29.2 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Poling Straw Poll DPD Berpihak ke Pendatang Baru

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Belakangan ini, pemanfaatan Straw Poll begitu masif terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terlebih menjelang pemilihan legislatif (Pileg) 2019. Layanan pembuatan poll online yang mudah, ringkas, cepat disertai statistik yang informatif ini, juga menyasar untuk bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumatera Utara.

Uniknya lagi, tren dari poling tersebut menunjukkan wajah-wajah baru balon DPD RI asal Sumut pada urutan teratas. Sebut saja seperti Raidir Sigalingging (mantan Humas PT PLN), Tolopan Silitonga (Anggota DPRD Deliserdang), Solahuddin Nasution (Ketua Karang Taruna Sumut), dan M Nuh (bekas anggota DPRD Sumut dari PKS). Mereka mengalahkan poling atau vote calon petahana seperti Darmayanti Lubis, Dedi Iskandar Batubara dan Parlindungan Purba.

Berdasar poling Straw Poll, Raidir Sigalingging memeroleh 16.59% (744 votes), Tolopan Silitonga 16.3% (731 votes), Solahuddin Nasution 10.55% (473 votes), dan M Nuh 8.27% (371 votes). Kemudian menyusul Dedi lskandar Batubara 7.56% (339 votes), Abdul Hakim Siagian 7.34% (329 votes), Faisal Amri 7.13% (320 votes), Parlindungan Purba 6.64% (298 votes), Ali Yakub Matondang 4.21% (189 votes), dan Pdt. EWP Simarmata 3.97% (178 votes). Poling yang menempatkan nama-nama pendatang baru itu, sudah berlangsung beberapa Minggu dimana menempatkan para petahana dibawah mereka.

Menyikapi kemunculan poling Straw Poll yang sudah membumi sejak Pileg dan Pilpres 2014, Pengamat Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Ansor Siregar mengatakan, betapa pun sederhana dan nyaris tanpa modal, Straw Poll tetap memiliki manfaat terutama untuk popularitas. “Elektibilitas juga bisa diangkat dari cara ini. Salah satu kelemahannya ialah aspek ketidakmerataan populasi hingga representasi (keterwakilan) masyarakat sangat lemah. Media mainstream terbesar sekali pun tidak dapat menjamin hasil Straw Poll mereka dapat diandalkan,” katanya kepada Sumut Pos, Senin (6/8).

Karena itu sebut dia Straw Poll harus dilihat dari beberapa aspek. Pertama, siapa penyelenggaranya dan apakah ia melakukan mobilisasi untuk satu pilihan tertentu. Kedua, seberapa luas (representatif) pengikut Sraw Poll. Ketiga, pastikan seseorang tidak bisa memberi pilihan lebih dari sekali. “Ini begitu sulit dihindari ketika seseorang memiliki lebih dari satu nomor akun dan melakukan pilihan. Tingkat kepercayaan publik atas hasil Sraw Poll atau bahkan survei lembaga ternama di Indonesia tidak menentu. Publik yang kurang tinggi kadar literasinya pasti mudah dipermainkan oleh orang di balik polling,” paparnya.

Ia mencontohkan, setahun lebih seluruh lembaga survei di Indonesia melakukan pengendalian publik opini lewat survei mereka yang mengutamakan isu siapa cawapres untuk Joko Widodo.

“Hasilnya sudah kita ketahui, Joko Widodo kelimpungan. Perlawanan sosial muncul bagai bola salju. Kepanikan Jokowi Sabtu lalu hingga mengeluarkan kata “kelahi” yang disambut meriah oleh para relawan dalam sebuah pertemuan di Bogor menunjukkan bahwa manipulasi opini bisa berbahaya. Akhirnya terkesan Joko Widodo panik dan lepas kontrol hingga terkesan bukan seorang negarawan sangkin pentingnya menang Pilpres,” pungkasnya.

Pandangan sedikit berbeda disampaikan Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU), Bimby Hidayat. Menurutnya hasil poling masih bisa diperdebatkan keakuratannya, meski di satu sisi sebagai sarana efektif mempopulerkan seorang calon kepada khalayak. “Saya tidak akan lebih jauh mengulas hasil poling, karena masih sebatas poling yag masih bisa diperdebatkan keakuratannya. Namun yang bisa saya tanggapi bahwa popularitas itu tidak menjamin untuk dipilih. Sebab kedaulatan sepenuhnya tetap ditangan rakyat,” katanya.

Kepada seluruh balon DPD ia menyarankan, untuk menyiapkan strategi dengan matang sebagai kunci kemenangan. “Karena apa Pemilihan DPD sangat berbeda dengan pemilihan caleg DPR yang seluruh calon adalah kader partai tertentu. Artinya mereka caleg DPR bisa memanfaatkan dan menjalankan mesin partai untuk melakukan konsolidasi hingga ke basis-basis massa sepenuhnya ditambah modal finansial yang dapat mendukung saat kampanye,” terangnya.

Sedangkan DPD menurut dia bermain di arenanya sendiri, berkontestasi merebut suara dengan gaya, modal dan strategi sendiri sehingga butuh energi yang banyak untuk memenangkan kontestasi.

“Kembali ke awal, popular saja tidak cukup. Relasi adalah modal sosial yang sangat riil ketimbang popularitas, persaudaraan dan pertemanan adalah kekuatan. Harus diingat bahwa tidak ada kata pasti dalam politik, yang pasti itu adalah ketidakpastian itu sendiri. Dengan kata lain semua calon punya peluang yang sama,” pungkasnya.

Raidir Sigalingging yang dimintai tanggapan atas poling Straw Poll yang menempatkan namanya diurutan teratas, mengungkapkan rasa senang dan berharap kenyataan akan seindah hasil poling tersebut. “Kalau saya ditanya, doa saya agar hasil poling bisa sama dengan kenyataannya nanti,” katanya seraya tertawa.

Namun begitu dirinya tidak mengetahui soal poling tersebut. Bahkan diakuinya tidak ada kepikiran membuat jajak suara melalui Straw Poll atau ada melibatkan tim dalam hal ini. “Sudah beberapa minggu ini saya lihat nama saya di peringkat teratas. Saya saja tidak tahu bisa ada poling tersebut. Begitupun pastinya saya senang melihat ada poling kayak begini. Semoga kemunculan calon baru juga membawa semangat baru masyarakat untuk memilih wakil rakyatnya nanti,” pungkasnya. (prn/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Belakangan ini, pemanfaatan Straw Poll begitu masif terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terlebih menjelang pemilihan legislatif (Pileg) 2019. Layanan pembuatan poll online yang mudah, ringkas, cepat disertai statistik yang informatif ini, juga menyasar untuk bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumatera Utara.

Uniknya lagi, tren dari poling tersebut menunjukkan wajah-wajah baru balon DPD RI asal Sumut pada urutan teratas. Sebut saja seperti Raidir Sigalingging (mantan Humas PT PLN), Tolopan Silitonga (Anggota DPRD Deliserdang), Solahuddin Nasution (Ketua Karang Taruna Sumut), dan M Nuh (bekas anggota DPRD Sumut dari PKS). Mereka mengalahkan poling atau vote calon petahana seperti Darmayanti Lubis, Dedi Iskandar Batubara dan Parlindungan Purba.

Berdasar poling Straw Poll, Raidir Sigalingging memeroleh 16.59% (744 votes), Tolopan Silitonga 16.3% (731 votes), Solahuddin Nasution 10.55% (473 votes), dan M Nuh 8.27% (371 votes). Kemudian menyusul Dedi lskandar Batubara 7.56% (339 votes), Abdul Hakim Siagian 7.34% (329 votes), Faisal Amri 7.13% (320 votes), Parlindungan Purba 6.64% (298 votes), Ali Yakub Matondang 4.21% (189 votes), dan Pdt. EWP Simarmata 3.97% (178 votes). Poling yang menempatkan nama-nama pendatang baru itu, sudah berlangsung beberapa Minggu dimana menempatkan para petahana dibawah mereka.

Menyikapi kemunculan poling Straw Poll yang sudah membumi sejak Pileg dan Pilpres 2014, Pengamat Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Ansor Siregar mengatakan, betapa pun sederhana dan nyaris tanpa modal, Straw Poll tetap memiliki manfaat terutama untuk popularitas. “Elektibilitas juga bisa diangkat dari cara ini. Salah satu kelemahannya ialah aspek ketidakmerataan populasi hingga representasi (keterwakilan) masyarakat sangat lemah. Media mainstream terbesar sekali pun tidak dapat menjamin hasil Straw Poll mereka dapat diandalkan,” katanya kepada Sumut Pos, Senin (6/8).

Karena itu sebut dia Straw Poll harus dilihat dari beberapa aspek. Pertama, siapa penyelenggaranya dan apakah ia melakukan mobilisasi untuk satu pilihan tertentu. Kedua, seberapa luas (representatif) pengikut Sraw Poll. Ketiga, pastikan seseorang tidak bisa memberi pilihan lebih dari sekali. “Ini begitu sulit dihindari ketika seseorang memiliki lebih dari satu nomor akun dan melakukan pilihan. Tingkat kepercayaan publik atas hasil Sraw Poll atau bahkan survei lembaga ternama di Indonesia tidak menentu. Publik yang kurang tinggi kadar literasinya pasti mudah dipermainkan oleh orang di balik polling,” paparnya.

Ia mencontohkan, setahun lebih seluruh lembaga survei di Indonesia melakukan pengendalian publik opini lewat survei mereka yang mengutamakan isu siapa cawapres untuk Joko Widodo.

“Hasilnya sudah kita ketahui, Joko Widodo kelimpungan. Perlawanan sosial muncul bagai bola salju. Kepanikan Jokowi Sabtu lalu hingga mengeluarkan kata “kelahi” yang disambut meriah oleh para relawan dalam sebuah pertemuan di Bogor menunjukkan bahwa manipulasi opini bisa berbahaya. Akhirnya terkesan Joko Widodo panik dan lepas kontrol hingga terkesan bukan seorang negarawan sangkin pentingnya menang Pilpres,” pungkasnya.

Pandangan sedikit berbeda disampaikan Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU), Bimby Hidayat. Menurutnya hasil poling masih bisa diperdebatkan keakuratannya, meski di satu sisi sebagai sarana efektif mempopulerkan seorang calon kepada khalayak. “Saya tidak akan lebih jauh mengulas hasil poling, karena masih sebatas poling yag masih bisa diperdebatkan keakuratannya. Namun yang bisa saya tanggapi bahwa popularitas itu tidak menjamin untuk dipilih. Sebab kedaulatan sepenuhnya tetap ditangan rakyat,” katanya.

Kepada seluruh balon DPD ia menyarankan, untuk menyiapkan strategi dengan matang sebagai kunci kemenangan. “Karena apa Pemilihan DPD sangat berbeda dengan pemilihan caleg DPR yang seluruh calon adalah kader partai tertentu. Artinya mereka caleg DPR bisa memanfaatkan dan menjalankan mesin partai untuk melakukan konsolidasi hingga ke basis-basis massa sepenuhnya ditambah modal finansial yang dapat mendukung saat kampanye,” terangnya.

Sedangkan DPD menurut dia bermain di arenanya sendiri, berkontestasi merebut suara dengan gaya, modal dan strategi sendiri sehingga butuh energi yang banyak untuk memenangkan kontestasi.

“Kembali ke awal, popular saja tidak cukup. Relasi adalah modal sosial yang sangat riil ketimbang popularitas, persaudaraan dan pertemanan adalah kekuatan. Harus diingat bahwa tidak ada kata pasti dalam politik, yang pasti itu adalah ketidakpastian itu sendiri. Dengan kata lain semua calon punya peluang yang sama,” pungkasnya.

Raidir Sigalingging yang dimintai tanggapan atas poling Straw Poll yang menempatkan namanya diurutan teratas, mengungkapkan rasa senang dan berharap kenyataan akan seindah hasil poling tersebut. “Kalau saya ditanya, doa saya agar hasil poling bisa sama dengan kenyataannya nanti,” katanya seraya tertawa.

Namun begitu dirinya tidak mengetahui soal poling tersebut. Bahkan diakuinya tidak ada kepikiran membuat jajak suara melalui Straw Poll atau ada melibatkan tim dalam hal ini. “Sudah beberapa minggu ini saya lihat nama saya di peringkat teratas. Saya saja tidak tahu bisa ada poling tersebut. Begitupun pastinya saya senang melihat ada poling kayak begini. Semoga kemunculan calon baru juga membawa semangat baru masyarakat untuk memilih wakil rakyatnya nanti,” pungkasnya. (prn/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/