yang menempati tanah PT KAI, pemagaran dan pendataan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi (Information Technology) menggunakan GPS atau Global Positioning System. (bbs/val)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero akan memecat direksinya jika terlibat dalam kasus penyerobotan aset milik KAI yang terletak di Medan. Aset berupa lahan tersebut kedapatan memiliki luas 7,3 hektare yang lokasinya di sekitar Stasiun Medan.

Saat ini, aset milik negara tersebut sudah dimiliki oleh pihak swasta, yakni PT Agra Citra Kharisma (ACK). Kepemilikan tersebut pun terasa legal lantaran ACK selalu menang dalam proses pengadilan. Namun, menurut data, aset negara tidak bisa diambil alih oleh pihak swasta, bagaimanapun caranya.

“Kalau ada putusan hukum maka sanksi administrasi ya pecat dari kita. Di samping ada proses lain secara pidana bahwa ada pihak- pihak terlibat itu merugikan,” jelas Direktur Utama PT PT KAI Ignasius Jonan di Warung Daun Cikini, Jakarta, Rabu (5/3).

Jonan mengaku tidak akan memberikan sanksi pecat kepada jajaran direksi jikalau tidak ada kasus yang dibuatnya. Pasalnya, dalam kasus penyerobotan aset ini, sesuai dengan proses hukum pidana sudah merujuk adanya tiga orang yang kemungkinan menjadi saksi. Di mana, dari tiga saksi tersebut, salah satunya Direktur Aset PT KAI Edi Sukmoro.

“Semua instansi sudah diperiksa, proses PT KAI digugat itu bersyarat, 3 kemungkinan jadi tersangka,” jelasnya.

PT KAI sendiri sudah menempuh jalur hukum melalui pengadilan untuk mengembalikan aset yang telah diserobot pihak swasta baik perorangan maupun korporasi. Salah satu aset yang sedang dalam proses pengembalian adalah tanah milik perusahaan pelat merah tersebut seluas 7,3 hektare di sekitar Stasiun Kota Medan. 

Jika PT KAI tersungkur dalam proses hukum yang telah memasuki tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) itu, dikhawatirkan akan menjadi tren penyerobotan aset di masa mendatang.

Direktur Aset Nonrailway PT KAI Edi Sukmoro menjelaskan, aset berupa tanah yang dimiliki PT KAI mencapai 270 juta meter persegi (270 ribu hektare) dan tersebar di Jawa dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, yang telah disertifikasi tercatat 90 juta meter persegi, sedangkan sisanya dalam proses sertifikasi.

“Nilainya belum bisa kami estimasi karena NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di setiap daerah berbeda. Mungkin puluhan triliun,” ujar Edi. 

Walaupun sebagian tanah telah disertifikasi dan sedang dalam proses sertifikasi, bukan berarti penyerobotan tanah tidak terjadi.

Edi mengatakan, tanah berupa jalur kereta yang mati, kondisinya dikuasai oleh pihak ketiga, entah itu perorangan maupun korporasi.  “Ada juga yang sengaja dibuatkan sertifikat oleh pihak-pihak tertentu,” ujar Edi. 

Secara prinsip, Edi menjelaskan, PT KAI sejak 2013, berupaya untuk melakukan perbaikan pencatatan aset. “Apalagi, kebutuhan angkutan massal semakin bertambah. Penambahan trayek hingga stasiun butuh kepastian lahan,” kata Edi. 

Khusus untuk penyelamatan aset di Medan, tanah seluas 7,3 hektare tersebut diklaim oleh PT ACK. Pada 2011, PT ACK menggugat PT KAI, Pemkot Medan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Pengadilan Negeri Medan. 

Salah satu anggota tim pengacara PT KAI dari Radjiman Billitea dan Partners, Savitri Kusumawardhani, menjelaskan, proses PK yang diajukan tengah memasuki tahap pemeriksaan. 

“Kita sudah cek di website. Sekarang menunggu proses administrasi. Mudah-mudahan putusannya bisa keluar pada tahun ini dan semoga kami bisa menang,” kata Savitri. 

Bagaimana jika PK ditolak? Savitri menilai hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi kasus semacam ini. Dikhawatirkan ke depannya, aset-aset berupa tanah milik PT KAI yang tersebar di beberapa kota besar seperti Bandung, Semarang dan Surabaya, akan diserobot dengan cara serupa. 

“Apalagi ini aset negara. PT KAI berdasarkan peraturan menteri agraria tahun 1965 sah memiliki hak pengelolaan tanah yang ada. Kami mengharapkan MA mempertimbangkan dengan baik,” ujar Savitri. 

Secara keseluruhan, Edi menyebut PT KAI terus berupaya menjaga aset agar tidak menjadi beban ekonomi perusahaan. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi penjagaan, penandaan pada rumah yang menempati tanah PT KAI, pemagaran dan pendataan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi (Information Technology) menggunakan GPS atau Global Positioning System. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/